Pariwisata di Kawasan Puncak Masih Terpuruk akibat Pandemi Covid-19
Kondisi pariwisata di kawasan Puncak, Jawa Barat, masih terpuruk akibat pandemi Covid-19. Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM membuat gairah masyarakat untuk berwisata ke Puncak juga menurun.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Cuaca buruk dan potensi bencana tidak berpengaruh pada minat masyarakat untuk berlibur ke kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Minat berlibur lebih dipengaruhi oleh aturan pembatasan kegiatan masyarakat oleh pemerintah selama pandemi Covid-19.
Selain pandemi Covid-19, publik yang tetap ingin berwisata ke kawasan Puncak, Jawa Barat, diminta berhati-hati karena cuaca buruk diperkirakan berlangsung hingga Februari 2021.
Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Kabupaten Bogor Boboy Ruswanto mengatakan, kondisi pariwisata masih terpuruk akibat pandemi Covid-19. Hal ini didukung oleh pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
”Okupansi penginapan di Kabupaten Bogor turun drastis. Penurunannya bisa sampai dengan 80 persen. Kondisi ini masih berlanjut pada Januari 2021,” kata Boboy saat dihubungi, Minggu (31/1/2021).
Menurut dia, okupansi penginapan sempat naik saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dilonggarkan. Tren positif okupansi penginapan terjadi Agustus-November 2020. Saat itu, hotel boleh menerima tamu sebanyak 60 persen dari kapasitas maksimal.
Yang memengaruhi kunjungan wisatawan yang berlibur ke Puncak adalah aturan PPKM. Sejauh ini, kejadian seperti banjir bandang tidak terlalu berpengaruh.
Peningkatan okupansi hotel saat itu berkisar 55-60 persen. Rata-rata pengunjung menginap hanya satu malam. Pengunjung yang datang diminta untuk mematuhi protokol kesehatan. Hal yang sama berlaku untuk karyawan hotel (Kompas, 31/10/2020).
”Yang memengaruhi kunjungan wisatawan yang berlibur ke Puncak adalah aturan PPKM. Sejauh ini, kejadian seperti banjir bandang tidak terlalu berpengaruh (terhadap kunjungan wisatawan),” ucap Boboy.
Sebelumnya, banjir bandang menerjang kawasan Gunung Mas, Kabupaten Bogor, pada 19 Januari 2021. Dari pukul 09.00 hingga 13.00 tercatat ada empat kali banjir bandang yang membawa lumpur, potongan pohon, hingga menyeret ternak warga. Ada 134 keluarga dan 474 jiwa yang terdampak bencana ini (Kompas, 20/1/2021).
Banjir bandang dinilai terjadi akibat longsor di gunung anakan Pangrango. Longsoran itu membendung sungai. Hujan dengan intensitas tinggi ditambah akumulasi air sungai bisa menjebol pembendungan air sehingga menyebabkan banjir bandang (Kompas, 30/1/2021).
Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan, puncak musim hujan terjadi pada Januari-Februari 2021. Hal ini terjadi di sebagian Sumatera bagian selatan, sebagian besar Jawa, sebagian Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Papua Barat, dan Papua bagian selatan.
BMKG mengimbau masyarakat mewaspadai cuaca ekstrem. Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto dalam keterangan tertulis pekan lalu mengatakan, peningkatan tren curah hujan ekstrem dipicu beberapa hal, salah satunya perubahan iklim.
”Walaupun curah hujan sedang, masih ada potensi bencana hidrometeorologis. Hal ini bergantung pada daya dukung lingkungan dalam merespons kondisi curah hujan,” ujar Guswanto.
Saat dihubungi terpisah, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor Dede Armansyah mengatakan, informasi kesiapsiagaan bencana sudah disampaikan kepada masyarakat. Potensi bencana akibat cuaca buruk diperkirakan terjadi hingga akhir Februari atau awal Maret 2021.
Bencana yang diantisipasi adalah longsor, banjir bandang, dan banjir genangan. Seluruh RT/RW dan perangkat masyarakat diminta untuk memantau kondisi sekitar, seperti retakan pada tebing di sekitar permukiman, sumbatan di sungai atau saluran air, dan debit air. Lebih lanjut, warga diminta berkoordinasi dengan BPBD.
”Kami juga telah mengimbau pengelola kawasan wisata alam terbuka untuk memantau kondisi saat cuaca buruk. Untuk wisatawan, sebaiknya tunda kunjungan saat intensitas hujan tinggi karena ada potensi bencana,” ujar Dede.