Perketat Pengawasan, Disnakertrans DKI Jakarta Bentuk 25 Tim Pengawas
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membentuk 25 tim pengawas untuk mengawasi kepatuhan perusahaan dan perkantoran selama pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
Jakarta, Kompas -Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan UMKM DKI Jakarta memastikan pengawasan ketat bagi gedung-gedung perkantoran tetap dilakukan selama penerapan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB yang dimulai pekan ini. Disnakertrans DKI membentuk 25 tim untuk melakukan pengawasan lebih ketat.
Sesuai dengan Pergub No.88 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur No.33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Penanganan Covid-19 di DKI Jakarta, kembali disebutkan adanya aturan tentang pembatasan kapasitas orang baik di tempat pekerjaan, tempat ibadah, ataupun angkutan umum. Untuk memastikan perkantoran betul-betul menerapkan aturan itu, Disnakertrans mewajibkan perusahaan maupun perkantoran untuk melaporkan pembatasan karyawan yang bekerja di kantor.
"Kita punya data wajib lapor. Ini datanya tidak hanya saat covid. Sebelumnya pun sudah melakukan. Misalnya perusahaan X kita tahu perusahaan apa, di mana, jumlah pekerjanya kita tahu. Nanti kita lihat dari daftar absen yang masuk pada hari itu. Selanjutnya disnakertrans melalui tim pengawas mengecek di lapangan. Betul atau tidak data yang dilaporkan itu. Kita cek secara administrasi maupun lapangan," kata Andri Yansyah, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta, Senin (14/09/2020).
Pengawasan terhadap pelaksanaan pembatasan aktivitas karyawan di perusahaan atau perkantoran dilakukan 25 tim yang dibentuk Disnakertrans DKI Jakarta. Di setiap wilayah kota disiapkan lima tim.
"Per tim kita targetkan satu hari minimal bisa melakukan pengawasan tiga perkantoran. Target pengawasan adalah pembatasan karyawan, penerapan protokol kesehatan, dan apabila ditemukan karyawan yang terkonfirmasi positif Covid-19," Andri.
Untuk pengawasan perkantoran,Disnakertrans juga membuka kemungkinan bagi masyarakat atau karyawan untuk melapor apabila ada perkantoran yang bandel. "Ada aplikasi untuk pelaporan. Masyarakat yang melapor kita rahasiakan identitasnya," kata Andri.
Pembentukan tim serupa, dilakukan di Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM (PPKUKM). Andri yang saat ini juga menjabat pelaksana tugas (PLT) Kepala Dinas PPKUKM DKI Jakarta, membentuk tim pengawas yang lebih fokus ke perindustrian, ke perdagangan, dan UKM. Karena keterbatasan petugas, tim yang dibentuk hanya ada empat di tiap wilayah kota. Setiap tim terdiri atas tiga petugas.
"Target pengawasan sama, per tim minimal 3 obyek. Misalnya mengawasi distribusi barang, pabrik termasuk lokasi sementara (loksem), lokasi binaan (lokbin), hingga pasar," jelasnya.
Di seluruh DKI Jakarta terdapat 79.849 perusahaan dengan jumlah karyawan 2.170.878 orang. Dengan aturan PSBB yang baru, maka ada sektor yang boleh menerapkan kapasitas 50 persen untuk sektor esensial atau dari 11 sektor yang diperbolehkan dan 25 persen untuk sektor non esensial. Artinya, apabila diestimasi maka selama PSBB, dari sektor-sektor itu ada 500.000-600.000 orang yang masih bergerak dan beredar di wilayah Jakarta.
Terpisah, Gilbert Simanjuntak, anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta menyatakan, penanganan Covid-19 pada PSBB kedua ini perlu dikoreksi. Pemprov DKI Jakarta perlu melakukan pendekatan kepada komunitas, bukan pendekatan sektor transportasi.
"Sejak awal kita berharap, Pemprov DKI memetakan atau membedah persoalan kenapa terjadi lonjakan kasus dan kegagalan di PSBB transisi, dan diberikan solusi yang tepat. Di sini pendekatan ilmiah perlu," jelasnya.
Dalam pengamatan, kelompok masyarakat yang tidak patuh dengan protokol kesehatan merupakan penyebab kegagalan kebijakan PSBB Transisi. "Kelompok ini perlu ditangani dengan tegas dan serius," tegas Simanjuntak.
Sejak awal kita berharap, Pemprov DKI memetakan atau membedah persoalan kenapa terjadi lonjakan kasus dan kegagalan di PSBB transisi, dan diberikan solusi yang tepat. Di sini pendekatan ilmiah perlu. (Gilbert Simanjuntak)
Kebijakan yang diambil dalam PSBB sekarang, menurut dia, lebih kental di sektor transportasi. Padahal mereka yang bepergian adalah produk lingkungan atau komunitas. Mereka ada yang disiplin dan sebagian tidak displin.
Belajar dari Wuhan, Milan, dan kota lainnya, lanjut Simanjuntak, penanganan dilakukan dengan pendekatan kepada komunitas dan berhasil. Saat ini, reorientasi kepada pencegahan memang lebih terasa dibandingkan saat PSBB Transisi, tetapi kurang tegas dan tanggung dalam operasional atau pelaksanaan.
Ia menilai, seharusnya bukan cuma warga DKI Jakartayang dikurangi mobilitasnya tetapi juga yang masuk ke Jakarta. Sosialisasi semakin beratnya wabah seharusnya bukan di jalan besar, tetapi di pasar dan gang-gang pada kelompok masyarakat yang tidak bermedia sosial, tidak membaca berita, atau menonton TV. Langkah itu perlu dengan pendekatan komunitas.
"Untuk kondisi Jakarta, bisa diajak diskusi ahli soal ini. Penting untuk evaluasi kebijakan ini agar tidak gagal lagi, dan mengorbankan masyarakat yang patuh, disabilitas, dan anak-anak. Juga dampaknya adalah ke pemulihan ekonomi," jelas Simanjuntak.