Imbauan Pemprov DKI Jakarta agar ketua RW membentuk kader penanganan Covid-19 di setiap rumah belum terlaksana di lapangan. Bahkan, di RW zona merah sekalipun, protokol kesehatan masih longgar.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meminta ketua rukun warga atau RW membentuk kader penanganan Covid-19 di setiap rumah. Imbauan ini belum terlaksana di lapangan. Bahkan, di RW zona merah sekalipun, protokol kesehatan tidak berjalan dengan ketat.
Imbauan untuk membentuk kader penanganan Covid-19 di setiap rumah disampaikan Wakil Gubernur Jakarta Ahmad Riza Patria, Sabtu (22/8/2020). Dikutip dari Kompas.com, Riza menjelaskan, kader penanganan Covid-19 yang ada di setiap rumah bertugas untuk memeriksa kondisi anggota keluarga. Lalu, hasil tersebut dilaporkan ke ketua RT.
Di RT 006 RW 004 Kelurahan Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, warga belum mendapat informasi mengenai imbauan ini. ”Belum ada instruksi untuk membuat kader Covid-19 di setiap rumah,” kata Siti Aisyah (54), istri ketua RT 006, Senin (24/8).
RW 004 Kelurahan Petamburan merupakan satu dari 27 RW zona merah di DKI Jakarta. Sekitar seminggu lalu, ada seorang perempuan berusia 20 tahun, warga RT 006, yang meninggal karena Covid-19.
”Sekarang, om dia yang tinggal serumah sedang diisolasi juga. Setelah ada warga meninggal, ada beberapa dokter dari puskesmas yang memantau warga, tetapi sekarang sudah tidak ada. Untuk protokol kesehatan, saya saja yang bawel kepada warga sekitar, terutama anak-anak, supaya mengenakan masker,” tutur Siti.
Di RW 004 Petamburan itu, salah satu permukiman warga berada di gang yang berukurannya 1 meter, warga umumnya tidak memakai masker saat di luar rumah. Ibu-ibu, penjaga warung, dan anak-anak yang bermain di gang rata-rata tidak mengenakan masker.
Trisnayanti (51), warga RT 006 RW 004 menyadari bahwa tempat tinggalnya merupakan zona merah. Akan tetapi, dia merasa pengap jika mengenakan masker seharian. Sekali seminggu, katanya, anggota Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) mengadakan razia masker.
”Kalau lagi ada razia, ya, pakai masker. Akan tetapi, kalau seharian pakai masker rasanya pengap. Ini cucu saya saja enggak mau pakai,” katanya, menunjuk si cucu berusia dua tahun yang sedang main sepeda.
Tris setuju dengan pembentukan kader penanganan Covid-19 di rumah. Dia siap jadi kader penanganan Covid-19 dan melaporkan kesehatan anggota keluarga secara berkala.
Gema Restu (23), pemilik warung di RW 004 menjelaskan, kader penanganan Covid-19 itu penting karena kawasan RW tidak lagi ditutup untuk umum. Siapa saja bisa masuk ke kawasan ini.
”Kalau ada arahan untuk melaporkan kondisi kesehatan keluarga, ini kan paling tidak bisa memperkecil risiko penularan. Di warungku, misalnya, siapa saja bisa belanja dan tak semua pakai masker. Bisa saja kami kena (Covid-19),” ujarnya.
Di RW 001 Kelurahan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, yang juga RW zona merah, pemantauan kesehatan warga melibatkan PKK dan kader jumantik. Akan tetapi, pembentukan kader penanganan Covid-19 di setiap rumah juga belum ada.
Ketua RT 009 RW 001 Bendungan Hilir Syafei menjelaskan, kader jumantik memeriksa rumah warga setiap Jumat. Selain memantau jentik nyamuk, kader jumantik pun menanyakan kondisi kesehatan warga. ”Kalau ada warga yang sakit, kader jumantik melapor langsung kepada saya,” kata Syafei.
Dia menambahkan, masing-masing RT juga memiliki satuan tugas Covid-19. Jumlah anggotanya lima orang. Mereka bertugas untuk memastikan protokol kesehatan diterapkan oleh warga.
Selain rumah warga, di kawasan ini juga terdapat beberapa tempat kos. Syafei sudah memerintahkan pemilik kos untuk tidak dulu menerima orang baru. Jika tetap menerima penghuni baru, pemilik kos harus meminta surat keterangan hasil negatif Covid-19 dari orang tersebut.
Ketua Satgas Pengendalian Covid-19 dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Budi Haryanto berpendapat, imbauan untuk membentuk kader penanganan Covid-19 di setiap rumah itu tidak efektif. Sebab, sistem komunikasi antarwarga di saat wabah sudah terjadi jauh sebelum imbauan itu keluar.
Melalui grup WhatsApp di tingkat RT, lanjut Budi, warga proaktif melaporkan jika ada warga yang sakit. Jika ada warga yang diduga terinfeksi Covid-19, informasi tersebut akan cepat menyebar. Seharusnya, sistem komunikasi ini sudah lebih dari cukup untuk memantau kondisi kesehatan warga.