Selama Pandemi Covid-19 Timbulan Limbah Infeksius di Jakarta 15.000 Ton
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengupayakan penanganan khusus terhadap limbah infeksius.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mencatat, limbah infeksius yang timbul selama pandemi Covid-19 mencapai 15.257,746 ton. Sosialisasi pemilahan dari sumber asal, seperti rumah tangga, dikerjakan terus- menerus, sedangkan para epidemiolog meminta Pemerintah Provinsi DKI memberi perlindungan kepada petugas pengangkut sampah infeksius dengan cara menerapkan tes antigen dan vaksin.
Yogi Ikhwan, Kepala Seksi Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat, Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta, Senin (11/10/2021), menjelaskan, pendataan sampah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang termasuk di dalamnya limbah infeksius itu berasal dari beberapa sumber, yakni rumah tangga, fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, dan dari laboratorium.
Untuk limbah infeksius dari rumah tangga, pencatatan Dinas LH DKI Jakarta sepanjang 2021 mencatat 1,535 ton limbah infeksius yang ditangani. Limbah infeksius yang dimaksud adalah masker bekas, serta APD-APD lain.
Limbah sebanyak itu diangkut dari lima titik, yaitu TPS 3R Dakota Kemayoran, Jakarta Pusat; Dipo Ancol, Jalan Ancol VIII, Jakarta Utara; TPS Limbah B3 Asrama Dinas Lingkungan Hidup Bambu Larangan, Jakarta Barat; TPS Limbah B3 Pesanggrahan, Jakarta Selatan; serta Dipo PLN, Jakarta Timur dan dinas LH.
Lalu, limbah dari tiga sumber lainnya sejak awal pandemi, 27 April 2020 sampai dengan 5 September 2021. Dari periode itu, timbulan limbah infeksius dari laboratorium pengetesan Covid-19 sebanyak 22,767 ton. Dari hotel-hotel yang menjadi tempat isolasi mandiri dan lokasi isolasi terkendali 119,444 ton.
Lalu dari fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) ada 15.114,109 ton. Limbah yang timbul dari fasyankes ini terbagi dari limbah dari RS khusus penanganan Covid-19 sebanyak 13.002,510 ton dan dari RS yang tidak melayani Covid-19 sebanyak 2.111,599 ton.
Untuk limbah yang berasal dari rumah tangga, jelas Yogi, dinas langsung menangani dan mengolah limbah itu bekerja sama dengan pihak ketiga. Sementara untuk limbah dari tiga sumber lainnya, sesuai aturan, mereka sendiri yang menangani dan kemudian melaporkan ke dinas.
”Untuk fasyankes besar, biasanya mereka memiliki fasilitas penanganan dan pengolahan limbah sendiri. Untuk fasyankes yang kecil, biasanya mereka akan bekerja sama dengan pihak ketiga,” kata Yogi.
Ahli epidemiologi, Tri Yunis Miko Wahyono, secara terpisah menegaskan, dengan timbulan limbah infeksius sebanyak itu, seharusnya dinas mengampanyekan kepada masyarakat, sebelum dibuang ke tempat pembuangan, sebaiknya sampah-sampah itu disemprot desinfektan. Dengan begitu, sampah yang sebelumnya infeksius menjadi tidak infeksius.
Sampah harus didisinfektan oleh yang membuang sehingga tidak infeksius.
Pemerintah provinsi hendaknya juga memberikan perlindungan kepada petugas pengambil sampah. Itu supaya tidak terdampak dari sampah infeksius saat memungut dan mengantarkan ke tempat pembuangan. ”Kepada petugas sampah harus dilakukan tes antigen. Bila tidak positif, vaksin harus diberikan. Langkah ini akan melindungi mereka,” kata Miko.
Untuk penanganan limbah infeksius, kata Miko, harus dibuat pedoman penanganan dan pengolahannya. Selain itu, dinas lingkungan hidup juga harus terus-menerus menyosialisasikan kepada masyarakat.
”Sosialisasi cara pembuangan sampah infeksius, menurut saya, harus dilakukan. Sampah harus didisinfektan oleh yang membuang sehingga tidak infeksius,” kata Miko.
Yogi melanjutkan, untuk limbah infeksius itu, dinas mempunyai layanan pengambilan limbah infeksius ke rumah-rumah yang menjadi lokasi isolasi mandiri. Dinas menyiapkan nomor telepon di kantor kecamatan, dan warga yang isoman bisa mengubungi untuk penjemputan limbah.
”Setelah mengontak, kami melakukan penjemputan sampahnya kalo diisolasi mandiri. Nanti khusus sampah B3 atau limbah infeksius itu kami kumpulkan, kami olah. Misalnya masker bekas, terus tisu-tisunya yang bekas isoman itu dikategorikan limbah infeksius rumah tangga. Itu kami jemput,” tuturnya.
Namun, diakui Yogi, belum banyak masyarakat yang memanfaatkan layanan penjemputan itu. ”Bisa jadi mereka sudah memilah dari rumah terus dititipkan kepada petugas yang mengambil sampah dari rumah. Kami memang buka layanan itu juga. Limbah-limbah infeksius itu kami tempatkan khusus dan ada petugas yang memakai APD lengkap khusus memilah di TPS,” tuturnya.