Mempermudah Balas Dendam
Pembunuh bayaran sering digunakan untuk melampiaskan dendam. Masalah percintaan dan seks, harga diri, harta, utang piutang, serta perkara bisnis sering menjadi motif utamanya.
Akumulasi amarah dan kekecewaan seseorang terhadap pihak lain mendorong yang bersangkutan membalas dendam. Pemenuhan balas dendam, seperti yang umum terjadi di lingkungan kelompok tribalistik, dianggap mampu menguras rasa amarah dan kekecewaan tersebut. Hati dan pikiran tak lagi menghantui yang bersangkutan sebagai ”orang yang kalah”. Untuk mempermudah pemenuhan balas dendam tersebut, sebagian orang memanfaatkan pembunuh bayaran.
Pemberitaan media massa nasional maupun lokal mengenai sejumlah kasus pembunuhan di Tanah Air dalam tiga dekade terakhir menunjukkan, sebagian besar motif pembunuhan berlatar belakang seks, diikuti soal harga diri, serta soal harta, utang piutang, serta perkara bisnis lainnya. Meski demikian, pemeringkatan motif ini sering kali tidak terpisah, atau berdiri sendiri. Kadang terkait satu sama lain.
Kecenderungan ini selayaknya menjadi modal kalangan reserse Polri mengawali penyelidikan kasus pembunuhan. Berdasar keterangaan sementara para saksi dan alat bukti yang masih minim yang bisa dikumpulkan, polisi akan memeriksa kemungkinan motif pertama kasus berlatar belakangan seks, mulai dari perselingkuhan, hamil di luar nikah, relasi hubungan intim di luar nikah di antara pacar heteroseksual maupun homoseksual, sampai buruknya kehidupan seks pasangan suami istri.
Jika motif ini tidak ditemukan, penyidik akan memeriksa motif pembunuhan berlatar belakang soal harga diri. Korban sering menghina, melecehkan, menekan, mencaci maki, atau tidak memberikan ganjaran yang seharusnya diterima pelaku. Jika penyidik tak juga menemukan motif tersebut, fokus penyelidikan dialihkan ke soal kemungkinan berebut harta, utang piutang, atau perkara perkara bisnis lainnya.
Kemungkinan motif berlatar belakang seks akan mengarahkan penyidik mengumpulkan informasi mengenai kehidupan paling pribadi korban. Jika tidak ditemukan motif tersebut, penyidik akan mengarahkan penyelidikan pada orang-orang yang diduga pernah dikecewakan atau dilukai perasaan dan harga dirinya oleh korban.
Selanjutnya, jika tak ditemukan juga motif berlatar belakang soal harga diri, penyidik akan mengarahkan penyelidikan pada persoalan perebutan harta, utang piutang, dan perkara bisnis lainnya. Jika kemungkinan motif ini menguat, penyidik dipastikan bakal menghubungi sejumlah bank maupun lembaga keuangan nonbank, dan tentu saja, Bank Indonesia.
Dua kasus pembunuhan
Dalam dua bulan terakhir tahun ini di Jakarta, terjadi dua kasus pembunuhan berencana yang diduga dilakukan pembunuh bayaran. Kasus pertama menimpa pengusaha roti warga negara Taiwan, Hsu Ming Hu, sedangkan kasus kedua menimpa pengusaha pelayaran, Sugianto.
Baca juga: Dendam Karyawati Latari Penembakan Bos Pelayaran
Hsu Ming Hu tewas ditusuk dengan sangkur bergerigi lima kali oleh tiga pelaku pada 24 Juli 2020 di kamar mandi rumah korban. Mayat korban kemudian dibuang ke Sungai Citarum, Subang, Jawa Barat. Mayat ditemukan warga tanggal 26 Juli 2020. Polisi menetapkan lima tersangka terlibat pembunuhan ini.
Kemudian, polisi mengungkap, dalang pembunuhan adalah karyawan Hsu Ming Hu berinisial ”SS”. Dia sakit hati pada korban karena sejak 2018 sering dilecehkan, bahkan dihamili. Korban kemudian memberi uang Rp 10 juta dan meminta SS menggugurkan kandungan hasil hubungan intim mereka.
Untuk membunuh majikannya, SS memanfaatkan kelompok pembunuh bayaran dengan memberi uang muka Rp 30 juta dari total uang yang dijanjikan sebesar Rp 100 juta.
Baca juga: Dendam Sekretaris Pribadi Bos Roti Asal Taiwan Berbuah Fatal
Kasus pembunuhan dengan memanfaatkan pembunuh bayaran terjadi lagi pada Kamis (13/8/2020) di Ruko Royal Gading Square 3, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Korbannya adalah Sugianto, pengusaha pelayaran. Satu di antara dua pelaku menembak korban hingga tewas.
Kepala Polda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana, pada Senin (24/8/2020) di Jakarta, mengatakan, pembunuhan itu diotaki oleh NL, yang merupakan karyawan Sugianto. Berdasarkan pengakuan NL, dia sakit hati karena sering dimaki, diancam, dan dilecehkan.
Menurut Nana, NL sering diajak melakukan hal-hal di luar pekerjaan. Dia sering diajak melakukan persetubuhan. NL yang mengurusi pajak kantor sejak 2015 juga menggelapkan sebagian uang pajak dan diketahui oleh Sugianto. Sugianto mengancam akan melaporkan ke polisi sehingga NL merasa ketakutan dan meminta M, suami sirinya, mencarikan pembunuh bayaran dengan imbalan Rp 200 juta.
M akhirnya mendapatkan kelompok pembunuh bayaran. DM menjadi eksekutor, SY memboncengkan DM setelah melakukan eksekusi. Selain NL, M, DM, dan SY, polisi juga menangkap delapan orang lain yang terlibat. Mereka merupakan penjual senjata, perantara penjualan senjata, pengantar senjata, dan orang-orang yang turut serta dalam pembunuhan itu.
