Sistem Gurita, Aplikator Pinjaman Daring Legal Pun Jalankan Pinjaman ”Online” Ilegal
Polisi mengungkap adanya praktik usaha teknologi finansial pinjaman daring legal yang juga menjalankan layanan pinjaman ilegal. Ini disebut sebagai sistem gurita.
Oleh
ERIKA KURNIA
·5 menit baca
Suatu hari saat sedang berselancar di media sosial, Anik Purwanti coba-coba menonton sebuah video iklan pinjaman daring yang menarik perhatiannya. Meski tidak ada kebutuhan uang mendesak, ia menjajal mendaftarkan diri sebagai nasabah melalui aplikasi.
Proses pendaftaran di aplikasi peminjaman daring alias pinjaman online, yang ia ketahui legal karena terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pun begitu mudah. Hanya mengisi sedikit identitas, mencantumkan foto KTP, dan swafoto dengan KTP, ia bisa langsung bergabung menjadi nasabah.
Pinjaman online ilegal ini satu perusahaan dengan pinjaman online legal tadi. (Kombes Auliansyah Lubis).
Namun, sungguh ia tidak menyangka, tanpa mengajukan pinjaman sebelumnya, uang senilai Rp 3 juta ditransfer ke rekeningnya. Dana itu harus ia kembalikan dengan cicilan empat bulan. Keganjilan itu disusul teror penagihan utang, pada 14 Februari 2021, ke nomor aplikasi pesannya dan orang-orang lain yang ada di buku kontaknya.
”Tanggal 15 (Februari) saya mulai lapor ke Polda Metro Jaya,” ujar perempuan 38 tahun itu di Markas Polda Metro Jaya, Jumat (22/10/2021).
Warga Tanah Abang, Jakarta Pusat, itu kemudian mengetahui ada transferan lain yang masuk ke rekeningnya. Bahkan, begitu ia mencetak buku rekening, ada aliran dana lain ke nomor akun virtual atas nama dirinya. Semua transaksi itu mengalir tanpa sepengetahuannya.
Anik kemudian mengetahui bahwa ketika ia mengunggah aplikasi pinjaman online legal itu dan mendaftarkan diri, ia sekaligus ”menggadaikan” datanya untuk aplikasi pinjaman online ilegal. ”Dari pinjaman online legal yang kita daftarkan itu, ternyata masih ada pinjaman lain yang tidak kita tahu. Jadi, kita klik satu, tapi kita masuk pinjaman lain,” tuturnya.
Atas laporan korban seperti Anik, Polda Metro Jaya kemudian mengungkap adanya praktik usaha teknologi finansial pinjaman daring legal yang juga menjalankan layanan pinjaman daring ilegal. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Auliansyah Lubis menyebut ini sebagai sistem gurita.
”Pinjaman online ilegal ini adalah satu perusahaan dengan pinjaman online legal tadi. Jadi, pinjaman online legal hanya etalase depannya saja,” ujarnya dalam rilis kasus di Mabes Polda Metro Jaya, Jakarta.
Korban pinjaman daring legal pun bisa melapor melalui situs www.afpi.or.id atau menelepon langsung ke nomor bebas pulsa 150505.
Sistem ini, menurut dia, dimanfaatkan agar perusahaan pinjaman online legal mendapatkan keuntungan tambahan. Bahkan, perusahaan legal ini bisa membuat lebih dari satu aplikasi pinjaman daring ilegal. ”Ini kenapa banyak korban harus membayar melebihi pinjaman, misalnya pinjam Rp 2,5 juta jadi harus mengembalikan sampai Rp 100 juta,” lanjutnya.
Selain menjebak dengan sistem teknologi, pemasar aplikasi legal biasanya juga merekomendasikan nasabahnya yang menunggak bayar atau terlilit utang untuk meminjam di aplikasi pinjaman daring lain yang tidak resmi.
