Penurunan Kasus Memicu Kendurnya Kewaspadaan Warga
Kewaspadaan warga selama pembatasan sosial transisi mengendur seiring penurunan kasus Covid-19 di Jakarta. Ahli mengingatkan situasi saat ini belum aman dari penularan.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penurunan kasus Covid-19 di tengah fase pembatasan sosial berskala besar transisi memicu kendurnya kewaspadaan dalam pelaksanaan protokol kesehatan. Kondisi itu dikhawatirkan kembali memunculkan kasus penularan baru saat publik lengah.
Kendurnya kewaspadaan warga terlihat saat berlakunya perpanjangan masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi mulai Senin (9/11/2020). PSBB transisi ini adalah perpanjangan ketiga kali sejak berakhirnya PSBB ketat pada 11 Oktober 2020.
Meski kini berstatus PSBB transisi, sejumlah kegiatan warga di beberapa wilayah justru berjalan tanpa protokol kesehatan. Di sekitar Pasar Cibubur, Ciracas, Jakarta Timur, sebagian warga tampak melonggarkan penggunaan masker dan tidak melaksanakan penjarakan fisik.
Yanto (50), warga RT 002 RW 009 Cibubur, menyatakan, situasi PSBB di lingkungannya sebulan terakhir relatif lebih luwes. Hal itu pula yang membuat sebagian warga berani melepas masker. ”Orang-orang di sini sudah enggak terlalu ngikutin lagi perkembangan Covid-19. Karena sudah jarang dengar kasus Covid-19 di sini, ditambah jumlah temuan kasus terus turun, orang mungkin lebih santai beraktivitas,” ucapnya.
Isnayah (37), warga Ciracas, juga mengakui lebih berani melepas masker karena tahu kasus Covid-19 di Jakarta yang tampak mereda. Selama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan PSBB ketat per 14 September, penambahan kasus positif harian memang berkurang dari kisaran 1.000 kasus menjadi sekitar 600 kasus per hari.
Meski begitu, angka rata-rata kasus positif (positivity rate) di Jakarta masih jauh dari batas aman. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), angka rata-rata kasus positif terhitung aman apabila masih di bawah 5 persen.
Longgarnya kewaspadaan juga terlihat di lingkungan Kelurahan Gelora, Tanahabang, Jakarta Pusat. Sekumpulan pedagang kaki lima tampak berkerumun dan kerap melepas masker saat berjualan. Situasi serupa pun terlihat di sekitar lingkungan Pasar Palmerah, Jakarta Barat.
Murtolo (56), seorang pedagang, menuturkan, teman-temannya relatif abai dengan protokol kesehatan yang berlaku di pasar beberapa bulan ini. Dalam praktik transaksi, pedagang kerap melepas masker meski para pembeli patuh memakai masker. Penggunaan masker orang lain tidak lantas membuat mereka juga tergerak untuk pakai masker.
”Kondisi yang berjalan beberapa bulan ini formalitas saja. Ada pemeriksaan dari petugas, ya, kita pakai (masker). Setelah pemeriksaan beres, ya, sudah seperti biasa lagi. Sekarang juga sudah lama enggak ada tes rutin seperti waktu bulan Juni lalu,” tutur Murtolo.
Sementara, berdasarkan keterangan pers Pemprov DKI Jakarta, PSBB transisi kini berlaku lantaran sejumlah tren penurunan. Kasus aktif menurun hingga 55,5 persen selama dua pekan terakhir, dari 12.481 kasus per 24 Oktober menjadi 8.026 kasus per 7 November.
Pertumbuhan kasus positif pun menunjukkan tren perlambatan setiap dua pekan dari waktu ke waktu. Kurun 24 Oktober-7 November, laporan kasus kumulatif naik 9,87 persen dari angka 100.220 kasus menjadi 111.201 kasus. Persentase kenaikan ini lebih rendah dibandingkan periode 26 September-10 Oktober (naik 18,03 persen dari 70.184 ke 85.617) dan periode 10-24 Oktober (naik 14,57 persen dari 85.617 ke 100.220).
Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko, memandang situasi kewaspadaan saat ini tetap mengendur. Dia lebih berpatokan pada angka positivity rate ketimbang jumlah tes di DKI Jakarta yang fluktuatif.
”Kalau berpatokan dengan penurunan kasus, ya, tinggal turunkan saja jumlah tes harian. Hal itu tidak bisa menjadi indikator pandemi Covid-19 mereda. Kita mesti tetap berpatokan dengan angka positivity rate untuk melihat keparahan kasus,” papar Tri.
Data FKM UI menunjukkan, tingkat kepatuhan protokol kesehatan selama ini masih fluktuatif. Per 8 November, rincian kepatuhan memakai masker berkisar pada angka 70 persen, menjaga jarak 60 persen, dan mencuci tangan 35 persen.
Sementara itu, data pada 2 November, tingkat kepatuhan memakai masker pada angka 60 persen, menjaga jarak 55 persen, dan mencuci tangan 30 persen. Namun, angka pernah lebih tinggi sebelumnya. Angka secara berturut-turut untuk 19 Oktober dan 26 Oktober terkait kepatuhan memakai masker adalah 75 persen dan 70 persen, menjaga jarak 70 persen dan 65 persen, serta mencuci tangan 40 persen dan 30 persen.
Dengan situasi itu, Tri khawatir akan terjadi lonjakan kasus Covid-19 karena kewaspadaan publik yang lengah. Terutama saat sejumlah opsi pelonggaran kegiatan tengah dibuat, misalnya, yaitu pembukaan kembali hotel di Jakarta untuk agenda pernikahan.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam keterangan pers, Minggu (8/11/2020), menekankan akan menarik rem darurat apabila terjadi lonjakan kasus lagi. ”Pemprov DKI Jakarta dapat menerapkan kebijakan rem darurat (emergency brake policy) apabila terjadi kenaikan kasus secara signifikan atau tingkat penularan yang mengkhawatirkan sehingga membahayakan pelayanan sistem kesehatan,” ucapnya.