Karena kasus aktif terus tinggi dan keterisian tempat tidur di rumah sakit juga tinggi, DKI Jakarta memutuskan mengambil rem darurat untuk menekan kasus dan sebaran wabah. DKI kembali ke PSBB ketat seperti awal pandemi.
Oleh
Helena F Nababan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akhirnya menerapkan kebijakan rem darurat, yaitu kembali menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB dan tidak lagi masa PSBB transisi, yaitu setelah lima kali melakukan PSBB transisi. Kebijakan itu mulai berlaku 14 September 2020.
Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, Rabu (9/9/2020) malam, di Balai Kota DKI Jakarta, menyatakan, kebijakan kembali ke PSBB ketat itu diambil setelah mempertimbangkan tiga hal. Pertama angka kematian, kedua angka keterisian tempat tidur di ruang isolasi, dan keterisian tempat tidur di ruang ICU.
Anies menjelaskan, saat masih memberlakukan PSBB yang dimulai 10 April 2020, jumlah kasus melandai. Itu bisa terlihat dari tingkat keterisian tempat tidur.
Memasuki PSBB transisi, di mana sejumlah kegiatan mulai dilonggarkan, ternyata angka kasus kembali tinggi. DKI Jakarta melakukan upaya testing, tracing, dan treatment untuk mendeteksi dan menemukan kasus supaya bisa mendapat penanganan secara cepat.
Dijelaskan Anies, kapasitas DKI melakukan testing bahkan sudah lima kali lipat standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Namun, kasus harian di DKI Jakarta bertambah signifikan setiap hari. Data kasus aktif per 9 September 2020 pukul 10.00, total ada 11.245 orang. Itu terdata dari yang masih dirawat atau diisolasi.
Dari data itu, tingkat kematian di DKI Jakarta sekitar 2,7 persen atau di bawah angka nasional 4,1 persen. Namun, walaupun persentase kematian rendah, tetap saja angka pemakaman dengan protap Covid-19 meningkat. Artinya, ada semakin banyak kasus probable meninggal yang harus dimakamkan dengan protap Covid-19 sebelum sempat keluar hasil prositif.
Lalu, melihat tingkat keterisian tempat tidur di Jakarta, bila disandingkan dengan jumlah kasus sudah pasti penuh. Untuk diketahui, pasien yang dirawat di rumah sakit adalah pasien dengan kondisi sedang hingga berat, sedangkan yang ringan dirawat di Wisma Atlet.
Sebagai gambaran, saat ini Jakarta memiliki 4.053 tempat tidur isolasi di 67 rumah sakit rujukan Covid-19. Dengan kemampuan testing dan pertambahan kasus, saat ini keterisian tempat tidur isolasi sudah 77 persen. Diproyeksikan, pada sepuluh hari ke depan atau 17 September 2020, tempat tidur isolasi akan penuh atau pasien tidak akan tertampung bila tidak ditambah jumlah tempat tidurnya.
Kemudian, melihat laju kasus aktif harian, meski saat ini Dinas Kesehatan DKI melakukan terobosan menambah tempat tidur isolasi hingga 4.807 tempat tidur, tetap pasien tidak akan tertampung apabila laju kasus aktif tetap tinggi. Bahkan dengan penambahan tempat tidur itu pun, diproyeksi pada 6 Oktober 2020 sudah penuh.
Lalu, Anies juga menjelaskan keterisian tempat tidur ICU. Saat ini keterisian tempat tidur ICU sudah 83 persen dari kapasitas 528 tempat tidur. Melihat laju kasus aktif, tempat tidur ICU sudah akan penuh per 15 September 2020. Dengan upaya pengembangan tempat tidur hingga 636 tempat tidur, bila laju kasus masih tinggi, tempat tidur ICU akan penuh seluruhnya per 25 September 2020.
Penambahan-penambahan kapasitas tempat tidur itu pun, kata Anies, juga harus diikuti dengan penambahan tenaga kesehatan dan alat pendukung. Begitu juga DKI menambah kapasitas dengan menetapkan RSUD khusus Covid-19 dan menambah tenaga kesehatan. Namun, Jakarta sudah dalam kondisi darurat.
”Jadi, meski kami mendorong peningkatan kapasitas rumah sakit, jumlah kasus aktif di Jakarta pertambahannya lebih cepat daripada kapasitas tampung untuk rumah sakit. Lalu dari tiga data ini, angka kematian, keterpakaian ICU, dan isolasi khusus Covid, situasi di Jakarta ada dalam darurat. Melihat darurat ini, tidak ada pilihan, kecuali menarik darurat sesegera mungkin. Dalam rapat Forkopimda tadi sore, kita akan menarik rem darurat. Itu artinya kembali kita kembali PSBB, seperti masa awal pandemi dulu, bukan lagi PSBB transisi, melainkan PSBB awal," tegas Anies.
Kembali ke PSBB awal ini dimulai 14 September 2020. Maka, mulai Senin pekan depan, kegiatan perkantoran nonesensial bekerja dari rumah. Kegiatan usaha tidak berhenti, tetapi bekerja dari rumah,
Lalu akan ada 11 kegiatan esensial yang boleh beroperasi. Kegiatan usaha dari sektor-sektor yang tidak penting dan mendapat izin, seperti izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI), akan dievaluasi pemerintah daerah.
Tujuannya agar pengendalian kegiatan sosial ataupun usaha tidak menyebabkan penularan. Selain itu, kegiatan hiburan akan ditutup, usaha rumah makan diperbolehkan tetap beroperasi tetapi idak boleh pengunjung makan di lokasi.
”Kami menemukan di tempat inilah terjadi interaksi penularan. Tempat ibadah akan ada penyesuaian. Ibadah raya yang jemaahnya dari mana-mana tidak boleh. Untuk kawasan yang memiliki kasus tinggi, maka kegiatan beribadah di rumah saja. Meski begitu, izinkan saya menganjurkan untuk semua dikerjakan di rumah. Yang sifatnya pengumpulan masssa dilarang. Kalau saya boleh menganjurkan kumpul-kumpul, reuni dari berbagai tempat ditunda. Ingat, penularan di acara seperti ini potensinya sangat besar,” kata Anies.
Kebijakan lainnya, ganjil genap akan ditiadakan. Namun bukan berarti bebas bepergian dengan kendaraan pribadi. Anies juga mengimbau untuk tidak keluar rumah bila tidak terpaksa, jangan keluar dari Jakarta bila tidak ada keperluan mendesak.
”Ini butuh koordinasi dengan pemerintah pusat juga tetangga Bodetabek. Kami akan koordinasi dengan fase pengetatan yang akan kami lakukan ke depan,” kata Anies.
Menurut Anies, dengan ditariknya rem darurat itu, mulai Kamis (10/9/2020) setiap pengelola gedung kantor, usaha, juga kegiatan-kegiatan untuk berancang-ancang.
Achmad Yani, Sekretaris Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta, mendukung kebijakan itu. Ia mengatakan, langkah yang diambil Anies sebagai langkah tepat. Itu karena DKI Jakarta sudah coba menerapkan PSBB transisi dalam rangka meningkatkan perekonomian Jakarta, tetapi terbukti belum efektif dan justru jumlah kasus positif Covid-19 semakin tinggi.
”Masyarakat dan pelaku usaha masih banyak yang tidak disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan. Sekarang ini dampaknya malah tambah parah sehingga harus ada langkah nyata. Saya sudah sampaikan dari jauh-jauh hari, hal ini pasti akan terjadi jika masyarakat dan pelaku usaha tidak ada itikad baik dalam menerapkan protokol kesehatan,” kata Achmad Yani.