Sementara itu, pinjaman daring ilegal tidak memiliki aturan pasti dalam operasional dan pelayanannya kepada nasabah. Aplikator bisa mempekerjakan penagih pinjaman tanpa batasan dan aturan juga. Situasi ini membuat penagih pinjaman bisa meneror dengan berita bohong, bahkan teror pesan asusila.
Korban lain, seperti A, pernah mendapat teror editan foto asusila yang disebar penagih utang kepada seluruh kontak di buku teleponnya. Ancaman itu ia dapat saat telat membayar pinjaman Rp 3 juta dari pinjaman daring ilegal.
”Saya pinjam Rp 3 juta, tapi yang cair Rp 2.040.000. Karena saya telat bayar 11 hari, saya harus bayar Rp 4.230.000. Oleh penagih utang, saya diperbolehkan mencicil, tapi pada saat bersamaan mereka membuat foto saya yang diedit dengan konten asusila, lalu disebar di seluruh kontak di ponsel saya,” tuturnya yang sudah melapor ke polisi.
Ketua Umum Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi, saat dikonfirmasi, mengatakan, pihaknya akan menindak tegas anggotanya yang terbukti mempraktikkan sistem gurita tersebut. ”Posisi AFPI cukup jelas, apabila ada (anggota kami) yang terlibat ke tekfin ilegal akan ada sanksi, termasuk dicabut keanggotaannya,” ujarnya.
AFPI pun mengaku akan mengawasi 106 anggota dari 22 perusahaan penyedia jasa penagih utang yang terdaftar di asosiasi mereka agar melakukan penagihan sesuai dengan prosedur. Hal ini dilakukan dengan merekam setiap kegiatan penagihan yang bisa diverifikasi melalui perusahaan pinjaman daring terdaftar.
Masyarakat yang menemukan kendala atau merasa menjadi korban pinjaman daring legal pun bisa melapor melalui situs www.afpi.or.id atau menelepon langsung ke nomor bebas pulsa 150505. Jika terkait pinjaman daring ilegal, masyarakat bisa melapor ke kantor polisi terdekat atau langsung ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya.
Ditutup
Jumat lalu, Ditreskrimsus Polda Metro Jaya merilis lima kasus perusahaan pinjaman daring di lima lokasi berbeda. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan, kasus itu terungkap dari laporan warga dan hasil penggerebekan yang dilakukan belakangan.
Perusahaan itu, antara lain, PT AnT Information Consulting di Ruko Bukit Gading Indah, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Lalu, PT Indo Tekno Nusantara di Ruko Perumahan Green Lake City, Kota Tangerang. Lainnya, ada di Ruko Karet Pasar Baru, Tanah Abang, dan Kelapa Dua, Tangerang Selatan.
Dari temuan itu, polisi juga melaporkan 105 aplikasi pinjaman daring dengan tersangka 13 orang. Para tersangka berasal dari berbagai jabatan, dari level direktur hingga penagih utang. Selain itu, beberapa perusahan yang kini ditutup juga diketahui menjalankan aplikasi legal.
”Seperti di Green Lake City, ada tiga aplikasi tekfin legal terdaftar OJK yang dijalankan, tapi ada 10 aplikasi ilegal yang mereka buat juga. Pada semuanya, kami masih terus dalami dan lakukan pengejaran pada tersangka karena masih terus berdatangan laporan ke polres ataupun polda,” kata Yusri.
Sejauh ini, polisi telah menyita sejumlah barang bukti, di antaranya 30 perangkat komputer berupa monitor, CPU, dan kibor, 14 laptop, 30 handphone, dua kotak SIM card, dan 17 buah RAM. Polisi juga sudah menyimpan data karyawan perusahaan tersebut agar mereka tidak bisa lagi melakukan penagihan pinjaman atau menebar ancaman kepada nasabahnya.
Kepada para tersangka, polisi menerapkan berbagai pasal, seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Undang-Undang tentang Perdagangan, serta pasal terkait penipuan dan penggelapan di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).