Sebagian warga Jakarta dan sekitarnya mempertimbangkan keselamatan ketika pelesir ke Puncak. Pasalnya, bencana berkali-kali terjadi di kawasan Puncak, akhir-akhir ini. Belum lagi kemacetatan yang rutin terjadi.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Udara sejuk sekaligus jarak yang tidak terlalu jauh membuat kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, menjadi salah satu tempat wisata pilihan warga Jakarta dan sekitarnya. Kendati demikian, mereka mulai jenuh dengan kondisi Puncak yang selalu macet setiap akhir pekan dan bencana yang terjadi silih berganti di kawasan itu.
Warga Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Indah (38), menempatkan Puncak di nomor dua daftar paling atas lokasi wisata idaman keluarga. Selain iklimnya yang sejuk dan banyak tempat berfoto asyik, Indah memilih Puncak karena lokasinya tak terlalu jauh dari rumah.
”Puncak selalu soal macet, aturan jalan buka tutup, sejuk, adem, kuliner, dan panorama alamnya yang begitu memesona. Stres di perjalanan biasanya terbayar setelah menghirup udara segar di sana,” ujarnya, Minggu (31/1/2021).
Indah berwisata ke Puncak pada akhir November, tahun lalu. Waktu itu, instansi pemerintah tempatnya bekerja mengadakan kegiatan luar ruangan selama empat hari. Dari informasi warga, dia mendapat sejumlah rekomendasi tempat yang bagus untuk berfoto.
”Sayang saja, sekarang lagi pandemi Covid-19. Kalau enggak,sudah aku kunjungi semua,” katanya, menambahkan.
Kendati demikian, Indah tetap mempertimbangkan keselamatan ketika pelesir ke Puncak. Bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi beberapa waktu lalu di Puncak membuatnya waswas. Dalam dua pekan terakhir, banjir bandang melanda kawasan perkebunan teh Gunung Mas, Puncak.
”Faktor bencana ini jadi pertimbangan banget. Kalau Covid-19, kan, masih bisa diantasipasi dengan protokol kesehatan. Namun, kalau kondisi alam, tidak bisa diperkirakan, takut kenapa-napa,” ujarnya.
Warga Jakarta Barat, Cindy Silviana (32), merasa Puncak tak seperti dulu lagi. Orang semakin ramai, bangunan makin banyak, tetapi kelestarian lingkungan terabaikan. Tak heran, lanjut Cindy, Puncak sering dilanda banjir.
”Ditambah lagi aku agak malas terkena macet di jalan. Di mana-mana banyak bangunan, tapi lingkungan tak dijaga. Belum lagi ada isu tentang salah satu kampung di sana yang hanya digunakan untuk kawin kontrak,” katanya.
Warga Bekasi, Jawa Barat, Yulvia (30), tak habis pikir dengan warga yang ke Puncak setiap akhir pekan. Alih-alih menyenangkan, dia merasa wisata ke Puncak justru menguras tenaga.
”Di jalan saja sudah macet, belum lagi pulangnya. Tetapi, kan, pendapat orang beda-beda, ya. Kalau gue, ya, heran saja. Mengapa orang bela-belain menerobos macet terus sampai di sana hanya untuk tidur doang,” katanya.
Bagi perempuan lajang seperti dirinya, Puncak tidak terlalu menarik. Dia berpendapat, Puncak mungkin lebih menarik bagi wisata keluarga. ”Ada teman papa gue yang sering ke Puncak itu memang untuk betul-betul mencari quality time bersama anggota keluarga. Mereka dari rumah bawa bekal untuk dimasak di sana. Kalau untuk gue, lebih baik ke Bandung atau Yogyakarta karena pilihan tempatnya lebih banyak dan beragam,” tuturnya.
Warga Depok, Jawa Barat, Maulida Muna (26), baru semalam mengunjungi Puncak. Dari rumahnya, waktu tempuh ke Puncak hanya 30 menit dengan menggunakan mobil. ”Menyegarkan banget semalam meski cuma duduk dalam mobil dan makan mi di pinggir jalan,” ujar pemilik usaha susu kurma Kurlaban ini.
Jarak yang relatif dekat membuat Maulida dan keluarga memilih Puncak untuk wisata ”tipis-tipis”. ”Kalau untuk wisata jarak dekat, Puncak memang pilihan. Namun, kalau harus staycationgitu, aku lebih baik mencari lokasi wisata yang jauh sekalian dari rumah,” ujarnya.