Konsekuensi Pelonggaran, Kasus Positif di Bogor Terus Bertambah
Pelonggaran tidak diikuti kepatuhan kepada protokol kesehatan Covid-19.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Perpanjangan masa pembatasan sosial berskala besar atau PSBB proporsional di Kota Bogor, Jawa Barat, ditandai munculnya kluster keluarga dan kluster fasilitas kesehatan hingga penambahan kasus imported case atau penularan dari luar. Lonjakan kasus positif Covid-19 menjadi konsekuensi pelonggaran aktivitas di tengah pandemi.
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengatakan, terjadi penambahan kasus satu keluarga positif di Kota Bogor. Kali ini satu keluarga terkonfirmasi positif terjadi di Kelurahan Bantarjati, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor.
”Ada enam orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 untuk satu keluarga kluster Bantarjati, terdiri dari ayah, ibu, anak, dan dua orang saudaranya. Semua tertular dari sang ayah yang merupakan pemilik restoran,” kata Dedie, Minggu (2/8/2020).
Dedie menuturkan, saat tim Gugus Tugas Covid-18 melakukan pelacakan, ayah itu melakukan kontak erat setidaknya dengan 17 orang. Kemudian, 17 orang tersebut menjalani tes usap, 5 orang di antaranya positif.
Selain kluster keluarga Bantarjati, penyebaran Covid-19 dari kluster keluarga juga terjadi di Semplak, Kota Bogor, dengan total 14 kasus. Ini menjadi kluster keluarga tertinggi.
”Kluster keluarga Semplak awalnya tiga kasus bertambah menjadi 11 kasus. Enam di antaranya merupakan warga Kabupaten Bogor. Kemudian, kluster keluarga Rimba Mulya bertambah satu orang menjadi tujuh kasus. Kluster ini mengakibatkan ayah dan anak meninggal,” kata Dedie.
Sementara itu, kluster keluarga Cimanggu City dari semula berjumlah tiga orang bertambah satu orang menjadi empat kasus.
Selain kluster keluarga, kata Dedie, ada penambahan delapan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 dari imported case atau penularan dari luar, Sabtu (1/8/7/2020). Tim Gugus Tugas saat ini masih memetakan dan melacak penukaran dari luar tersebut.
Penambahan kasus juga terjadi di kluster fasilitas kesehatan sebanyak 10 orang pada Jumat (31/7/2020).
”Terjadi ledakan pemaparan (Covid-19) di RS Azra dengan enam orang positif Covid-19, empat warga Kabupaten Bogor. Mereka yang terpapar terdiri dari petugas sekuriti, penerima tamu, dan petugas parkir. Saat ini kami masih melacak,” kata Dedie.
Delapan rumah sakit rujukan di Kota Bogor, lanjut Dedie, memang memiliki risiko tinggi penularan. Tidak hanya di dalam ruang perawatan atau ruang operasi, tetapi juga di kantin, parkir, ruang tunggu, dan wilayah keseluruhan rumah sakit memiliki tingkat risiko yang sama.
”Perlu ada antisipasi dini di seluruh area rumah sakit, termasuk tempat parkir. Ini jadi catatan bahwa antisipasi dini sangat penting ketika masuk area rumah sakit. Dari mulai masuk hingga ruang perawatan harus steril. Ini sangat berisiko dalam kondisi sekarang, terutama ada pelonggaran-pelonggaran. Inilah konsekuensi dari pelonggaran. Oleh karena itu, kepatuhan ketat protokol kesehatan sangat penting,” tuturnya.
Terkait kluster fasilitas kesehatan, kata Dedie, saat ini masih berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Jawa Barat untuk mengambil tindakan atau rekomendasi operasional rumah sakit.
Sementara itu, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengajak masyarakat saling terlibat aktif dalam memerangi pandemi Covid-19 setelah munculnya kluster keluarga, kluster fasilitas kesehatan, dan tingkat penularan dari luar yang masih tinggi.
Menurut Bima, kluster itu disebabkan sejumlah faktor, seperti sikap egois dan ketidakjujuran saat pemeriksaan. Terlebih, ada ancaman persebaran Covid-19 melalui orang tanpa gejala (OTG). ”OTG itu berbahaya sekali, ada Covid-19, tetapi mereka masih jalan-jalan. Memegang orang atau ada kontak erat, tetapi orangnya punya komorbit (penyakit penyerta) bisa meninggal. Jadi, jangan egois,” katanya.
Bima menyatakan akan terus mengupayakan deteksi dini melalui tes usap secara masif. Sampai saat ini, sekitar 7.000 warga sudah melakukan tes usap.
”Target kita 8.000 akan segera terlampaui, bisa lebih. Keluarga di tes usap, perkantoran di tes usap, orang keluar kota di tes usap,” lanjutnya.
Bima mengatakan, pelonggaran aktivitas di masa pandemi Covid-19 tak terelakkan karena dampak ekonomi yang begitu memukul semua lapisan masyarakat. Kebijakan pelonggaran perlu diambil mengingat penanganan Covid-19 masih panjang dan diprediksi hingga pertengahan 2021.
Namun, kata Bima, pelonggaran ini bukan berarti pelonggaran terhadap protokol kesehatan. Jika tidak ada kesadaran bersama untuk patuh protokol kesehatan, pandemi Covid-19 sulit reda dan untuk mencapai zona hijau akan sulit. Jika ini terjadi, situasi ke depan tentu akan semakin sulit.