Mencegah Kemungkinan Terburuk Normal Baru
Gerakan Tangkas bisa menjadi momentum untuk menciptakan norma baru itu. Mereka yang terlibat dalam kampanye bisa pelan-pelan memberikan sanksi sosial, menunjukkan ekspresi ketidaknyamanan saat melihat pelanggar protokol.
Imajinasi kehidupan seperti sedia kala saat normal baru berpotensi menciptakan euforia yang salah di tengah masyarakat. Di tengah berbagai pelonggaran pembatasan sosial, iming-iming normal baru dikhawatirkan semakin membuat masyarakat lengah dan mengabaikan protokol kesehatan. Pemerintah daerah di Tangerang Raya pun berupaya mencegah kemungkinan terburuk.
Enam pengunjung tertahan di pintu masuk utama Mal Tangcity, Kota Tangerang, Banten, Rabu (8/7/2020). Jemari mereka sibuk mengotak-atik layar ponsel selama sekitar 10 menit. Sesekali para pengunjung menoleh kepada rekan di sebelahnya seolah memastikan sesuatu. Di hadapan mereka berdiri seorang petugas keamanan bermasker dengan pelindung wajah sedang memperhatikan laku para pengunjung itu.
”Supaya apa, sih, ribet banget,” gumam Maya (48), salah seorang pengunjung yang tertahan di pintu masuk. Raut wajahnya menunjukkan ekspresi kebingungan.
Maya dan rekannya tertahan karena pengelola Mal Tangcity menerapkan aturan baru terkait alur masuk pengunjung sejak 17 Juni 2020. Kini pengunjung tidak bisa lagi leluasa keluar masuk mal seperti sebelum pandemi Covid-19 melanda. Para pengunjung diwajibkan untuk melakukan check in sebelum masuk mal.
Mula-mula pengunjung memindai kode pindai yang dipajang di pintu-pintu masuk mal. Mereka kemudian diminta untuk mengisi formulir secara daring. Data yang perlu diisi, antara lain, nama, nomor telepon, dan apakah datang ke mal bersama keluarga atau seorang diri.
Mula-mula pengunjung memindai kode pindai yang dipajang di pintu-pintu masuk mal. Mereka kemudian diminta untuk mengisi formulir secara daring. Data yang perlu diisi, antara lain, nama, nomor telepon, dan apakah datang ke mal bersama keluarga atau seorang diri.
Selain itu, pengunjung juga diminta kesediaannya untuk menyetujui pengumpulan dan penggunaan informasi yang diberikan untuk pelacakan kontak. Setelah formulir diisi, akan tertera berapa jumlah orang yang bisa diajak dan masuk ke mal.
Tidak hanya di Mal Tangcity, ketentuan serupa juga wajib dijalankan seluruh pusat perbelanjaan di Kota Tangerang yang diizinkan beroperasi pada masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Jumlah mal di Kota Tangerang yang terdata di Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah sebanyak delapan mal.
”(Dengan aplikasi itu) kita bisa tahu berapa banyak kapasitas pengunjung yang ada di dalam mal,” ujar Arief Wismansyah, Wali Kota Tangerang.
Baca juga: Pemkot Bogor Kembangkan Obyek Wisata dan UMKM
Arief mengatakan, seluruh pusat perbelanjaan atau mal yang diizinkan beroperasi pada masa perpanjangan PSBB tahap kelima harus mengikuti aturan protokol kesehatan. Ada delapan mal di Kota Tangerang. Selama PSBB pengelola mal diwajibkan membatasi jumlah pengunjung maksimal 35 persen dari kapasitas normal untuk menghindari timbulnya kerumunan.
Baru tahu
Kebanyakan pengunjung baru mengetahui aturan tersebut. Sebagian tidak mempersoalkan dan dengan mudah melakukan check in. Namun, tidak sedikit pula pengunjung dewasa yang mengeluh. Mereka mengaku belum terbiasa dengan sistem baru yang dibuat.
”Tadi saya agak lama tidak bisa masuk. Agak bingung bagaimana cara check in, belum biasa pakai aplikasi. Kalau tidak ada petugas yang membantu, mungkin saya bakalan lama tertahan di pintu masuk,” ujar Trisulo (50), pengunjung Mal Tangcity asal Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten.
