Manfaatkan Jeda Pemberian Vaksin dengan Sosialisasi Berbasis Akar Rumput
Pro kontra vaksin masih berkecamuk di masyarakat, termasuk di Jakarta dan sekitarnya. Terlepas dari tingkat pendidikan dan status ekonomi serta sosial masyarakat.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyiapkan jatah 80.840 dosis vaksin Covid-19 dan telah menerima sebanyak 39.200 dosis dari Kementerian Kesehatan. Tenaga kesehatan menjadi kelompok yang diutamakan untuk divaksinasi pada periode pertama, yaitu Januari-April. Sementara masyarakat awam menunggu giliran divaksinasi, merupakan kesempatan emas bagi Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan sosialisasi vaksin kepada masyarakat akar rumput dengan memanfaatkan kearifan lokal dan menggandeng tokoh-tokoh informal. Dengan demikian, ketika tiba periode vaksinasi bagi publik, tidak ada resistensi di lapangan.
”Pro kontra vaksin masih berkecamuk di masyarakat, termasuk di Jakarta dan sekitarnya. Terlepas dari tingkat pendidikan dan status ekonomi serta sosial masyarakat. Kalau dari sekarang tidak diintervensi dengan cara organik, yaitu bukan sosialisasi dari atas ke bawah oleh pemerintah, akan banyak kelompok yang menolak divaksin sehingga tujuan kekebalan massal tidak tercapai,” kata antropolog kesehatan dari Universitas Indonesia, Vita Priantina Dewi, ketika dihubungi, Rabu (6/1/2021).
Ia menjelaskan terdapat berbagai persepsi dan interpretasi lokal masyarakat mengenai vaksin. Hal paling awam ialah mental memasrahkan diri pada takdir sehingga apatis terhadap berbagai pendekatan pemerintah maupun masyarakat terkait penanganan pandemi.
Permasalahan kedua ialah salah memahami informasi, bahkan memercayai teori konspirasi sehingga menolak vaksin. Kelompok ketiga yang jumlahnya relatif lebih kecil tetapi juga perlu dirangkul adalah orang-orang yang tidak bisa memasukkan benda asing ke dalam tubuh mereka dengan alasan religius.
Penguatan resistensi ini terjadi karena tokoh-tokoh informal di komunitas mereka mempromosikan kekeliruan persepsi tersebut. Oleh sebab itu, pendekatan berbasis akar rumput untuk merangkul mereka harus dilakukan meskipun idealnya sejak awal pandemi terjadi pada awal 2020 silam. Vita mengamati, pendekatan masih berupa arahan dari atas ke bawah, yaitu razia keliling petugas pemerintah menyuarakan berbagai aturan terkait protokol kesehatan dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Terdapat pula wilayah yang mengandalkan pegiat lembaga swadaya masyarakat sebagai advokator.
”Sosialisasi paling efektif ialah dari peer group (kelompok sepantar) yang bukan orang luar, tetapi penduduk asli komunitas itu. Petugas pemerintah dan pegiat LSM bertindak sebagai pendamping. Akan tetapi, semua jenis program dan metode sosialisasi harus murni datang dari para tokoh informal, pemuda, ibu-ibu, dan pemuka agama setempat. Mereka jangan ditugasi seperti anak sekolahan yang seolah hanya diberi daftar dan sasaran kerja,” tuturnya.
Tanpa percepatan pendekatan organik ini, masyarakat keburu terbelah dalam dikotomi pro dan anti vaksin. Ujung-ujungnya adalah pertikaian di media sosial yang melambatkan proses penanganan pandemi dan bahkan berisiko pada pelanggaran pidana, seperti pencemaran nama baik dan kejahatan siber.
Vita menjelaskan, langkah pertama ialah mencari budaya atau tradisi lokal yang bisa dikaitkan dengan penanganan pandemi, yaitu pencegahan penularan Covid-19, pengobatan, dan pemberian vaksin sebagai bagian dari sistem membangun ketahanan masyarakat.
Pencarian kearifan lokal ini dengan mengajak tokoh masyarakat dan pemuda yang memiliki persepsi serupa mengenai kesembuhan. Melalui mereka dibangun pola komunikasi yang mudah dimengerti oleh warga. Tidak perlu pada skala masif, melainkan pada skala komunitas, tetapi di banyak titik.
Lokasi aman
Sementara itu, anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia, Idris Ahmad, mengharapkan pemberian vaksin bagi tenaga kesehatan bisa segera dilakukan. Pada saat yang sama, Pemprov DKI Jakarta juga harus memetakan tenaga kesehatan prioritas, yaitu mereka yang kontak langsung dengan pasien positif Covid-19 dan tenaga kesehatan dengan mobilitas tinggi. Cakupkan juga petugas publik, seperti camat dan lurah, yang setiap hari berinteraksi dengan warga.
”Koordinasi dengan camat dan lurah untuk pemberian vaksin kepada warga harus direncanakan dari sekarang. Penyuntikan jangan cuma di puskesmas dan klinik karena berisiko penumpukan orang. Lebih baik perbanyak titik vaksinasi dan jika bisa di ruang terbuka agar jaga jarak fisik bisa dijamin,” katanya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, pihaknya sedang menyusun peraturan PSBB proporsional yang akan diterapkan mulai 11 Januari. Presiden Joko Widodo meminta kepada semua kepala daerah di Jawa dan Bali agar menarik rem darurat karena penyebaran Covid-19 kian meninggi.
Kasus aktif di Jakarta per 6 Januari 2021 adalah 16.450 kasus. Angka penularan meningkat dari 12,9 persen pada pekan lalu menjadi 13,9 persen. Padahal, batas aman yang ditentukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah 5 persen.