Pemalsu Sediakan Surat Positif Covid-19 bagi yang Ingin Bolos Kerja
Pada masa PPKM darurat, bisnis haram pemalsuan hasil tes Covid-19 kembali bersemi.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemalsu surat tes Covid-19 terus diburu polisi. Hari ini, beberapa pemalsu surat ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya. Mereka diketahui tidak hanya melayani pembuatan surat keterangan sehat dengan hasil tes negatif Covid-19, tetapi juga positif untuk oknum yang ingin bolos bekerja.
Selasa (13/7/2021), di Jakarta, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengungkap modus yang dilakukan dua kelompok pemalsu surat tes Covid-19. Polisi menelusuri aksi pemalsu yang mencari keuntungan tersebut melalui media sosial.
”Mereka memalsukan surat tes, salah satunya untuk persyaratan naik pesawat yang mewajibkan tes swab PCR maksimal H-1 perjalanan. Orang-orang yang coba bermain tanpa PCR, tanpa tes antigen, tanpa memiliki bukti atau belum vaksin, dengan mudah bisa dapat surat-surat ini,” tuturnya.
Mereka tidak hanya melayani pembuatan hasil tes Covid-19 negatif saja, tetapi juga ada yang memesan untuk hasil positif. Biasanya yang pesan hasil positif ini orang-orang yang tidak mau kerja, jadi ada alasan tidak masuk kantor.
Hal ini seperti yang dilakukan kelompok pertama yang terdiri atas dua tersangka, yaitu MI dan NFA. Dua orang yang diamankan pada 10 Juli lalu di Tangerang, Banten, memasarkan jasa ilegal mereka melalui akun Facebook. Sejak Maret lalu, mereka menjual surat tes usap antigen dan PCR mulai Rp 170.000 sampai Rp 300.000.
Tidak hanya surat tes Covid-19, mereka selama ini juga melayani pembuatan dokumen palsu lainnya, seperti KTP, SIM, ijazah, sampai surat nikah. Jasa tersebut dihargai mulai dari Rp 80.000 sampai Rp 1 juta. Keuntungan dari usaha itu lantas mereka bagi dua.
Kelompok kedua adalah sejoli yang berpacaran, yaitu NJ dan NDP, yang juga memanfaatkan platform Facebook untuk berpromosi. NJ adalah laki-laki yang berpengalaman bekerja di percetakan. Sejak tahun ini, mereka menjual dokumen hasil tes usap antigen dengan harga Rp 100.000, hasil tes usap PCR Rp 200.000, dan sertifikat vaksin Rp 300.000.
”Mereka tidak hanya melayani pembuatan hasil tes Covid-19 negatif saja, tetapi juga ada yang memesan untuk hasil positif. Biasanya yang pesan hasil positif ini orang-orang yang tidak mau kerja, jadi ada alasan tidak masuk kantor,” ungkap Yusri.
Sejauh ini polisi juga mendapatkan bukti dan keterangan bahwa keduanya membuat dokumen palsu lainnya, seperti KTP, SIM, NPWP, akta kelahiran, slip gaji, ijazah, hingga surat nikah. Keuntungan dari kegiatan pemalsuan itu dipakai untuk menambah kegiatan usaha lain tersangka.
Polisi masih terus mendalami dua kasus tersebut. Para tersangka dipastikan bisa terjerat Pasal 263 atau Pasal 268 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Membuat Surat Palsu atau Memalsukan Surat serta Pasal 35 juncto Pasal 51 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman 6 tahun penjara.
Yusri mengatakan, polisi juga akan mendata pengguna surat keterangan palsu tersebut karena bisa membahayakan masyarakat. Sebelumnya, juru bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito ,mengingatkan masyarakat agar tidak membuat surat keterangan palsu karena dapat berujung pada sanksi pidana.
”Masyarakat harus menghindari melakukan praktik kecurangan tersebut. Bahkan, jika ada masyarakat yang mengetahui hal tersebut terjadi, harus segera melaporkan kepada pihak yang berwenang. Jika ini dibiarkan, penularan Covid-19 di tengahmasyarakat tidak akan terkendali dan menimbulkan korban jiwa,” tutur Wiku.
Penegakan hukum terkait praktik pemalsuan surat keterangan sehat tetap penting kendati pemerintah daerah, seperti DKI Jakarta, terus meningkatkan kapasitas tes Covid-19. Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, kemarin, menyebutkan jumlah tes usap PCR di Jakarta sudah hampir 20 kali dari standar yang ditentukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Sesuai aturan WHO yang menetapkan target tes PCR 1.000 orang per sejuta penduduk per minggu, DKI Jakarta memiliki target minimum 10.645 orang dites per minggu. Adapun dalam seminggu terakhir, sebanyak 198.531 orang dites PCR di Jakarta.
Peningkatan kapasitas tes juga dinilai sejalan dengan penambahan kasus harian yang memecahkan rekor pada Senin (12/7/2021) lalu dengan 14.619 kasus.
”Semakin banyak kita menemukan Covid-19 di Jakarta, semakin cepat kita melakukan tracing dan semakin cepat kita lakukan treatment. Harapannya dengan demikian, orang bisa segera mengurangi dan memutus mata rantai penularan Covid-19. Mudah-mudahan ke depan bisa semakin menurun kasus positifnya, kasus aktifnya. Sekali lagi inilah cara kita,” kata Riza.