Sejumlah tren menunjukkan libur panjang berdampak pada penambahan kasus Covid-19 beberapa hari setelahnya. Kerumunan saat liburan memengaruhi situasi tersebut.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ahli kesehatan mengingatkan agar warga tidak terlena dengan masa liburan menjelang akhir tahun di tengah pandemi Covid-19. Belajar dari sejumlah tren, periode liburan memicu aktivitas kerumunan yang berimplikasi pada peningkatan jumlah kasus.
Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan menjelaskan, efek domino peningkatan kasus Covid-19 selalu terjadi setelah libur panjang. Setidaknya dua kali pada masa liburan panjang, yakni Agustus dan Oktober, penambahan kasus harian meningkat dengan jumlah tes yang relatif stagnan.
Berdasarkan catatan Kompas, periode libur panjang pertengahan Agustus menyebabkan lonjakan dengan kasus 3.000 pasien per hari di bulan September. Periode libur panjang akhir Oktober juga memicu lonjakan kasus pada level 4.000 pasien per hari. Sementara angka kasus harian meningkat hingga 5.828 pasien pada Jumat (27/11/2020).
Berdasarkan data Satgas Covid-19, kasus Covid-19 selalu meningkat tajam pascalibur panjang. Pascalibur panjang Idul Fitri, kasus positif naik 69-93 persen pada 28 Juni. Pascalibur panjang Hari Kemerdekaan, kasus positif meroket 58-118 persen pada pekan pertama dan ketiga September. Adapun pascalibur panjang 28 Oktober hingga 1 November, kasus positif meningkat 17-22 persen pada 8-22 November.
”Efek domino libur panjang tampak sangat jelas selama pandemi. Karena itu, penegakan protokol kesehatan harus benar-benar diawasi agar tidak muncul lagi lonjakan kasus,” ucapnya saat dihubungi, Sabtu (28/11/2020).
Urgensi pengawasan itu juga karena persentase kasus positif (positivity rate) secara nasional masih berkisar 13 persen. Angka itu belum aman jika mengacu pada standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyebutkan positivity rate mesti di bawah 5 persen.
Ede mengatakan, selama sembilan bulan pandemi Covid-19, angka positivity rate belum pernah turun hingga di bawah standar WHO. ”Kondisi ini mestinya kita waspadai karena penularan Covid-19 belum pernah turun hingga taraf aman menurut standar internasional,” ucapnya.
Pantauan Kompas, memasuki November, penegakan protokol kesehatan relatif longgar di sejumlah tempat di Jakarta. Pada 17-19 November, kawasan pasar tradisional dan pusat perbelanjaan di Jakarta mulai kembali ramai dikunjungi publik. Namun, pasar tradisional tampak kian melonggarkan protokol kesehatan.
Alur masuk dan keluar pengunjung di pasar tidak lagi dibuat satu arah. Beberapa fasilitas cuci tangan di pasar juga kerap kehabisan sabun. Rahmat (53), pedagang di Pasar Tomang Barat, Jakarta Barat, menuturkan, inspeksi pemakaian masker juga relatif mengendur.
”Sudah beberapa bulan sejak penutupan Pasar Tomang Barat, Juli, kami (pedagang) sudah beraktivitas seperti biasa. Ya, cuma sekarang jadi lebih sepi saja. Sudah enggak ada lagi pengawasan ketat pakai masker. Orang masuk pasar kadang juga enggak diukur suhu tubuhnya,” ujarnya, beberapa waktu lalu.
Tinjauan libur panjang
Dalam rapat terbatas, Senin (23/11/2020), Presiden Joko Widodo meminta agar cuti bersama akhir tahun dikurangi. Terkait hal ini, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy akan segera menggelar rapat koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait (Kompas, 24/11/2020).
Namun, sehari setelah rapat terbatas itu, rapat koordinasi tersebut belum juga digelar. Meski demikian, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Tjahjo Kumolo setuju jika libur akhir tahun ditinjau kembali.
”Secara prinsip, menurut saya, setelah memperhatikan arahan Presiden dan masukan data lonjakan kasus Covid-19, Kemenpan dan RB sangat setuju (keputusan bersama terkait cuti bersama di akhir tahun) ditinjau kembali. Bagaimana keputusannya, kita tunggu rapat nanti. Namun, prinsipnya menjaga kesehatan yang paling utama, di samping kita harus memperketat disiplin protokol kesehatan,” tutur Tjahjo melalui pesan singkat, Selasa (24/11/2020).
Terkait libur panjang, Ede mengingatkan agar pemerintah lebih tegas mengawasi protokol kesehatan di lokasi kerumunan warga. Sebab, kedisiplinan individu akan percuma jika pengelola tempat justru tidak tegas menerapkan protokol kesehatan. Peran pemerintah sangat penting dalam mengawasi pengelola tempat wisata dan hiburan selama libur panjang.
Dia mewanti-wanti potensi kontak erat dalam setiap kerumunan. Restoran, mal, dan tempat wisata lainnya sebaiknya tidak membuat kerumunan orang dalam waktu yang lama. Batas waktu aman dari kontak erat kerumunan adalah 15 menit.
”Potensi kontak erat itu terjadi jika orang-orang bersama dalam satu ruangan, berdekatan, dan mengobrol lebih dari 15 menit. Jika tidak didukung dengan sirkulasi udara yang baik dan ada satu orang saja yang positif di sana, potensi penularan sangat mungkin terjadi,” ucapnya.