Mengingat jumlah kasus Covid-19 yang masih marak, kesadaran untuk menerapkan protokol kesehatan, seperti memakai masker, harus terus digaungkan. Tak ketinggalan, jumantik ikut mengawasi pemakaian masker.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·5 menit baca
Jumantik kini menjadi salah satu unsur terpenting untuk mengampanyekan penggunaan masker yang baik dan benar di kalangan warga. Meski jumantik telah menjadi juru selamat bagi mereka selama puluhan tahun, tak mudah bagi para jumantik untuk menyadarkan warga.
Keramaian terlihat di Pasar Pintu Air Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (31/8/2020). Hanya beberapa pedagang dan pembeli yang disiplin memakai masker dengan cara yang baik dan benar. Selebihnya hanya mengalungkan maskernya di leher dan dagu, bahkan masih banyak yang tidak memakai masker sama sekali.
Di salah satu pangkalan ojek di kawasan Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat, para pengemudi ojek daring terlihat berkerumun. Tak ada satu pun dari mereka mengenakan masker meskipun mereka mengobrol dengan jarak kurang dari setengah meter.
Pemandangan di kedua lokasi itu juga jamak kita jumpai di tempat lain. Hal ini menunjukkan bahwa kepatuhan warga untuk menggunakan masker saat berkegiatan di luar rumah masih relatif rendah.
Kondisi ini diakui oleh Titi, Ketua RT 018 RW 005 Petamburan, yang juga salah satu koordinator wilayah (korwil) juru pemantau jentik (jumantik) di Petamburan. ”Kalau ditanya, sih, mereka bilang punya (masker), tetapi kalau di luar masih susah (dipakai). Warga masih harus selalu diingatkan pakai masker,” katanya saat ditemui di rumahnya.
Menurut Titi, razia masker kerap digelar oleh anggota Satpol PP di wilayahnya, termasuk di Pasar Pintu Air. Namun, selalu saja ada warga yang terjaring razia tersebut. Terlebih, warga yang terjaring razia hanya dikenai sanksi sosial, yakni menyapu jalanan.
”Di sini belum ada denda, tapi disuruh nyapu. Nyapu juga begitu-begitu doang selesai. Jadi, efek jeranya masih ringan,” ungkapnya.
Sebelumnya terdapat tiga selebaran berisi imbauan untuk memakai masker yang dipasang di kawasan RT 018. Namun, selebaran tersebut saat ini tidak diketahui keberadaannya. Ia menduga selebaran tersebut dicabut oleh anak-anak yang kerap bermain di sana.
”Ada selebaran yang dipasang RW kemarin. Cuma enggak tau sekarang masih ada atau enggak. Yang disini aja sudah dicabut sama anak-anak,” katanya.
Untuk mengampanyekan penggunaan masker kepada warga, Titi turut memaksimalkan peran jumantik di bawah koordinasinya. Selain mengecek jentik nyamuk ke rumah-rumah warga setiap hari Jumat, mereka juga mengingatkan warga untuk memakai masker dengan baik dan benar, terutama saat beraktivitas di luar rumah.
Tatik (65), jumantik di RT 001 RW 004 Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan, tak pernah lelah mengingatkan warga yang tidak memakai masker di luar rumah setiap hari Kamis. Ia terkenal sangat keras saat mengingatkan warga. Bahkan, saat berkeliling, ia membawa pengeras suara. Pelantang suara ini kerap membuat anak-anak ketakutan dan masuk ke dalam rumah.
”Mereka yang pergi tanpa pakai masker, benar-benar saya hentikan. Saya suruh pulang ambil masker," ujar perempuan yang menjadi jumantik pada era kepemimpinan tujuh lurah yang berbeda itu.
Kendati demikian, Tatik masih kerap diremehkan oleh warga. Ia mengaku tidak gentar karena hal tersebut sudah diamanahkan kepadanya. ”Ada yang bilang kalau penyakit datangnya dari atas. Dia enggak mikir kalau tetangga pada ketularan,” ujarnya.
Menurut Tatik, warga yang meremehkan imbauannya kebanyakan bukan warga dari RT-nya, melainkan warga dari tempat lain yang sedang berada di RT-nya. Ia menilai, 35 KK yang ada di RT-nya cenderung menurut. Sebab, mereka juga khawatir akan bernasib sama dengan beberapa warga di RW sebelah yang terkena Covid-19.
”Di RW sebelah ada yang positif terus menulari tetangga-tetangganya. Warga di sini ketakutan kalau diingatkan soal itu,” katanya.
Sukiyono, Ketua RW 007 Cideng, Gambir, Jakarta Pusat, juga melibatkan jumantik dan ibu-ibu PKK dalam menyadarkan warganya. Setiap pekan, jumantik selalu berkeliling ke rumah-rumah untuk membagikan masker. Hal yang sama dilakukan ibu-ibu PKK saat posyandu.
”Kemarin kami dapat bantuan ratusan masker dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kami bagi-bagikan ke warga,” katanya.
Sebelumnya, Ema (67), jumantik di RT 001 RW 001, Jembatan Besi, Tambora, Jakarta Barat, juga kerap mengingatkan anak-anak untuk memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Hal itu rutin ia lakukan setiap Jumat, terlebih seusai salah satu warga di RT-nya dinyatakan positif Covid-19.
”Tapi, warga sini pada taat pakai masker kalau diingatkan. Mereka waspada karena ada yang positif (Covid-19) kemarin. Sekarang, warga yang kena Covid-19 itu sudah sembuh,” ungkap perempuan yang menjadi jumantik sejak 1975 tersebut.
Mereka yang pergi tanpa pakai masker benar-benar saya hentikan. Saya suruh pulang ambil masker.
Pengurus Pusat Bidang Politik dan Kesehatan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Syahrizal Syarif mengemukakan, ada tiga hal yang perlu dilakukan saat ini. Pertama, semua masyarakat harus memiliki masker, bagaimanapun caranya. Kedua, pemerintah harus melakukan kampanye penggunaan masker besar-besaran. Ketiga, pelanggar protokol harus dijatuhi sanksi yang dapat menimbulkan efek jera.
”Ibaratkan seperti pilkada. Libatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga tokoh milenial dalam kampanye masker,” katanya.
Ia menggambarkan, 50.000 kasus pertama Covid-19 di Indonesia terjadi selama 114 hari, sedangkan 50.000 kasus yang kedua terjadi selama 33 hari. Adapun 50.000 kasus yang ketiga terjadi dalam waktu 23 hari. Tanpa dibarengi dengan kesadaran warga, bukan tidak mungkin 50.000 kasus yang keempat terjadi hanya dalam waktu 15-16 hari.
”Dengan kondisi seperti ini, akhir tahun kita bisa mencapai 500.000 kasus. Yang lebih mengkhawatirkan adalah daya tampung rumah sakit kita. Bisa jadi kita akan kewalahan,” ujarnya.
Mengingat jumlah kasus Covid-19 yang masih marak, kesadaran untuk menerapkan protokol kesehatan, seperti memakai masker, harus terus digaungkan. Imbauan para jumantik pun perlu terus disuarakan.