Sebagian warga merasakan suasana yang lebih sepi menjelang momen libur akhir tahun di Jakarta. Hal ini terjadi karena sebagian warga memilih menahan diri selama pandemi belum terkendali.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menjelang pergantian tahun, pasangan Ilham (36) dan Oktaviana (35) terbiasa pelesiran di sekitar Jakarta. Salah satu aktivitas yang sering mereka lakukan adalah belanja di Pasar Asemka, Jakarta Barat, dan berkeliling ke Kota Tua. Namun, dua pekan di pengujung 2020, mereka belum memutuskan untuk pergi ke mana-mana.
Ilham dan Oktaviana menjalani kegiatan yang lebih sepi di rumah, beberapa bulan terakhir. Pandemi Covid-19 membuat mereka lebih banyak di rumah. Selain itu, Oktaviana kini sedang hamil anak kedua.
Seiring dengan keterbatasan di rumah, baru-baru ini muncul Surat Edaran Dinas Pariwisata Nomor 400 Tahun 2020 tentang Tertib Operasional Usaha pada malam pergantian tahun 2020-2021. Dalam surat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyatakan akan melarang seluruh acara perayaan yang berpotensi menimbulkan kerumunan. Kegiatan operasional resto, kafe, mal, dan tempat wisata lainnya terbatas hingga pukul 21.00.
”Melihat kondisi istri yang sedang hamil, terus sedang pandemi juga. Sepertinya kami akan lebih banyak di rumah. Berusaha ngirit juga, sih, karena situasi keuangan keluarga juga agak mepet,” ucap Ilham yang tinggal di Tambora, Jakarta Barat, saat dihubungi pada Rabu (16/12/2020).
Pilihan Ilham mungkin menggambarkan sekelumit dilema warga Jakarta saat ini. Sebagian warga tidak sabar menunggu momen libur akhir tahun, tetapi di satu sisi mereka juga berhadapan dengan pandemi. Akhirnya, tidak banyak opsi yang bisa dipilih untuk menghabiskan liburan akhir tahun di kota.
Situasi menjelang libur akhir tahun menjadi terasa berbeda. Farrel (23), warga Johar Baru, Jakarta Pusat, merasakan suasana di ruas kota lebih sepi jelang akhir tahun. Seingat dia, momen libur Natal biasanya sudah terasa sejak sepekan sebelumnya.
”Momennya terasa agak beda, sih. Apalagi, tahun lalu, masuk Desember momen jelang Natal sudah terlihat kental banget. Memasuki pertengahan Desember, dekorasi untuk perayaan tahun baru sudah ada, bahkan mulai ada instalasi panggung di sekitar Bundaran Hotel Indonesia,” ucap Farrel.
Nursyam Triatnani (44), warga Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, melihat aktivitas warga kini lebih terkumpul di pusat grosir. Nursyam saat ini justru lebih banyak membeli kebutuhan pokok menjelang Tahun Baru. ”Menjelang libur akhir tahun, orang-orang kayaknya sudah keburu capek dengan pandemi dan lebih memilih di rumah saja,” ungkapnya.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta Gumilar Ekalaya menuturkan, pihaknya telah mendapat instruksi agar menekan potensi kerumunan saat libur akhir tahun. Larangan tersebut juga adalah hasil koordinasi dengan Polda Metro Jaya yang juga melarang perayaan tahun baru. Polda Metro Jaya tidak akan mengeluarkan izin keramaian.
Pemprov DKI Jakarta akan melakukan pengawasan lewat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Wakil Kepala Satpol PP DKI Jakarta Sahat Parulian menyebut telah berkoordinasi dengan Disparekraf DKI Jakarta. ”Sosialisasi kepada para pelaku usaha tempat hiburan, kafe, dan restoran untuk kegiatan pergantian tahun sudah dilaksanakan,” katanya, Kamis (10/12/2020).
Selain itu, Gumilar telah meminta tim satuan tugas (satgas) penanganan Covid-19 internal pada usaha hotel dan restoran untuk mengawasi agar tidak terjadi kerumunan. Tim satgas juga diminta mendisiplinkan tamu atau pengunjung dalam menjalankan protokol kesehatan Covid-19.
Momen pembatasan operasional usaha selama libur akhir tahun menjadi beban bagi pengusaha pariwisata. Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) DKI Jakarta Diana Dewi menyebutkan, selama ini pengusaha pariwisata sudah berjuang hingga 10 bulan terakhir. Menurut dia, momen libur akhir tahun menjadi strategi para pengusaha menambal kerugian selama pandemi.
”Pelaku usaha bidang parwisata sudah adaptasi gila-gilaan selama pandemi. Teman-teman juga sudah berkomitmen menjalankan protokol kesehatan, kok. Mereka juga sudah pada mengerti, tinggal pengawasan pemerintah saja yang harus benar-benar ketat,” kata Diana.
Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey menyatakan, usaha ritel modern, seperti mal, kafe, dan restoran, juga berusaha beradaptasi dengan protokol kesehatan yang ada. Roy mengatakan, kunjungan terhadap ritel modern masih relatif sepi. Pengusaha pun hanya fokus menjual kebutuhan pokok selama pandemi.
Menjelang libur akhir tahun, pengusaha berharap sektor ritel modern masih bisa beroperasi. ”Kalau ada pengetatan (pembatasan sosial) silakan saja, itu kewenangan pemerintah. Namun, khusus ritel modern, seperti kafe, mal, dan restoran, kami berharap pemerintah tidak memperketat dan membatasi jam operasional,” tutur Roy dalam keterangan tertulis.