Penyebaran Informasi Keliru Picu Penyerangan di Polsek Ciracas dan Pasar Rebo
Pemerintah gagal memastikan keamanan di masyarakat karena konflik antara TNI dan polisi kerap terjadi di wilayah sipil. Seharusnya pemerintah malu membiarkan konflik itu terjadi berulang kali.
Oleh
AGUIDO ADRI/ I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Insiden penyerangan di Polsek Ciracas, Jakarta Timur, berawal dari informasi keliru yang tersebar sehingga memicu emosi massa. Sejumlah orang kini tengah menjalani pemeriksaan sehubungan dengan kejadian tersebut. Panglima Komando Daerah Militer menekankan kepada anggotanya agar tidak menelan mentah-mentah informasi yang belum terbukti kebenarannya.
Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) Jaya Mayor Jenderal Dudung Abdurachman mengungkapkan, insiden penyerangan yang berujung perusakan dan pembakaran di Polsek Ciracas berawal dari sebuah kecelakaan tunggal di Cibubur, Jakarta Timur, pada 27 Agustus 2020 pukul 20.00. Kecelakaan itu menimpa Prada Dua (Prada) MI, anggota TNI yang bertugas di Direktorat Hukum TNI Angkatan Darat (Ditkumad).
Prada MI kemudian ditolong oleh masyarakat sekitar dan dibawa ke rumah sakit untuk menjalani perawatan. Namun, beberapa saat kemudian, Kepala Polsek Ciracas mendapat informasi bahwa Prada MI terluka karena jatuh dari kendaraan, lalu dikeroyok. Mendapat informasi tersebut, Kepala Polsek Ciracas kemudian melapor kepada Kepala Polres Jakarta Timur untuk melakukan pengecekan ke lokasi kecelakaan tunggal.
Hasil pengecekan di lokasi didapat informasi dari sembilan saksi masyarakat bahwa tidak ada insiden pengeroyokan oleh masyarakat ataupun pihak lain terhadap Prada MI.
”Dari HP milik Prada MI, ditemukan bahwa yang bersangkutan memberikan informasi kepada angkatannya, angkatan 2017, bahwa dia telah dikeroyok dan bukan kecelakaan tunggal. Begitu juga saat ditelepon seniornya, dia mengaku dikeroyok. Tapi, SMS kepada komandannya, dia mengaku (mengalami) kecelakaan tunggal,” tutur Dudung lewat siaran langsung.
Informasi keliru yang menyebut Prada MI dikeroyok tersebar luas di media sosial dan memicu emosi dari rekan-rekan angkatannya. Mereka lalu mendatangi lokasi kecelakaan pukul 23.00. Di sana, mereka lantas mengamuk, di saat kepolisian dan TNI sedang melaksanakan olah tempat kejadian perkara (TKP).
Menurut Dudung, Komandan Komando Distrik Militer (Dandim) 0505/Jakarta Timur Kolonel Kav Rakhyanto Edi telah menjelaskan bahwa Prada MI mengalami kecelakaan tunggal dan tidak dikeroyok. Namun, massa tidak menggubris dan merusak toko-toko di sekitar. Mereka lalu melarikan diri ke arah Polsek Pasar Rebo dan Polsek Ciracas.
Komandan Komando Distrik Militer (Dandim) 0505/Jakarta Timur Kolonel Kav Rakhyanto Edi telah menjelaskan bahwa Prada MI mengalami kecelakaan tunggal dan tidak dikeroyok. Namun, massa tidak menggubris.
”Dari hasil penyelidikan yang kami dapatkan, ada enam orang yang saat ini sedang diperiksa dari hasil SMS antara Prada MI dengan kawan-kawannya. Sekarang sedang dalam pemeriksaan di Pomdam (Polisi Militer Kodam) Jaya,” kata Dudung.
Atas insiden itu, Dudung menekankan kepada seluruh komandan satuan (dansat) untuk menyosialisasikan kepada anggotanya agar tidak menelan informasi secara mentah-mentah. Dudung mengingatkan anggotanya untuk menganalisis dan juga memverifikasi informasi yang beredar terlebih dahulu.
Masyarakat sipil
Dudung memastikan tidak ada masyarakat sipil yang terlibat dalam aksi penyerangan di Polsek Pasar Rebo dan Polsek Ciracas. Ia menyebut Prada MI yang kini tengah menjalani perawatan dan juga rekan-rekannya turut menjalani pemeriksaan.
Menurut Dudung, Panglima TNI telah memerintahkan dia untuk menindak tegas semua pelaku penyerangan. Kodam Jaya bekerja sama dengan Polda Metro Jaya dalam hal pengembangan penyelidikan. Dari hasil rekaman kamera pemantau di sekitar lokasi penyerangan, identitas pelaku penyerangan sebagian sudah diketahui.
Dudung berjanji akan transparan dan mengungkapkan hasil penyelidikan kepada masyarakat. Ke depan, TNI bersama kepolisian akan melaksanakan patroli bersama.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sudjana menyampaikan, kepolisian langsung berkoordinasi dengan Pangdam Jaya setelah insiden tersebut terjadi. Nana mengaku telah membentuk tim terpadu dalam rangka penyelidikan terhadap kasus penyerangan dua polsek tersebut.
Menurut Nana, polisi telah mempelajari rekaman kamera pemantau. Hasilnya akan diserahkan kepada Pomdam Jaya. Nana menyebut penyerangan dua polsek tersebut bukan kejadian yang berkaitan dengan insiden serupa pada Desember 2018. Saat itu, Polsek Ciracas juga diserang sekelompok orang pada dini hari.
”Saya rasa ini tidak ada kaitannya dengan kejadian dulu. Mereka (pelaku penyerangan polsek) berupaya mencari pelaku yang mengeroyok temannya (Prada MI),” kata Nana.
Sementara itu, peneliti dari Imparsial, Husein Ahmad, mengatakan, terkait peristiwa yang terjadi di daerah Ciracas, Jakarta Timur, pada Sabtu dini hari, TNI dan polisi harus bersinergi dan berkolaborasi untuk menyelesaikan penanganan kasus yang diduga dilakukan anggota TNI. Hal ini penting dilakukan agar tidak ada peristiwa terulang.
”Pangdam dan Kapolda harus memerintahkan anggotanya untuk menghentikan kekerasan dalam bentuk apa pun. Konflik antara anggota tentara dan polisi terus berulang, yang di Ciracas sudah kedua kali terjadi. TNI dipersenjatai untuk melindungi negara dan warga. Itu tugas mereka,” kata Husein, saat dihubungi.
Husein mengatakan, konflik antara anggota TNI dan polisi harus menjadi perhatian lebih dalam bukan hanya dari Pangdam dan Kapolda, melainkan juga Panglima TNI dan Kapolri karena konflik dua institusi tersebut kerap terjadi di wilayah sipil yang secara langsung membahayakan masyarakat.
”Kasus terjadi di wilayah sipil. Pemerintah gagal memastikan rasa aman di masyarakat karena konflik dua institusi ini. Seharusnya pemerintah malu karena membiarkannya,” kata Husein.
Pangdam Jaya berjanji akan transparan dan mengungkapkan hasil penyelidikan kepada masyarakat.
Menurut Husein, jika benar anggota TNI terbukti melakukan tindak pidana, maka harus diproses secara hukum dan harus diurus hingga meja pengadilan sipil agar ada efek jera dan tindakan serupa tidak terulang. Minimnya penghukuman dalam kasus-kasus seperti ini membuat kasus-kasus serupa kembali berulang.