Menumbuhkan Optimisme Vaksinasi Covid-19 pada Warga Lansia
Jumlah kematian yang tinggi akibat Covid-19 pada kelompok lansia menjadi ”alarm” agar pelaksanaan vaksinasi penduduk usia 60 tahun ke atas bisa dipercepat.
Oleh
Krishna P Panolih/Litbang Kompas
·4 menit baca
Penularan virus korona atau virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 tak mengenal usia. Meski persentase kasus terkonfirmasi positif Covid-19 bukan yang paling tinggi, kelompok lanjut usia (lansia) paling rentan terhadap risiko kematian. Data laman Covid19.go.id pada 26 Mei 2021 menunjukkan, kelompok lansia yang terpapar Covid-19 sebesar 11,3 persen berada di urutan keempat setelah usia produktif (19 -59 tahun). Namun, hampir separuh dari jumlah kematian (49,4 persen) terjadi pada kelompok lansia. Artinya, dari total 49.771 kematian, 24.587 jiwa di antaranya penduduk lansia.
Hal ini menunjukkan betapa besar risiko yang dihadapi para lansia dibandingkan kelompok lainnya. Mirisnya, penularan pada kaum lansia diduga terjadi dari kelompok usia produktif disekitarnya mengingat aktivitas lansia yang terbatas. Selain itu, lansia juga rentan oleh menurunnya fungsi imun dan munculnya penyakit penyerta, seperti kardiovaskuler, diabetes melitus (DM), ataupun hipertensi.
Badan Pusat Statistik mencatat, angka kesakitan penduduk lansia tahun 2020 sebesar 24,35 persen. Artinya, hampir 1 dari 4 lansia mengalami sakit. Meski persentasenya cenderung turun dalam lima tahun terakhir, perlu diwaspadai ancaman Covid-19 dapat menaikkan angka kesakitan warga lansia ini.
Penerimaan
Sementara itu, seiring meningkatnya usia harapan hidup di Indonesia berarti populasi lansia juga meningkat. Dalam waktu hampir lima dekade, persentase lansia Indonesia meningkat sekitar dua kali lipat (1971-2020), yakni menjadi 9,92 persen (26 juta-an). Kondisi ini cenderung diikuti morbiditas lansia.
Pemerintah kemudian memprioritaskan dan menetapkan target 21,5 juta warga lansia untuk mendapatkan vaksin Covid-19. Namun, sudah tiga bulan berjalan, baru tercapai 10,05 persen atau sekitar 2,17 juta lansia yang sudah menerima vaksin penuh 2 dosis. Provinsi Jawa Tengah tercatat sebagai provinsi penyumbang cakupan vaksinasi lansia terbesar di Indonesia. Bahkan, cakupannya jauh di atas cakupan nasional.
Capaian ini merupakan langkah yang sangat positif mengingat Jawa Tengah termasuk salah satu dari enam provinsi yang memiliki struktur penduduk tua, yakni penduduk lansianya sudah mencapai 10 persen (13,81 persen), sedangkan provinsi lainnya, yakni DI Yogyakarta 14,71 persen, Jawa Timur 13,38 persen, Bali 11,58 persen, Sulawesi Utara 11,51 persen, dan Sumatera Barat 10,07 persen. Keenam provinsi ini diharapkan bisa mempercepat vaksinasi pada lansia agar segera terbentuk kekebalan kelompok (herd imunity) dan lansia terlindungi.
Penerimaan publik menjadi pertimbangan penting yang memengaruhi kesuksesan vaksinasi, di samping aspek ketersediaan ataupun distribusi vaksin. Survei tatap muka Kompas di 34 provinsi awal Januari lalu sebelum program vaksinasi Covid-19 dijalankan, mendapat gambaran bagaimana penerimaan lansia terhadap program ini. Penerimaan dan penolakan kelompok lansia terbelah namun relatif imbang. Tercatat 39 persen yang menolak (tidak berminat), terdapat pula 34 persen yang bersedia (berminat). Selain itu, juga tercatat 15 persen yang masih ragu-ragu.
Minimalkan keraguan
Tak dapat dimungkiri vaksinasi Covid-19 pada warga lansia masih menghadapi permasalahan kebimbangan dan kemanjuran terhadap vaksin itu sendiri. Ini ditunjukkan oleh Survei Indonesia Covid-19 Country Profile pada Januari hingga Maret 2021. Namun, survei yang merupakan kerja sama Facebook dengan Universitas Maryland, AS, ini menunjukkan ada perubahan yang positif dalam tingkat keraguan masyarakat Indonesia.
Secara umum tingkat keraguan Indonesia terhadap vaksin Covid-19 dinilai membaik, dari 28,6 persen (Januari) menjadi 19,2 persen (Maret). Indonesia memiliki keragu-raguan vaksin Covid-19 terendah keempat di kawasan Asia Pasifik setelah Singapura, Vietnam, dan Jepang.
Khusus untuk responden lansia muncul berbagai alasan terkait keragu-raguan terhadap vaksin tersebut dari faktor kesehatan, politik, ekonomi, hingga agama. Namun, alasan utama mereka lebih pada kekhawatiran akan timbulnya efek samping. Hal ini diakui 40 persen responden. Sementara 32 persen responden meragukan keamanan vaksin bagi lansia dan ada 13 persen yang meragukan efektivitasnya.
Terkait keamanan dan efektivitas, BPOM sudah mengeluarkan izin, khususnya vaksin Sinovac, bisa digunakan untuk warga lansia. Berdasarkan uji klinis yang telah dilakukan, vaksin Sinovac sudah terbukti aman dan efektif. Efikasi vaksin Sinovac untuk lansia pada uji klinis ini bahkan mencapai 98 persen. Dari uji klinis ini juga ditemukan bahwa efek samping yang dirasakan umumnya bersifat ringan dan sedang.
Pemerintah sendiri sudah mengupayakan berbagai hal agar vaksinasi berlangsung aman. Ini bisa dilihat pada penapisan (skrining) untuk vaksinasi Covid-19. Dalam pedoman penapisan untuk vaksinasi Covid-19, dua poin utamanya adalah meminimalkan risiko kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) dan mengoptimalkan keefektifan vaksinasi. Dan khusus untuk warga lansia, ada pertimbangan kondisi kerentaan (frailty) yang berkaitan dengan penurunan fungsi tubuh pada proses menua dan komorbid.
Kaum lansia diharapkan selalu optimistis menghadapi vaksinasi ini. Apalagi, pada 29 Mei kemarin baru berlangsung perayaan Hari Lanjut Usia Nasional. Setidaknya menerima vaksin bisa menghindari atau mengurangi paparan penyakit Covid-19 agar tetap menjadi lansia yang sehat dan produktif.