Kota Bogor Tambah Fasilitas Kesehatan Non-rumah Sakit
Selain penguatan 3T, juga sedang digagas ada dana kelurahan dari pemerintah pusat untuk pemulihan perekonomian warga yang terdampak pandemi Covid-19.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Pemerintah Kota Bogor terus berupaya meningkatkan testing (pemeriksaan), tracing (pelacakan), dan treatment (perawatan) atau 3T dengan menambah fasilitas kesehatan non-rumah sakit hingga penguatan sumber daya manusia di tingkat RT/RW. Upaya ini diharapkan mampu menekan angka kasus positif di Kota Bogor.
Di Kota Bogor, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan (Pusdiklatwas) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan BPKP, Kampus 2, Ciawi, kini dijadikan pusat isolasi pasien Covid-19 non-rumah sakit. Fasilitas Pusdiklatwas khusus orang tanpa gejala (OTG) dan gejala ringan itu memiliki 64 kamar dengan kapasitas 128 tempat tidur.
”Semua ikhtiar yang kita lakukan pada intinya kita kembalikan lagi pada rumus dasarnya, yaitu 3 T (testing, tracing, treatment), inilah yang terus kita kuatkan. Testing diperkuat dan PCR tidak kendur. Tracing, kapolresta sekarang luar biasa dengan terus turun ke bawah membentuk satuan pengawasan hingga di tingkat masyarakat. Treatment yang dilaksanakan, dipastikan selalu dievaluasi, salah satunya bed occupancy rate (BOR). Selama ada rumusan dan landasannya, fokus pada itu saja,” kata Wali Kota Bogor Bima Arya, Minggu (7/3/2021).
Menurut Bima, dibandingkan BNN Lido, fasilitas Kampus 2 Pusdiklatwas lebih ideal dan jaraknya lebih dekat sehingga diharapkan mempermudah akses pelayanan. Mekanisme penjemputan pasien tetap sama seperti sebelumnya. Penjemputan dan pengantaran pasien melalui layanan 119, sehingga tidak datang atau pulang sendiri, tetapi akan dikoordinasi Dinkes Kota Bogor. Ambulans juga siap siaga 24 jam.
Bima melanjutkan, selain fokus pada fasilitas kesehatan, kesiapan 3T juga perlu memperkuat sumber daya manusia. Untuk itu, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kota Bogor menggelar simulasi PPKM Mikro kepada 36 lurah dan camat se-Kota Bogor yang baru terpilih.
Kepala Kepolisian Resor Metro Kota Bogor Komisaris Besar Susatyo Purnomo Condro mengatakan, simulasi itu agar lurah dan camat satu sinkronisasi mengaplikasikan PPKM mikro hingga ke tingkat RT/RW. Salah satu simulasi adalah para lurah dan camat perlu mencatat dan mendata kasus. Selain itu, penanganan cepat melalui koodinasi dengan dinkes dan Polisi RW.
”Simulasi agar ada satu sinkronisasi sehingga Inmendagri Nomor 3/2012 dan Perwali Nomor 7/2021 itu bisa aplikatif pengawasan atau pemantauan protokol kesehatan di lapangan. Kami Polri dan TNI akan mendukung penuh kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan dalam rangka mencegah penularan korona di tingkat RT/RW. Kami terjunkan 776 polisi RW untuk mendampingi hingga ke RT/RW,” kata Susatyo.
Bima melanjutkan, pihaknya saat itu sedang menyusun program intensif kepada pekerja lapangan yang terlibat langsung dalam penanganan Covid-19. ”Untuk rencana insentif lurah. Orang-orang petarung di lapangan ini risikonya besar, karena itu tunjangannya juga harus ditambah. Sementara yang di belakang meja risikonya tidak besar harus ikhlas menyesuaikan. Ini perlu landasan hukum, sedang diproses mudah-mudahan akhir Maret ini bisa direalisasikan,” kata Bima.
Alokasi dana kelurahan
Bima yang juga Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) itu mengatakan, dalam rapat pada Sabtu (6/3/2021), mereka merekomendasikan dana kelurahan dialokasikan kembali. Rekomendasi itu akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.
Dana kelurahan penting untuk pemulihan perekonomian warga yang terdampak wabah Covid-19. Apeksi meminta agar pemerintah pusat kembali mengalokasikan dana kelurahan. Apeksi juga siap bersama-sama pemerintah pusat untuk fokus kepada economic recovery karena banyak kota memiliki potensi pariwisata dan perdagangan.
”Di kabupaten ada dana desa, kami sempat menikmati dana kelurahan itu selama dua tahun, tetapi kemudian dihentikan. Padahal, hari ini dana kelurahan diperlukan untuk economic recovery untuk berjuang mengatasi pandemi. Waktunya sedang diatur, kami akan bertemu dengan Bapak Presiden dan para menteri untuk menyampaikan aspirasi dari 98 kota anggota Apeksi di seluruh Indonesia,” ujar Bima.
Rekomendasi lainnya dalam rapat tersebut terkait dengan bantuan sosial. Apeksi ingin pemerintah betul-betul memperhatikan dan memfokuskan aspek pendataan untuk bantuan sosial.
”Data harus transparan, data harus update, sehingga tidak ada persoalan bahwa data tidak valid, data tidak akurat. Kami sudah berkomunikasi dengan Menteri Sosial Ibu Risma yang tentunya sudah punya pengalaman banyak juga sebagai wali kota Surabaya. Jadi, dana bansos, pendataan warga tidak mampu menjadi kepedulian pertama kami para wali kota,” ujar Bima.
Rapat Dewan Pengurus Apeksi periode 2021-2024 itu dihadiri Marten Taha (Wali Kota Gorontalo), Aminullah Usman (Wali Kota Banda Aceh), Hendrar Prihadi (Wali Kota Semarang), Abdullah Abu bakar (Wali Kota Kediri), Maulan Aklil (Wali Kota Pangkalpinang), Dewanti Rumpoko (Wali Kota Batu), SN Prana Putra Sohe (Wali Kota Lubuklinggau), Jefirstson R Riwu Kore (Wali Kota Kupang), Khairul (Wali Kota Tarakan), dan Richard Louhenapessy (Wali Kota Ambon). Sementara secara daring hadir Firdaus (Wali Kota Pekanbaru) dan Dedy Yon Supriyono (Wali Kota Tegal).