Peningkatan status dua wilayah di Tangerang Raya menjadi zona merah membuat pemerintah daerah mengkaji kemungkinan diterapkannya jam malam.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Dua wilayah di Tangerang Raya kembali masuk zona merah. Hal ini menandakan pembatasan sosial belum cukup efektif menekan laju penularan Covid-19. Pemerintah Kabupaten Tangerang dan Pemerintah Kota Tangerang, Banten, kini tengah mempertimbangkan penerapan jam malam sebagaimana Kota Bogor dan Depok di Jawa Barat.
Pernyataan itu disampaikan Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito. Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang kini menjadi zona merah atau risiko penularan tinggi, meningkat dari zona jingga (risiko penularan sedang).
”Kami sedang mengkaji kemungkinan penerapan jam malam. Selain itu juga penerapan posko cek dan pembatasan kegiatan sosial masyarakat,” ujar Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar melalui pesan singkat, Rabu (2/9/2020).
Penerapan jam malam sebelumnya telah dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dan Kota Depok, Jabar. Dalam penerapan jam malam, Pemkot Bogor memberlakukan jam operasional bagi semua unit usaha hingga pukul 18.00 dan jam malam aktivitas warga di luar rumah hingga pukul 21.00. Penerapan jam malam bertujuan mengurangi aktivitas warga pada malam hari sekaligus mencegah timbulnya kerumunan.
Ditanya lebih jauh, Zaki enggan berkomentar banyak tentang detail teknis penerapan jam malam di Kabupaten Tangerang. Ia mengatakan tengah berkoordinasi dengan sejumlah pihak, termasuk jajaran forum koordinasi pimpinan daerah. ”(Penjelasan lebih detail) nanti setelah selesai dan siap, ya,” ujarnya.
Sementara itu, setelah wilayahnya naik status menjadi zona merah, Wali Kota Tangerang Arief Wismansyah menyampaikan, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan satuan tugas Covid-19 tingkat rukun warga (RW) untuk menerapkan pembatasan sosial berskala lingkungan RW (PSBRL-RW).
Hingga 2 September 2020, terdapat 847 kasus positif Covid-19 di Kota Tangerang. Jumlah RW yang masuk zona kuning atau risiko penularan rendah ada 82 RW. Adapun zona merah 28 RW dan zona hijau 311 RW.
”Ini kasus (Covid-19) terus meningkat. Kami juga sedang mengkaji beberapa pembatasan aktivitas di masyarakat untuk mencegah penyebaran virus,” ujar Arief melalui siaran pers.
Arief menyebut penyebaran virus belum sepenuhnya bisa ditekan karena masih ada kontak erat antara orang yang positif Covid-19 dengan yang sehat. Selain itu, kerumunan warga juga belum dapat diatasi. Atas dasar itu Arief menyatakan bakal membatasi kegiatan warga agar tak terjadi kerumunan. Pemkot Tangerang juga akan terus mengawasi serta menindak warga yang masih melanggar protokol kesehatan.
Di Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Wali Kota Tangsel Airin Rachmi Diany juga menyampaikan tengah mengkaji kemungkinan penerapan jam malam. Berbagai hal menjadi pertimbangan Airin untuk memberlakukan kebijakan tersebut. Ia menyebut akses masyarakat keluar-masuk Tangsel yang banyak dan tersebar menjadi salah satu pertimbangan.
”Kami kaji dulu, ya. Apakah memang akan efektif tidak di Tangsel. Nanti akan kami diskusikan dengan kapolres dan dandim,” kata Airin.
Kebijakan tambahan
Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Budi Haryanto menilai pembatasan aktivitas masyarakat melalui penerapan jam alam merupakan kebijakan tambahan dari protokol kesehatan. Ia mengingatkan pemerintah daerah tidak melupakan upaya lain yang lebih esensial, yaitu melakukan penelusuran kontak dan tes usap secara massif.
Budi melihat ada semacam kegelisahan atau kekhawatiran dari para pemimpin daerah di tengah belum melandainya kasus Covid-19 meski pembatasan sosial terus dilakukan. Menurut Budi, para kepala daerah telah mengetahui bahwa kunci menekan penyebaran virus ada menekan kerumunan warga sehingga opsi kebijakan jam malam dipertimbangkan untuk diterapkan.
”Jam malam ini termasuk ’strategi antara’. Pemerintah daerah mencoba dulu mengurangi kerumunan orang yang biasanya muncul selepas pulang kerja. Banyak warga yang memilih berkumpul di tempat umum, seperti restoran dan kafe. Kalau berhasil menurunkan kasus, kemungkinan jam malam diperpanjang. Tapi kalau tidak, pilihan pemerintah hanya satu, kembali ke PSBB (pembatasan sosial berskala besar) yang ketat seperti di awal-awal Covid-19 muncul,” tutur Budi.
Pemerintah daerah, kata dia, harus melakukan terobosan atau kebijakan yang frontal jika benar-benar berniat menurunkan jumlah kasus. PSBB transisi seperti saat ini dengan kelonggaran di berbagai hal bagi Budi tidak akan efektif menurunkan jumlah kasus. Kenaikan kasus setiap harinya di wilayah Tangerang Raya dapat dimaknai sebagai makin banyaknya pembawa virus di tengah masyarakat, tetapi tidak terdeteksi karena minimnya tes.
Dengan rencana penerapan jam malam, kata Budi, pemerintah daerah harus menyiapkan sumber daya manusia yang cukup banyak untuk melaksanakan pengawasan. Koordinasi dengan ketua RW dan aparat kepolisian serta Satuan Polisi Pamong Praja mutlak diperlukan agar mencegah kerumunan saat malam hari bisa efektif dilakukan.