DKI Bangun Kampung Akuarium, PDI-P Menilai Kebijakan Itu Melanggar Perda
Setelah sempat digusur pada 2016 untuk dikembalikan ke fungsi semula, pada 2020 Pemprov DKI memilih membangun kampung akuarium sebagai kawasan permukiman. Langkah pemprov dinilai melanggar perda RDTRPZ No 1/2014.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan membangun kampung akuarium, kawasan permukiman yang digusur di era Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Pembangunan permukiman yang oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan disebut sebagai kampung susun itu berlokasi di kawasan cagar budaya Kota Tua dan kembali menuai kritik karena tidak sesuai peruntukan.
Pencanangan pembangunan kampung susun akuarium berupa peletakan batu pertama dilakukan Anies Baswedan, Senin (17/08/2020). Program itu dikatakan merupakan salah satu upaya Pemprov DKI Jakarta untuk meningkatan kualitas permukiman warganya melalui penataan kampung.
Menilik lokasi pembangunan, kampung susun akuarium aslinya berada di kawasan cagar budaya Kota Tua, tepatnya di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara. Di era Basuki Tjahaja Purnama menjadi Gubernur DKI Jakarta, penduduk di kampung itu digusur karena dianggap menghuni tanah milik pemerintah.
Basuki pada 2016 menggusur kampung akuarium karena ingin mengembalikan fungsi lahan yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (RDTRPZ). Dalam perda itu, lokasi kampung akuarium merupakan zona merah atau lahan khusus untuk kepentingan pemerintah.
Gembong Warsono, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta, yang dihubungi pada Rabu (19/8/2020) menyatakan, pembangunan kampung akuarium mestinya harus sesuai dengan peraturan yang ada.
”Karena digusur untuk dikembalikan ke fungsi semula sebagai lahan milik pemerintah, boleh. Fungsi pemerintahan yang akan dikembalikan itu adalah akan digabung dengan kawasan cagar budaya Kota Tua. Namun, kalau di lahan itu dibangun permukiman, Anies sama saja melanggar Perda Nomor 1 Tahun 2014 itu karena revisi peruntukan dalam RDTR saja belum ada,” kata Gembong menegaskan.
Langkah Pemprov DKI Jakarta itu, lanjut Gembong, dikhawatirkan akan melegalkan kesalahan yang dilakukan pemprov. Utamanya karena Perda No 1/2014 itu segera memasuki revisi.
”Melalui perda itu seharusnya pemprov menegakkan perda, bukan malah melakukan pelanggaran,” kata Gembong.
Sementara, karena kawasan kampung akuarium itu terletak di kawasan cagar budaya, sesuai Undang-Undang No 11/2010 tentang Cagar Budaya, untuk melakukan pembangunan harus dilakukan penggalian arkeologi.
Candrian Attahiyat, arkeolog yang tergabung dalam tim ahli cagar budaya DKI Jakarta, menjelaskan, penggalian arkeologi di kawasan itu sudah dilakukan. Tim menemukan bagian fondasi bangunan laboratorium oseanografi.
”Jadi, apa yang selama ini disebut akuarium itu bukan akuarium kecil begitu, melainkan gedung laboratorium oseanografi yang dibangun pada 1922,” ujar Candrian.
Jadi, apa yang selama ini disebut akuarium itu bukan akuarium kecil begitu, melainkan gedung laboratorium oseanografi yang dibangun pada 1922.
Dengan penggalian sedalam 2 meter, tim arkeolog menemukan bagian dari fondasi itu sepanjang 8 meter. ”Tim sudah merekomendasikan supaya temuan itu diuruk kembali dan diberi tanda khusus, serta di atasnya tidak boleh ada bangunan. Tim tidak akan merekonstruksi, tetapi menggambar kembali denah laboratorium itu,” tutur Candrian.
Adanya penemuan itu, lanjut Candrian, mendorong terjadinya modifikasi perencanaan pembangunan rumah susun. Pembangunan akan digeser ke arah selatan, sementara di titik penemuan akan dibangun ruang informasi supaya ada kejelasan informasi mengenai asal-usul kawasan itu.
Sarjoko, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta, menambahkan, sesuai studi ekskavasi oleh tim arkeologi, benda-benda temuan sudah didokumentasikan dan diamankan. ”Sesuai aspirasi warga nantinya akan dapat dibuatkan semacam ruang galeri di lantai dasar,” ujar Sarjoko.
Adapun kampung susun akuarium itu direncanakan dibangun di atas lahan sekitar 10.000 meter persegi. Kampung ini akan terdiri dari lima blok dan diisi oleh 241 hunian dengan tipe 36.
”Pembangunan kampung akuarium direncanakan dimulai pada September 2020. Pembangunan dilakukan berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 878 Tahun 2018 tentang Gugus Tugas Pelaksanaan Penataan Kampung dan Masyarakat,” ucapnya.
Perencanaan desain kampung susun akuarium ini telah melibatkan partisipasi warga kampung akuarium dan telah melalui sidang tim ahli cagar budaya dan sidang pemugaran oleh tim ahli bangunan gedung. Pembangunan ini direncanakan selesai pada Desember 2021 atau kemungkinan lebih cepat.
Adapun kebutuhan anggaran untuk pekerjaan pembangunan itu sedang dihitung ulang oleh perencana, yaitu karena ada perubahan kebutuhan, termasuk pembangunan tempat ibadah.
”Anggaran yang tersedia saat ini baru Rp 62 miliar yang merupakan kewajiban dari pemegang izin pemanfaatan ruang sesuai Pergub Nomor 112 Tahun 2019. Jika nanti alokasi anggaran belum mencukupi, akan dicarikan sumber pembiayaaan dari kewajiban pengembang lainnya. Jadi, pembangunan kampung akuarium tidak menjadi bagian dari anggaran pembangunan rusun oleh DPRKP,” paparnya.
Adapun pemegang izin yang dimaksud adalah PT Almaron Perkasa sebagai pihak swasta yang berkolaborasi dalam pembangunan kampung susun akuarium itu.