Kendati demikian, Trisulo mengaku tidak keberatan dan mendukung upaya yang dilakukan Pemkot Tangerang. Pengunjung lainnya, Ardi (33), harus gigit jari karena dilarang masuk mal oleh petugas. Ardi datang dengan membawa bayi dan istrinya. Selama PSBB, orang lansia dan anak balita dilarang masuk ke mal. Warga Cipondoh, Tangerang, itu kemudian beranjak meninggalkan Tangcity Mall untuk mencari tempat hiburan lain.
Ardi datang dengan membawa bayi dan istrinya. Selama PSBB, orang lansia dan anak balita dilarang masuk ke mal. Warga Cipondoh, Tangerang, itu kemudian beranjak meninggalkan Tangcity Mall untuk mencari tempat hiburan lain.
”Tidak apa-apa, kami ikut aturan saja. Kebijakan ini sebenarnya demi kebaikan bersama, jadi tidak masalah (saya) tidak bisa masuk,” kata Ardi.
Penerapan aturan itu menghadapi kendala inkonsistensi. Pengunjung memang diminta untuk tertib check in sebelum masuk, tetapi itu hanya terjadi pada siang hari. Saat pagi hari, pengunjung yang datang dibiarkan masuk tanpa melewati prosedur check in. Selain itu, pengunjung yang keluar mal tidak melakukan check out sebagaimana mestinya. Mereka langsung menuju area parkir kendaraan. Padahal, di pintu keluar mal tertera petunjuk untuk check out.
Baca juga: Kasus di Pasar Tinggi, Pasar Tradisional Mendesak Dibenahi
Intan Amalia dari Media Relations Tangcity Mall mengatakan, baik pagi maupun siang, pengunjung harus tetap check in, kecuali jika keadaan sudah ramai dan antrean masuk mulai mengular.
”Kalau sudah ramai sekali biasanya dilonggarkan supaya tidak menimbulkan kerumunan,” katanya.
Selain Tangcity Mall, IKEA Alam Sutera juga menerapkan ketentuan check in bagi pengunjung. Public Relations IKEA Alam Sutera Ririn Basuki menyampaikan, kapasitas parkir IKEA juga dibatasi maksimal 50 persen dari kapasitas normal. Hal itu menyebabkan beberapa kali terjadi antrean untuk masuk ke dalam toko. Terkait pembatasan pengunjung melalui mekanisme check in, Ririn mengatakan, jika kuota yang diberikan sudah habis, pengunjung tidak akan bisa masuk.
”Melatih” masyarakat
Upaya untuk ”melatih” masyarakat menghadapi normal baru juga dilakukan Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Selama dua bulan PSBB, tingkat kedisiplinan masyarakat belum mencapai target 90 persen. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Tangsel mencatat, tingkat kedisiplinan masyarakat baru berkisar 77-78 persen.
Padahal, penerapan protokol kesehatan, seperti rajin mencuci tangan, mengenakan masker, dan menjaga jarak fisik menjadi perisai diri masyarakat ketika memasuki tatanan normal baru yang penuh dengan pelonggaran. Epidemiolog Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, berkali-kali mengingatkan potensi penambahan jumlah kasus ketika PSBB mulai dilonggarkan.
Melihat tingkat kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan masih rendah, Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan menyusun satu upaya lama, tetapi dikemas dengan gaung yang lebih besar: Kampanye Gerakan Tangerang Selatan Pakai Masker (Gerakan Tangkas).
Baca juga : Rantang Penolong Banyak Orang
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangsel Deden Deni menerangkan, Gerakan Tangkas bermaksud membiasakan masyarakat untuk mengenakan masker dalam keseharian. Gerakan tersebut muncul dari kekhawatiran adanya euforia yang salah ketika Tangsel memasuki masa normal baru.
”Ketika ada wacana pelonggaran PSBB atau normal baru, masyarakat mengira seolah-olah wabahnya sudah tidak ada. Maka, butuh edukasi dan sosialisasi bahwa bukan itu yang dimaksud. Kami merasa punya kewajiban selalu mengingatkan untuk pakai masker,” tutur Deden.
Gerakan Tangkas dimulai pada 1 Juli 2020 hingga 14 hari ke depan. Dinas Kesehatan Tangsel telah menyebar surat imbauan kampanye kepada semua organisasi perangkat daerah di Tangsel. Para kepala dinas dan aparatur sipil negara (ASN) diharapkan juga berpartisipasi.
Mereka diminta mengganti foto di akun media sosial masing-masing dengan menambahkan templat desain yang sudah disiapkan. Isi desainnya berupa gambar masker dengan tulisan ”Tangkas untuk melindungi diri sendiri dan orang lain”. Sejumlah kepala dinas dan ASN Tangsel terlihat sudah mengganti foto di akun media sosialnya bahkan sebelum gerakan tersebut diluncurkan.
