Jangan Ada Lagi Sedih dan Tangis, Patuhi Protokol Kesehatan
Vaksin tidak serta-merta memberikan kekebalan, apalagi kesembuhan. Semua tidak akan berarti jika disiplin protokol kesehatan tidak ketat.
Prioritas vaksin untuk para tenaga kesehatan membuat mereka kembali bersemangat memberikan pelayanan dan penanganan kepada pasien yang terpapar Covid-19. Meski sudah mendapat vaksin, rasa takut terpapar virus Covid-19 masih ada. Untuk itu mereka sangat berharap warga patuh terhadap protokol kesehatan. Mereka tidak ingin lagi sedih dan menitikkan air mata mendengar dan melihat pasien atau tenaga kesehatan yang meninggal.
Setiap kali mendengar atau bahkan melihat pasien yang terpapar Covid-19 tidak bisa diterima atau meninggal membuat Ana Simangunsong, perawat di Rumah Sakit Medistra, Jakarta, merasa lemas dan sedih, bahkan menitikkan air mata.
Baca juga : Langkanya Ruang ICU Tak Seviral Raffi
Pengalaman itu kerap ia jumpai seiring jumlah pasien yang terpapar Covid-19 terus meningkat di sejumlah rumah sakit di Jabodetabek. Meski pemerintah terus menambah jumlah ruang isolasi dan ICU, jumlah kasus aktif terus bertambah sehingga pasien yang datang juga semakin banyak.
”Siapa pun itu. Jangankan melihat dan mendengar warga dan tenaga kesehatan meninggal, melihat dan mendengar warga dan tenaga kesehatan yang terpapar Covid-19 dan tidak dapat ruang isolasi saja sedih banget. Kami juga tidak bisa berbuat banyak karena memang kondisinya penuh. Apalagi jika ada yang meninggal, rasanya lemas, sedih, dan enggak kuat tahan tangis,” tutur Ana, perawat yang baru menerima vaksin di Rumah Sakit Medistra, Sabtu (16/1/2021) sore.
Menurut Ana, saat ini di setiap rumah sakit, beban kerja tenaga kesehatan cukup berat. Alasannya, penanganan pasien Covid-19 yang terus meningkat dan tenaga kesehatan yang terpapar Covid-19 juga banyak.
”Makanya sedih jika ada pasien yang tidak mendapat perawat intensif. Pasien bertambah, sementara tenaga kesehatan berkurang. Oleh karena itu, protokol kesehatan penting banget. Jangan sampai kita terpapar. Kondisi rumah sakit seluruhnya penuh. Jangan mengambil risiko dengan tidak patuh protokol kesehatan,” lanjut Ana.
Baca juga : Laju Covid-19 Meningkat, Rumah Sakit Berisiko Tak Mampu Tampung Pasien
Kondisi rumah sakit di Jabodetabek yang semakin penuh dan angka positif yang tidak kunjung menurun membuat Ana seperti tinggal menunggu waktu saja terpapar Covid-19. Sebelum menerima vaksin, ia sudah pasrah akan terpapar karena ia selalu dekat dengan pasien Covid-19. Namun, yang membuatnya khawatir justru jika berada di luar lingkungan rumah sakit. Bukan tanpa alasan, protokol kesehatan di lingkungan sosial sangat lemah.
”Hampir setiap hari pasrah. Meski kita ketat prosedur protokol kesehatan, jika kita terpapar, ya sudah terpapar saja. Sudah risiko. Tetapi, di balik pasrah itu, kami tetap berusaha fokus dan terus berkomitmen untuk melayani pasien, apa pun kondisinya. Apalagi sekarang kami sudah terima vaksin, ini memberikan kami semangat di tengah rasa lelah. Cukup untuk kesedihan dan tangis keluarga, cukup untuk tangis kami melihat pasien, apalagi tenaga kesehatan yang terus bertumbangan,” tutur Ana dengan suara bergetar dan air mata menetes.
Tetes air mata Ana jatuh karena ia terbayang salah satu temannya sesama perawat yang terpapar Covid-19 dan masih dalam perawat intensif. Padahal, temannya itu sedang hamil 27 minggu.
Dalam masa perawatan, kata Ana, ada hal mengkhawatirkan ketika temannya hendak diberikan obat. Obat itu mungkin bisa membuat anak di dalam kandungan tidak bisa selamat. Di sisi lain, jika tidak diberikan obat, kondisi pasien akan memburuk.
”Akhirnya dokter memasukkan obat itu. Syukur Tuhan, bayinya selamat. Ibu dan bayinya masih bertahan dan semoga lekas sembuh,” kata Ana menegaskan kepada warga yang tidak percaya bahwa virus Covid-19 itu ada dan nyata. Jika tidak patuh protokol kesehatan, tidak hanya membahayakan diri sendiri, tetapi juga orang yang ada di sekitar.
Kesedihan lainnya, kenang Ana, saat salah satu pasien memegang tangannya dan berkata lirih meminta tolong agar selamat dalam masa perawatan dan meminta doa agar lekas sembuh. Namun, sehari kemudian, pasien itu meninggal.
Pengalaman serupa dirasakan oleh Adhitia Nurfitriani, dokter umum di RSUD Kota Bogor. Entah sampai kapan ia dan teman-temannya terus bersedih dan menahan tangis karena menyaksikan pasien yang semakin terus terpapar, bahkan meninggal karena virus Covid-19.
