Kluster Pondok Pesantren di Kota Bogor Bertambah 65 Kasus
Seperti di kluster perumahan Bubulak, Pemkot Bogor fokus pada penanganan di Pondok Pesantren Bina Madani dengan upaya maksimal 3T.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Kluster Pondok Pesantren Bina Madani, Harjasari, Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat, bertambah 33 kasus baru positif sehingga total menjadi 65 kasus. Pemerintah Kota Bogor fokus menangani kasus kluster ini dengan upaya pelacakan, tes, dan penanganan (tracing, testing, treatment/3T) serta menjamin kebutuhan harian santri pesantren selama dikarantina.
Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, dari hasil tes usap PCR kepada 453 penghuni Pondok Pesantren Bina Madani, hasilnya 33 positif Covid-19 sehingga total ada 65 kasus.
”Seperti di kluster perumahan Bubulak. Kami fokus pada penanganan di Pondok Pesantren Bina Madani dengan upaya maksimal 3T. Sebelumnya ada 32 santri yang positif. Lalu kami segera menggelar tes usap PCR seluruh penghuni sebanyak 453 orang. Hasilnya, 33 kasus positif baru sehingga total 65 kasus,” tutur Bima, Senin (7/6/2021).
Ia menyebutkan, Pondok Pesantren Bina Mardani segera ditutup untuk berbagai aktivitas termasuk pengawasan ketat keluar masuk warga dan santri agar menghindari penularan. Untuk itu, Satgas Penanganan Covid-19 Kota Bogor meminta Perumda Pasar Pakuan Jaya menyiapkan kebutuhan harian penghuni pondok pesantren.
”Kita siapkan logistik, vitamin, posko gabungan, petugas TNI dan Polri, petugas kesehatan beserta ambulans untuk memonitor kesehatan penghuni, tim surveilans Dinas Kesehatan Kota Bogor dan puskesmas untuk pelacakan dan tes. Protokol kesehatan ketat di pondok pesantren. Tidak ada kerumunan, pembatasan aktivitas, masker, dan lainnya,” ujar Bima.
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim menambahkan, dari total 65 kasus positif hasil tes usap PCR, 56 orang sudah dibawa ke pusat isolasi di Pusdiklat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Ciawi untuk mendapatkan perawatan intensif. Sementara 1 orang masih dalam proses evakuasi untuk dibawa ke pusat isolasi dan 8 santri lainya yang berstatus tanpa gejala diisolasi di rumah masing-masing dengan pengawasan tim surveilans.
”Proses evakuasi kami lakukan bertahap. Intinya, penghuni pondok pesantren harus mendapat perawatan di pusat isolasi. Dari 33 kasus penambahan tersebut, 20 orang merupakan santri putra dan 13 santri putri,” kata Dedie.
Ia merinci, terdapat 453 penghuni Pondok Pesantren Bina Madani. Jumlah itu terdiri dari 176 santri putri, 222 santri putra, 34 orang pengurus santri putri, dan 21 orang pengurus santri putra.
”Kami sedang melacak lagi mereka yang melakukan kontak erat kepada para santri. Terutama selama dalam proses perjalanan dari daerah asal masing-masing sampai ke Bogor. Kami memastikan tidak ada kegiatan. Termasuk kegiatan peribadatan yang melibatkan warga itu dikurangi atau bahkan dibatasi,” tutur Dedie.
Adanya kasus kluster pondok pesantren, kata Dedie, berpengaruh besar pada proses uji coba pembelajaran tatap muka (PTM) yang saat ini berlangsung. Hal itu yang kemudian menjadi kekhawatiran karena PTM pada Juli mendatang status wilayah yang boleh melaksanakan PTM berada di zona kuning dan hijau.
”Sekarang terbukti kalau kita tidak hati-hati, tidak ada protokol kesehatan ketat, risikonya ada paparan,” ujar Dedie.
Untuk itu, lanjutnya, sekarang ini Pemkot Bogor berupaya maksimal untuk meminimalkan potensi paparan dan penyebaran Covid-19 di Kota Bogor. Pemkot Bogor harus mengambil langkah-langkah yang komprehensif dan cepat agar menghindarkan bertambahnya jumlah warga yang terkena Covid-19.
Bima melanjutkan, dari kluster perumahan Griya Melati dan Pondok Pesantren Bina Madani, satgas menyimpulkan penularan terjadi akibat perjalanan dari luar kota.
Untuk itu, ia memerintahkan lurah dan camat mendata pesantren yang akan melaksanakan PTM pada Juli mendatang. Seluruh sivitas akademika harus menjalani tes usap PCR sebelum PTM berlangsung. Pemkot Bogor juga bekerja sama dengan Kementerian Agama agar PTM berlangsung aman.
Berdasarkan data pembaruan Dinas Kesehatan Kota Bogor, Senin, 7 Juni, ada penambahan konfirmasi positif harian sebanyak 39 kasus sehingga total konfirmasi mencapai 16.325 kasus. Adapun yang masih sakit 530 kasus, selesai isolasi atau sembuh 15.530 kasus, dan meninggal 265 kasus. Sementara kontak erat harian bertambah 7 kasus sehingga total mencapai 10.731 kasus kontak erat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), total penduduk Kota Bogor mencapai 1.043.000 orang di enam kecamatan. Jika merujuk pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), satgas harus melacak kontak erat 1:1.000 jumlah penduduk. Target yang ditetapkan untuk rasio kontak erat yang dilacak per satu orang positif adalah 10-30 orang.
Per Senin, jumlah penambahan konfirmasi positif harian di Kota Bogor ada 39 kasus. Jika mengacu pada aturan WHO bahwa pelacakan dilakukan pada 15 kontak erat, pemeriksaan terkait Covid-19 mencapai 585 orang kontak erat.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pemeriksaan spesimen harus dikejar dalam waktu paling lama 72 jam setelah hasil konfirmasi positif keluar.
Hal itu bertujuan agar identifikasi penularan kasus bisa cepat dilakukan sehingga isolasi dapat segera dijalankan. Dengan proses ini, harapannya laju penularan kasus bisa ditekan agar pandemi Covid-19 dapat diatasi dengan baik.
Menurut perkiraan epidemiologi, jumlah kasus aktif pada 2021 mencapai 1,7 juta kasus. Apabila pelacakan dilakukan pada 15 kontak erat, ada sekitar 25 juta orang yang harus diperiksa terkait Covid-19.
Budi memaparkan, penambahan sumber daya untuk pelacakan akan diupayakan dengan memberdayakan petugas babinsa (bintara pembina desa) dan bhabinkamtibmas (bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat) yang tersebar di semua desa.
Pemerintah menargetkan ada 80.000 tenaga pelacak yang tersedia. Jumlah itu sesuai dengan rekomendasi WHO yang menetapkan minimal ada 30 tenaga pelacak untuk 100.000 penduduk.