Dengan memulai di lingkup para kepala dinas dan semua ASN, diharapkan gerakan ini bakal meluas di masyarakat. Dengan begitu, gaung untuk mengenakan masker dalam keseharian kian besar. Gerakan ini, menurut Deden, bertujuan untuk mengedukasi masyarakat sehingga tidak ada sanksi bagi ASN ataupun warga masyarakat yang tidak mengikutinya.
Ketika ada wacana pelonggaran PSBB atau normal baru, masyarakat mengira seolah-olah wabahnya sudah tidak ada. Maka, butuh edukasi dan sosialisasi bahwa bukan itu yang dimaksud. Kami merasa punya kewajiban selalu mengingatkan untuk pakai masker. (Deden)
Deden memilih kampanye menggunakan masker dibandingkan dengan protokol kesehatan lain, seperti mencuci tangan dan jaga jarak fisik. Menurut Deden, mengenakan masker merupakan protokol kesehatan yang relatif lebih mudah dilakukan oleh setiap individu. Adapun menjaga jarak fisik dalam beberapa kesempatan hampir sulit dilakukan, misalnya ketika berada dalam angkutan umum.
Hermawan Saputra dari Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia menjelaskan, mengenakan masker mampu mengeliminasi penularan virus di ruang publik. Oleh sebab itu, membiasakan diri menggunakan masker akan sangat berguna di tengah pelonggaran PSBB dan belum melandainya kasus Covid-19.
Sosiolog Universitas Indonesia, Imam Prasodjo, berpendapat, mengenakan masker perlu diupayakan menjadi sebuah norma baru menjelang dimulainya tatanan normal baru.
Baca juga: Karantina atau Tidak, Warteg Akan Terus Ada untuk Warga Jakarta
Belum terbentuknya norma baru itu pula yang mengakibatkan masyarakat masih abai terhadap pentingnya mengenakan masker, terutama di ruang publik. Imam mencontohkan kewajiban mengenakan seragam di sekolah. Siswa mengenakan seragam bukan karena mereka ingin, melainkan karena ada aturan yang mewajibkan itu.
Apabila seorang siswa ke sekolah tanpa mengenakan seragam, akan timbul perasaan tidak nyaman, sungkan, dan malu. Kondisi itu, kata Imam, disebabkan ada semacam tekanan sosial kepada siswa tersebut karena ia tampil tidak sesuai kaidah yang ditentukan.
”Kita perlu ada references group yang secara masif itu mendominasi dalam sebuah lingkungan. Itu harus dibangun,” katanya.
Jika norma baru itu terbentuk nantinya, secara bertahap orang-orang yang tidak mengenakan masker akan menjadi sungkan dan merasa bersalah terhadap orang-orang di sekitarnya. Sebab, dia akan dianggap tidak peka, tidak bertanggung jawab, dan membahayakan kesehatan orang di sekelilingnya karena tidak mengenakan masker.
Gerakan Tangkas bisa menjadi momentum untuk menciptakan norma baru itu. Mereka yang terlibat dalam kampanye bisa pelan-pelan memberikan sanksi sosial, semisal dalam bentuk menunjukkan ekspresi ketidaknyamanan ketika melihat ada orang di ruang publik yang tidak mengenakan masker secara benar.
Gerakan Tangkas bisa menjadi momentum untuk menciptakan norma baru itu. Mereka yang terlibat dalam kampanye bisa pelan-pelan memberikan sanksi sosial, semisal dalam bentuk menunjukkan ekspresi ketidaknyamanan ketika melihat ada orang di ruang publik yang tidak mengenakan masker secara benar.
Cara itu, menurut Imam, akan lebih efektif daripada mengandalkan polisi dan tentara untuk mengawasi penerapan protokol kesehatan di tengah masyarakat. ”Karena kalau tidak ada penegak hukum di sana, dia akan mengulangi pelanggarannya. Sebab, tidak ada sanksi apa-apa dari masyarakat di sekelilingnya,” ujarnya.
Apa yang telah dilakukan Pemkot Tangerang dan Tangerang Selatan boleh jadi belum optimal dan ideal. Namun, upaya yang mereka lakukan setidaknya menjadi langkah awal yang positif untuk mengondisikan warga kota menyambut normal baru yang penuh risiko.