Kasus 2019
Pada tahun 2019, jasa pembunuh bayaran mulai populer. Hal tersebut tampak dari sejumlah kasus yang memanfaatkan para pembunuh bayaran di tahun tersebut. Jumlahnya terbanyak dibanding tahun-tahun sebelumnya sejak tahun 2000-an.
Baca juga: Zuraida Dituntut Penjara Seumur Hidup atas Pembunuhan Suaminya
Tanggal 13 September 2019, seorang laki-laki ditikam satu dari dua pembunuh bayaran di Jalan Boulevard Gading Raya depan North Jakarta Internasional School, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Pembunuhan ini gagal karena korban melarikan diri dalam kondisi luka berat.
Dalang pembunuhan adalah istrinya sendiri. Dengan bantuan pria selingkuhannya, sang istri menjanjikan akan membayar dua tersangka sebesar Rp 300 juta. Sebanyak Rp 100 juta sudah dibayar sebagai uang tanda jadi.
Kasus serupa terjadi pada 29 November 2019. Hakim Pengadilan Negeri Medan, Jamaluddin, tewas dibunuh. Jenazahnya dibuang di Kutalimbaru. Otak pembunuhan adalah istri mudanya, Zuraida Hanum. Dia menjanjikan uang Rp 100 juta untuk membiayai umrah kedua pelaku, Jefri Pratama dan Reza Fahlevi, serta orangtua mereka, setelah membunuh. Jefri adalah pasangan selingkuh Zuraida.
Dalam pengadilan terungkap motif pembunuhan yang melatarbelakangi kasus ini. Zuraida sakit hati almarhum suaminya pernah mengatakan, dirinya bisa dicicipi orang lain. Namun, menurut Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik dalam sidang, sang suami mengatakan hal itu karena sudah tahu jika Zuraida telah berhubungan intim dengan Jefri.
Di Kecamatan Terisi, Indramayu, Jawa Barat, seorang ibu menyewa tiga pembunuh bayaran untuk membunuh anak semata wayangnya. Kasus ini juga melibatkan dua tersangka lain. Untuk mengeksekusi anaknya, sang ibu membayar mereka Rp 20 juta. Menurut pengakuannya, anak tunggalnya sering menganiaya dirinya. Korban yang pencandu narkoba itu kerap meminta uang dan bagian warisan tanah.
Di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Edi Chandra Purnama dan anaknya, M Adi Pradana, dibunuh para pembunuh bayaran pada Sabtu (23/8/2019) malam. Dalang pembunuhan adalah istrinya, Aulia Kesuma, yang menyewa empat pembunuh bayaran dengan tarif Rp 500 juta. Sebagai uang muka, Aulia membayar mereka Rp 130 juta. Aulia membunuh untuk menguasai harta korban. Aulia diketahui terlilit utang dan berniat menjual rumah Edi.
Bakal menyulitkan
Dalam dunia yang kian pragmatis ini, kecenderungan pembunuh menggunakan jasa pembunuh bayaran, seperti ditunjukkan sejumlah kasus di tahun 2019, bisa jadi bakal makin banyak. Mengapa? Sebab, eksekusi bakal berlangsung rapi dan tidak lagi melibatkan emosi yang kurang terkontrol si penggagas pembunuhan.
Aksi para pembunuh bayaran bisa jadi bakal menyulitkan proses pengungkapan kasus yang dilakukan penyidik. Para pembunuh bayaran bakal lebih rapi mengeksekusi korban dibandingkan jika pelanggan mereka sendiri yang membunuh.
Para pembunuh bayaran ini umumnya residivis kelas kakap. Mereka bisa berasal dari kalangan sipil ataupun militer. Meski demikian, para pelaku dari kalangan militer atau eks militer lebih bisa diandalkan.
Maklum, di lingkungan militer mana pun di dunia berlaku adagium, ”Membunuh sebelum dibunuh”. Tugas pokok militer memang menjadi ”mesin pembunuh” menghadapi musuh dari luar. Namun, ”mesin pembunuh” ini kadang-kadang memangsa anak bangsanya sendiri.
Pembunuh bayaran Iwan Cepi Murtado, misalnya. Ia sudah membunuh tujuh pengusaha kaya raya atas suruhan petinggi negeri. Sasaran korban adalah mereka yang dianggap mengganggu proyek para petinggi negeri.
Iwan adalah mantan anggota pasukan Raider Kodam Brawijaya, Malang, Jawa Timur, yang ikut menumpas Gerakan 30 September 1965. Setelah peristiwa tersebut, Iwan kabur dan desersi. Dari pengalamannya membantai pada tahun 1965 itu, Iwan mengaku mudah merancang pembunuhan dan mengeksekusi korban dengan tenang dan dingin. Ia dikenal pandai merancang alibi dan membunuh dengan senyap.
Tidak menyelesaikan masalah
Pemuasan diri lewat balas dendam yang diakhir pembunuhan sebenarnya tidak menyelesaikan masalah pribadi yang bersangkutan. Tindakan tersebut justru menjadi cermin ketidakmampuan yang bersangkutan mengendalikan emosi, menghindari sumber rasa marah dan kecewa, serta mengubah perasaan balas dendam menjadi pemacu prestasi seperti disampaikan kalangan psikolog klinis.
Boleh saja lewat jasa pembunuh bayaran, suasana hati mereka yang mengharapkan kematian seseorang tidak akan terlalu keruh. Namun, bukankah tidak ada kejahatan yang sempurna?
(Windoro Adi, wartawan Kompas 1991-2019)