UMKM Kota Bekasi menolak menyerah pada keadaan. Pandemi Covid-19 tak menyurutkan semangat pelaku UMKM untuk berjuang menjaga ekonomi di Kota Bekasi.
Oleh
STEFANUS ATO
·5 menit baca
Usaha mikro kecil dan menengah di Kota Bekasi menjadi tulang punggung pemulihan ekonomi pada masa pandemi Covid-19. Hal ini setidaknya tecermin dari deflasi Kota Bekasi pada Juli 2020 yang menjadi terendah di Jawa Barat, bersama Kota Bogor.
Data Badan Pusat Statistik Kota Bekasi menyebutkan, deflasi Kota Bekasi pada Juli 2020 sebesar 0,01 persen dengan indeks harga konsumen sebesar 106,98. Dari pantauan di 7 kota di Provinsi Jawa Barat, deflasi terendah tercatat di Kota Bekasi dan Bogor, yaitu 0,01 persen. Adapun deflasi tertinggi ada di Kota Depok, yaitu 0,16 persen.
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bekasi Abdillah Hamta menyatakan, rendahnya deflasi tidak terlepas dari keberadaan 23.000 UMKM di Kota Bekasi yang tetap menjalankan aktivitas usahanya. Geliat usaha UMKM Kota Bekasi tidak terlepas dari kebijakan Pemerintah Kota Bekasi yang sejak April 2020 memberikan suntikan dana segar kepada pelaku UMKM.
”Ketika Covid-19 melanda Kota Bekasi, Wali Kota Rahmat Effendi membuat kebijakan dengan menggulirkan dana stimulus sebesar Rp 4,3 miliar. Dana itu kami pinjamkan kepada pelaku UMKM di Kota Bekasi selama satu tahun tanpa bunga,” kata Abdillah, pada pertemuan virtual bertema Ngopi Kemerdekaan ”Kopi Gaya Hidup dan UMKM”, Minggu (30/8/2020).
Dana stimulus sudah disalurkan kepada ribuan pelaku UMKM di Kota Bekasi. Anggaran itu pula yang berhasil membangkitkan kembali aktivitas perekonomian di sekor usaha mikro kecil menengah yang sempat terganggu dan terancam gulung tikar.
Selain menggenjot produksi pelaku UMKM, Kota Bekasi juga menyiapkan pagu anggaran sebesar Rp 5,7 miliar untuk membeli kembali hasil produksi UMKM di Kota Bekasi. ”Hasil produksi yang dibeli dari pemerintah daerah itu kami berikan kepada masyarakat Kota Bekasi. Misalnya, masker, alat kesehatan, dan berbagai minuman kesehatan,” kata Abdillah.
Kota Bekasi merupakan daerah pertama di Jabodetabek yang sejak awal Juni 2020 memutuskan melonggarkan kebijakan PSBB. Langkah itu diikuti dengan kembali mengizinkan kegiatan UMKM di kota itu untu membuka aktivitas usaha.
Kebijakan itu berdampak signifikan terhadap pendapatan asli daerah Kota Bekasi. Data Badan Pendapatan Daerah Kota Bekasi menyebutkan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Bekasi hingga 24 Juli 2020 mencapai 1,021 triliun. Capaian PAD tersebut didapat dari pajak daerah dengan realisasi Rp 816,6 miliar, retribusi daerah sebesar Rp 39,5 miliar, sektor pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebesar Rp 8,2 miliar, serta dari sektor lain-lain PAD yang sah sebesar Rp156,6 miliar.
Menurut Staf Ahli Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Loro Srinaita Ginting, sektor UMKM memiliki kontribusi terbesar terhadap produk domestik bruto, yaitu mencapai 61 persen dengan tingkat serapan tenaga kerja mencapai 97 persen. Sektor UMKM di Indonesia hanya kalah dalam kegiatan ekspor, yaitu sebesar 14 persen.
”Jumlah UMKM di Indonesia sekitar 64 juta. Jadi, pelaku UMKM merupakan yang terbesar di Indonesia sehingga perhatian pemerintah sangat besar ke sektor ini,” katanya.
