Alih Fungsi Lahan dan Sampah Picu Banjir di Bekasi
Banjir yang terjadi di Kota Bekasi, Minggu (24/1/2021) merupakan banjir lokal. Minimnya ruang resapan air dan masalah sampah jadi penyebab daerah itu dilanda banjir di 22 lokasi.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Banjir di 22 lokasi di enam kecamatan di wilayah Kota Bekasi, Jawa Barat, merupakan banjir lokal. Penyebab banjir selain karena hujan deras juga disebabkan berkurangnya daerah resapan air dan sampah yang menyumbat berbagai saluran air di daerah itu.
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bekasi, hingga Minggu pukul 13.00, ada 22 titik genangan air di enam wilayah Kecamatan, yakni Rawalumbu, Pondok Gede, Medan Satria, Jatiasih, Bekasi Selatan, dan Bekasi Barat. Banjir di daerah itu mulai berangsur surut sejak pukul 15.00.
Wilayah paling parah terdampak banjir ada di Perumahan Duta Kranji, Kecamatan Bekasi Barat, dan Perumahan Jatibening Permai, Kecamatan Pondok Gede. Ketinggian air yang merendam perumahan warga di dua tempat itu mencapai 120 sentimeter.
Ketua RW 011, Kelurahan Jatibening, Antoni Hilman, saat ditemui Minggu sore, mengatakan, banjir mulai melanda Perumahan Jatibening sejak pukul 09.00 dan baru surut pukul 15.00. Banjir di perumahan warga merupakan banjir kiriman dari kompleks AL, Kelurahan Jatibening dan Kompleks PAM, wilayah Kelurahan Jatikramat, Kecamatan Jatiasih.
”Penyebab banjir ini memang karena faktor debit air yang besar yang tidak tertampung Kali Bojong Rangkong. Selain curah hujan, di belakang ini ada kompleks perumahan yang dulunya tanah kosong tetapi sekarang sudah penuh dengan perumahan dan airnya tumpah ke sini semua,” ucapnya.
Air yang tertahan di perumahan warga itu tidak bisa dialirkan secara cepat ke sungai lantaran saluran air dari perumahan warga yang mengalir di bawah Jalan Tol Jatibening ukurannya kecil. Warga berharap ada upaya pengelola jalan tol dan pemerintah daerah memperluas saluran air itu untuk mempercepat proses surutnya banjir.
Resapan air berkurang
Wakil Wali Kota Bekasi Tri Adhianto, saat meninjau langsung warga terdampak banjir di Perumahan Jatibening Permai, Minggu sore, mengatakan, banjir yang merendam sejumlah wilayah di Kota Bekasi, termasuk di Jatibening, akibat berkurangnya ruang resapan air. Itu disebabkan pembangunan di Kota Bekasi yang kian masif dan mengubah tata guna lahan. Pembangunan itu, antara lain kebutuhan lahan untuk permukiman, infrastruktur kota, dan proyek strategis nasional yang melintasi Kota Bekasi.
”Air hujan saat ini semakin cepat masuk ke sungai. Restorasi dan perbaikan infrastruktur sungai tidak bisa mengimbangi tingginya sedimentasi dan tingkat kerusakan lingkungan,” kata Tri.
Tri menambahkan, faktor lain penyebab banjir di Kota Bekasi adalah persoalan sampah. Warga masih membuang sampah tidak pada tempatnya sehingga menyebabkan terjadinya penyumbatan saluran air.
”Kemampuan dinas lingkungan hidup untuk mengangkut sampah produksi masyarakat (tidak sebanding) sehingga muncul lokasi-lokasi sampah liar atau masyarakat tidak memiliki kesadaran menjaga sungai sehingga sampah banyak berada di aliran sungai,” ujarnya.
Pemerintah Kota Bekasi, kata Tri, di musim hujan ini akan memaksimalkan mesin pompa air yang ada untuk mempercepat surutnya air yang merendam permukiman warga. Adapun untuk penanganam banjir di Perumahan Jatibening Permai, Pemerintah Kota Bekasi akan membangun tempat penampungan air di salah satu tanah lapang di kompleks perumahan warga.
"Kami akan mengubah lapangan ini jadi tandon air untuk menampung air saat curah hujan tinggi. Selain itu, kami juga akan memperbaiki (saluran air) crossing di bawah tol," tutur Tri.
Sementara itu, BPBD Kota Bekasi masih akan terus bersiaga mengantisipasi banjir susulan jika Kota Bekasi kembali dilanda hujan dengan intensitas sedang hingga lebat. Beberapa langkah persiapan itu, antara lain menyiapkan perahu karet dan tenda pengungsian di 12 wilayah kecamatan.
”Kami mohon dibantu masyarakat agar menginformasikan kejadian-kejadian yang ada di wilayahnya. Selama tiga hari ke depan, warga waspada karena curah hujan tinggi hingga ekstrem masih mungkin terjadi,” kata Kepala Pelaksana BPBD Kota Bekasi Agus Harpa.