Instansi di Jabodetabek Diminta Patuhi Sistem Kerja Sif
Perkantoran pemerintah di kawasan Jabodetabek diminta membagi jam kerja pegawainya menjadi dua sif. Hal ini dimaksudkan mengurangi penumpukan penumpang di satu waktu secara bersamaan.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi meminta kepada pejabat pembina kepegawaian atau PPK seluruh instansi pemerintah di kawasan Jabodetabek agar mengatur pembagian sif kerja selama tatanan normal baru. Hal ini bertujuan menghindari penumpukan penumpang di transportasi umum, yang bisa memperluas penularan virus Covid-19.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Tjahjo Kumolo saat dihubungi di Jakarta, Rabu (15/7/2020), mengatakan, pembagian sif kerja bagi aparatur sipil negara dapat mengurangi penumpukan penumpang di satu waktu sehingga penerapan jaga jarak (physical distancing) tetap berjalan optimal.
Pembagian sif kerja bagi aparatur sipil negara dapat mengurangi penumpukan penumpang di satu waktu sehingga penerapan jaga jarak (physical distancing) tetap berjalan optimal. (Tjahjo Kumolo)
Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran Menpan dan RB Nomor 65 Tahun 2020 tentang Pengendalian Pelaksanaan Jam Kerja Pegawai ASN pada Instansi Pemerintah di Wilayah Jabodetabek dalam Tatanan Normal Baru. Surat dikirim ke seluruh kepala daerah di Jabodetabek dan ditandatangani oleh Tjahjo pada 13 Juli 2020.
”Untuk pengaturan mobilitas ASN dari atau menuju wilayah Jabodetabek, pejabat pembina kepegawaian pada instansi pemerintah agar mematuhi pengaturan jam kerja dan pembagian sif,” ujar Tjahjo.
Tjahjo menambahkan, sistem sif kerja bagi ASN di lingkungan kerjanya pun harus diatur secara akuntabel dan selektif. Itu menyangkut mereka yang bisa bekerja dari kantor atau bekerja dari rumah (work from home/WFH).
Dalam SE Menpan dan RB No 65/2020, Tjahjo juga menjelaskan bahwa jumlah pegawai yang bekerja dalam sif diatur secara proporsional mendekati perbandingan 50 : 50.
Sistem kerja pun diatur menjadi dua tahapan. Gelombang pertama akan memulai pekerjaan pada pukul 07.00-07.30 WIB. Gelombang kedua dimulai pukul 10.00-10.30 WIB.
Sistem kerja pun diatur menjadi dua tahapan. Gelombang pertama akan memulai pekerjaan pada pukul 07.00-07.30 WIB. Dengan target delapan jam kerja, pegawai akan mengakhiri pekerjaannya pada 15.00-15.30 WIB. Gelombang kedua dimulai pukul 10.00-10.30 WIB sehingga pegawai bisa mengakhiri jam kerja pada 18.00-18.30 WIB.
”Sementara (ASN) yang punya sakit menahun diminta untuk WFH. Pengaturan jam kerja harus diikuti dengan optimalisasi penerapan bekerja dari rumah dan keselamatan bagi kelompok rentan,” ujar Tjahjo.
Tjahjo meminta kepada PPK agar menugasi pejabat yang berwenang pada instansinya untuk melakukan evaluasi jam kerja atas efektivitas pelaksanaan aturan pembagian sistem kerja ini. Hasil evaluasi wajib dilaporkan kepada Menpan dan RB setiap Jumat pukul 16.00 WIB.
Sinyal waspada
Sebelumnya diberitakan, tambahan kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta pada Minggu (12/7/2020) menjadi yang tertinggi sepanjang riwayat pendataan harian, yakni 404 kasus. Angka rata-rata kasus positif atau positivity rate per hari melonjak dua kali lipat.
Angka rata-rata positif adalah jumlah kasus positif dibandingkan dengan jumlah tes usap metode reaksi rantai polimerase (PCR). Selama ini, kasus memang bertambah, tetapi angka rata-rata positif sekitar 5 persen.
”Hari ini, positivity rate men jadi 10,5 persen, melonjak dua kali,” kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam keterangan di akun Youtube Pemprov DKI Jakarta.
Sebagai catatan, lanjut Anies, sepanjang 4-10 Juni, DKI menggelar tes usap PCR pada 21.197 orang dengan angka rata-rata positif 4,4 persen. Pada 11-17 Juni, 27.091 orang dites dengan rata-rata positif 3,1 persen. Lalu 18-24 Juni ada tes pada 29.873 orang dan angka positif 3,7 persen. Pada 25 Juni-1 Juli sebanyak 31.085 orang dites (3,9 persen), periode 2-8 Juli sebanyak 34.007 orang dites (4,8 persen).
Anies menyebut, sejak pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar masa transisi di DKI mulai 4 Juni, kluster positif Covid-19 terbesar adalah pasien rumah sakit dengan porsi 45,26 persen. Terbesar kedua pasien di lingkungan tempat tinggal sebanyak 38 persen, ketiga di pasar (6,8 persen), dan keempat pekerja migran Indonesia (5,8 persen).
Namun, 66 persen dari orang yang ditemukan tertular tidak memperlihatkan gejala. ”Kalau saja mereka tak kami datangi, tim puskesmas tidak melakukan pengujian, barangkali yang bersangkutan tak pernah merasa membawa virus Covid-19. Inilah mengapa kita harus ekstra hati-hati,” ujarnya.
Anies menambahkan, lonjakan angka rata-rata positif hari Minggu (12/7) merupakan peringatan agar tidak menganggap enteng penularan Covid-19. Mengenakan masker secara benar, kapan saja, di mana saja, dan dalam aktivitas apa saja menjadi kunci. Selain itu, juga tetap penting untuk menjaga jarak yang aman dengan individu lain dan rajin mencuci tangan dengan sabun.
”Jangan sampai situasi ini berlangsung terus sehingga kita harus menarik rem darurat,” kata Anies. Rem darurat merujuk pada penerapan lagi PSBB seperti sebelum masa transisi. Itu berarti pelonggaran-pelonggaran bisa dicabut lagi.
Lonjakan angka rata-rata positif pada Minggu (12/7) merupakan peringatan agar tidak menganggap enteng penularan Covid-19. Mengenakan masker secara benar, kapan saja, di mana saja, dan dalam aktivitas apa saja menjadi kunci. (Anies Baswedan)
Pelonggaran itu, antara lain, perkantoran bisa beroperasi lagi asal jumlah orang tidak melebihi 50 persen kapasitas gedung, konsumen restoran bisa makan di tempat dengan menjaga jarak aman, dan ojek daring boleh mengangkut penumpang lagi. Jika dicabut, kegiatan perekonomian, sosial, dan ibadah dikhawatirkan terhambat lagi.
Anies meminta masyarakat tidak segan menegur sesama yang tidak menjalankan protokol kesehatan, termasuk jika jumlah orang di dalam ruang lebih dari 50 persen kapasitas. ”Jangan anggap ini sekadar urusan pemerintah. Ini urusan kita semua,” katanya.