Sumbangsih kedai kopi
Kota Bekasi merupakan kota pelayanan dan kota jasa yang minim lahan terbuka untuk kegiatan usaha pertanian dan perkebunan. Namun, kreativitas pelaku UMKM untuk mengelola berbagai jenis biji kopi dari Nusantara menjadikan daerah itu sebagai salah satu kota berkumpulnya pencinta kopi.
Data dari Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bekasi menyebutkan, hingga 2020, ada sekitar 1.300 kedai kopi yang tumbuh dan menjalankan kegiatan usahanya di daerah itu. Menyeduh dan menikmati secangkir kopi di kedai pun kini jadi gaya hidup masyarakat urban di Kota Bekasi. ”Walaupun Kota Bekasi tidak bisa menghasilkan kopi, tetapi bisa menyajikan produk kopi,” kata Abdillah.
Sementara itu, menurut Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Heru Tri Widarto, untuk menjaga kualitas dan pasokan kopi ke dalam negeri, Kementerian Pertanian terus mendorong para petani kopi di Indonesia agar meningkatkan mutu kopi. Hal itu dilakukan dengan setiap tahun rutin membantu para kelompok tani, salah satunya membantu memberikan benih kopi unggulan yang kian digemari para pencinta kopi.
”Kami membantu petani kopi melalui benih unggul yang bermutu dan bersertifikat, termasuk sarana produksi kepada kelompok tani penghasil kopi hampir di seluruh Indonesia,” kata Heru.
Kementerian Pertanian juga tiap tahun fokus melakukan peremajaan dan perluasan tanaman kopi di daerah-daerah penghasil kopi di Indonesia. Adapun untuk menjawab gaya hidup masa kini, petani kopi didorong untuk terus berinovasi dengan mengembangkan kopi organik, termasuk di Jawa Barat, yaitu di Bandung, Garut, dan Majalengka.
Negara produsen kopi
Loro menambahkan, Indonesia merupakan salah satu negara produsen kopi terbesar di dunia selain Brasil, Vietnam, dan Kolombia. Ekspor kopi Indonesia setiap tahun pun meningkat. Pada 2018 ekspor kopi Indonesia hanya sekitar 42 persen. Angka itu meningkat menjadi 49 persen pada 2019.
Posisi Indonesia sebagai produsen kopi dengan harga yang kompetitif di tingkat global tidak terlepas dari sumbangsih pelaku UMKM. Di Indonesia, kebun kopi dikuasai sebagian besar pelaku UMKM terutama perkebunan rakyat, yaitu mencapai 96 persen.
Geliat kopi dari petani berdampak signifikan pada tumbuhnya kedai kopi di Indonesia. Kementerian BUMN mencatat, pada 2016, jumlah kedai kopi di Indonesia baru sebanyak 1.000 kedai kopi. Angka itu meningkat tiga kali lipat, yaitu mencapai 2.950 kedai pada Agustus 2019.
Loro memaparkan, peluang bisnis UMKM kopi yang kian menjanjikan menghadapi tantangan berat di masa pandemi Covid-19. Beberapa persoalan yang tengah dihadapi pelaku UMKM, mulai dari modal, bahan baku, hingga masalah pemasaran.
”Di masa Covid-19, 94 persen pelaku UMKM mengalami penurunan omzet, karena harga jual di bawah tekanan. Tetapi di masa Covid-19 ini, perdagangan kopi secara daring meningkat 50 persen dan penjualan langsung atau luring turun 80 persen,” kata Loro.
Perubahan belanja masyarakat di masa Covid-19 diharapkan dapat dimanfaatkan pelaku UMKM termasuk kedai kopi untuk kian fokus melirik penjualan secara daring. Kementerian BUMN bersama beberapa bank BUMN pun telah merespons kesulitan pelaku UMKM dengan memberikan kemudahan pinjaman, mulai dari kredit komersial dan kredit program seperti kredit usaha rakyat (KUR).