”Kita tidak tahu siapa yang akan terpapar. Kita juga tidak tahu siapa yang akan meninggal dan kapan. Kita tidak akan pernah tahu sampai kapan dirundung sedih dan tangis karena orang-orang yang kita cintai pergi. Sampai kapan kita akan abai protokol kesehatan. Jika kita sayang keluarga, ayo kita saling jaga kesehatan dengan protokol kesehatan,” kata dokter yang kerap disapa Dhita itu.
Baca juga : Vaksinasi Berjalan, Pembatasan Kegiatan Turut Diperketat
Dhita menjadi satu dari 9.150 tenaga kesehatan yang mendapat prioritas penerima vaksin di Kota Bogor. Vaksin yang ia terima bersama teman-teman lainnya juga menjadi harapan baru agar virus Covid-19 bisa terkendali. Selain itu, pemberian vaksin juga memberikan semangat di saat banyak tenaga kesehatan yang terpapar.
”Virus ini tidak membuat kami kebal atau terhindar dari Covid-19. Tetapi, setidaknya, vaksin ini mengurangi risiko berat paparan Covid-19. Semoga imun kami meningkat. Semoga vaksin membuat kami semangat, tidak ada lagi tenaga kesehatan yang terpapar berat sehingga meninggal. Kami tidak ingin lagi ada kesedihan dan tangis,” tutur Dhita.
Dhita juga berharap warga mau menerima vaksin agar imunitas semakin meningkat. Namun, sebelum menerima vaksin, warga harus menerapkan pola hidup sehat dan ketat protokol kesehatan.
Masih tingginya tingkat kasus positif di Kota Bogor membuat pemerintah setempat terus berupaya menjaga pelayanan dengan menambah tempat tidur. Dari data terakhir, Kamis (14/1/2021), tempat tidur isolasi yang terisi sebanyak 546 dari total 722 tempat tidur atau persentase keterisian mencapai 75,6 persen. Sementara ketersediaan ruang ICU di 21 rumah sakit mencapai 78,1 persen.
”Sekarang kami juga kejar rumah sakit lapangan di GOR Pajajaran. Pada 18 Januari besok, insya Allah beroperasi. Semoga tingkat keterisian di rumah sakit bisa berkurang. Kami juga fokus untuk kesehatan tenaga kesehatan dengan prioritas vaksin. Teman-teman tenaga kesehatan sudah kerja luar biasa. Kita doakan para tenaga kesehatan kita selalu sehat. Kuncinya untuk kita semua protokol kesehatan ketat,” kata Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim.
Rekor kasus positif
Saat ini, penyebaran Covid-19 di Indonesia kian tak terkendali. Berdasarkan data pada Sabtu (16/1/2021) pukul 12.00, tercatat ada penambahan 14.224 kasus positif sehingga total mencapai 896.642 kasus. Adapun kasus meninggal bertambah 283 kasus sehingga total mencapai 25.484 kasus. Kasus pasien sembuh sebanyak 8.662 kasus sehingga total mencapai 727.358 kasus.
Sementara di Jakarta, kasus terkonfirmasi positif bertambah 3.536 kasus. Terdapat 22.089 kasus aktif sehingga total mencapai 223.970 kasus. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia dalam keterangan tertulis mengatakan, penambahan kasus yang signifikan itu disebabkan adanya rapelan data satu rumah sakit swasta dan laboratorium selama tiga hari terakhir.
”Total orang dinyatakan telah sembuh sebanyak 198.136 orang dengan tingkat kesembuhan 88,5 persen dan total 3.745 orang meninggal dengan tingkat kematian 1,7 persen, sedangkan tingkat kematian Indonesia sebesar 2,9 persen. Persentase kasus positif atau positivity rate sepekan terakhir di DKI Jakarta menyentuh angka 18,5 persen,” kata Dwi.
Baca juga : Pemimpin Jabodetabek Sepakat Jamin Vaksin Aman dan Halal
Tingginya angka kasus positif membuat rumah sakit di Jakarta penuh. Berdasarkan data pada Jumat (15/1/2021), tingkat keterisian tempat tidur isolasi mencapai 6.773 tempat tidur dari total 7.780 tempat tidur atau 87 persen. Sementara ruang perawatan intensif (ICU) terisi 846 tempat tidur dari total 1.026 tempat tidur atau mencapai 82 persen. Dari 100 rumah sakit, 88 rumah sakit sudah penuh.
Tidak hanya di Jakarta, rumah sakit di Depok juga penuh. Salah satunya di Rumah Sakit Universitas Indonesia. Direktur Utama Rumah Sakit Universitas Indonesia Astuti Giantini mengatakan, pihaknya terpaksa menerima dan memasukkan pasien ke ruang IGD karena daya tampung ruang isolasi khusus dan ruang ICU sudah penuh.
Baca juga : Saat Rumah Sakit Kibarkan Bendera Putih
”Pasien yang memerlukan ventilator juga akhirnya kami layani di IGD. Harusnya tidak boleh menerima pasien lagi karena sudah penuh. Namun, pasien mau dibawa dan dirujuk ke mana, rumah sakit lain penuh,” kata Astuti yang juga berharap ketertiban dan pengawasan terhadap protokol kesehatan semakin disiplin agar tidak banyak lagi warga yang terpapar sehingga berdampak bagi pelayanan di rumah sakit.
Membiarkan pasien yang terpapar Covid-19 tanpa penanganan dan membiarkan pasien untuk isolasi di rumah, ujarnya, terlalu berisiko untuk kesehatan mereka dan orang-orang yang ada di sekitarnya.
Vaksinasi memang sudah dimulai dan digencarkan. Namun, vaksin tidak serta-merta memberikan kekebalan, apalagi kesembuhan. Semua tidak akan berarti jika disiplin protokol kesehatan tidak ketat.