Lebih dari 17 Juta Kendaraan di Jakarta Belum Diuji Emisi
Seminggu terakhir, antrean kendaraan yang ingin diuji emisi tidak terhindarkan. Perbaikan sistem data dan penambahan lokasi uji emisi di DKI Jakarta perlu ditingkatkan.
JAKARTA, KOMPAS — Penyedia layanan dan masyarakat keteteran menjelang pemberlakuan penindakan pelanggaran atau tilang terkait uji emisi kendaraan roda empat dan dua di wilayah DKI Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diharapkan lebih siap dan sigap dalam meningkatkan sarana uji emisi.
Antrean kendaraan di sejumlah bengkel dan lokasi tertentu yang menyediakan layanan uji emisi tidak terhindarkan seminggu terakhir. Pemilik kendaraan, baik roda empat maupun roda dua berusia di atas tiga tahun, berbondong-bondong mengetes kendaraan mereka sebelum polisi menerapkan tilang pada 13 November 2021.
Bengkel Honda Cakra Pangukir di Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, yang membuka layanan uji emisi, dalam seminggu terakhir didatangi puluhan mobil setiap hari. Padahal, sebelumnya hanya dua sampai tiga mobil. Bengkel itu pun hanya memiliki satu alat uji gas buangan dan dua teknisi bersertifikat, yang merangkap sebagai petugas administrasi.
"Pernah sehari ada 62 mobil, padahal tempat kami hanya muat 30-an mobil. Akhirnya, setelah itu kami atur, yang mau uji emisi harus booking dan kami kasih kuota 18 mobil sehari. Kalau tanpa booking boleh, tapi harus sambil ambil layanan servis,” kaya Sigit Wuryanto, selaku kepala bengkel, Jumat (5/11/2021).
Baca juga : Tenang, Tilang Terkait Uji Emisi Baru Diterapkan Mulai 13 November
Untuk mendukung program pemerintah, bengkel itu menerapkan biaya uji emisi Rp 150.000-Rp 200.000 per mobil dari biasanya Rp 175.000-Rp 225.000. Jika pemilik kendaraan mengambil layanan lain di bengkel itu, biaya uji emisi digratiskan hanya pada bulan ini.
Layanan itu pun belakangan tidak hanya diikuti pengguna mobil jenis Honda. Beberapa pengguna kendaraan merek lain juga mendatangi bengkel tersebut meski tidak bisa dilayani maksimal di sana. Meski program ini disambut antusias oleh pemilik bengkel dan masyarakat, ada kendala lain yang dihadapi.
Seminggu terakhir, kata Sigit, ada masalah input data hasil uji emisi ke server Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta. Masalah ini membuat sertifikat lulus uji emisi tidak bisa langsung dicetak dan pemilik kendaraan tidak bisa mengeceknya di aplikasi E-Uji Emisi.
”Setiap di atas pukul 10 pagi kami alami masalah ini. Enggak cuma di sini, tapi juga di bengkel-bengkel lain. Ketika ada gangguan, rata-rata pada panik, takut data mereka enggak ke-input terus kena tilang. Jadi, kami komunikasikan ke pelanggan dengan kasih kabar lewat telepon atau pesan sesudah kekirim datanya,” tuturnya.
Gangguan itu menurut dia sudah dikomunikasikan ke pihak DLH DKI Jakarta. Mereka menjanjikan akan melakukan perbaikan sampai akhir pekan ini. Walau demikian, gangguan itu sempat membuat antrean dan masa tunggu yang panjang. Padahal, uji emisi hanya butuh waktu kurang dari 15 menit.
Sigit pun berharap pemerintah segera meningkatkan sistemnya jika ingin menerapkan kebijakan represif tersebut secara masif. Penambahan jumlah tempat uji emisi juga diharapkan agar tidak ada antrean kendaraan. Sementara mereka belum bisa menambah alat uji yang harganya puluhan juta rupiah.
Implementasi kebijakan
Yogi Ikhwan dari Humas DLH DKI Jakarta mengatakan, kebijakan tilang yang akan diterapkan pertengahan bulan ini diadakan guna mendorong terciptanya ekosistem pelaksana uji emisi. Hal ini menyesuaikan Peraturan Gubernur (Pergub) Jakarta Nomor 66 Tahun 2020 tentang Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor, yang mengatur kewajiban uji emisi setahun sekali.
”Aturan itu melonggarkan perizinan pelaksana uji emisi. Sebelumnya, kan, harus bengkel, tapi di pergub ini bisa kios atau layanan mobile. Jadi, harapannya makin banyak pelaksana uji emisi,” ujarnya saat dihubungi, Jumat.
Ia menambahkan, adanya pelonggaran perizinan pelaksana uji emisi, didukung pendidikan dan sertifikasi gratis untuk tenaga penguji, diharapkan membuat uji emisi lebih masif dilakukan.
Saat ini, baru ada 250 pelaksana uji emisi untuk kendaraan roda empat dan 15 lokasi untuk motor. Jumlah ini diakui masih jauh dari target ideal, yaitu 550 tempat pelaksana uji emisi untuk mobil dan 1.000 tempat untuk motor. Target ini menyesuaikan populasi kendaraan di Jakarta, yang terdiri dari 4,1 juta mobil dan 14 juta motor.
Menurut catatan DLH DKI Jakarta, sepanjang tahun berjalan 2021 baru ada 236.928 kendaraan yang melakukan uji emisi. Sebanyak 97 persen dari jumlah itu adalah mobil, 3 persen sisanya adalah motor.
Baca juga : Kebijakan Ganjil Genap di Jakarta Bisa Diperluas Lagi
Peningkatan ekosistem uji emisi yang dikerjakan DLH DKI Jakarta saat ini adalah peningkatan kapasitas server untuk menyimpan data kendaraan yang lulus uji emisi. Hal ini, kata Yogi, menjadi alasan adanya kendala input data oleh pelaksana uji emisi seminggu terakhir.
Selain perbaikan sistem, pihaknya juga masih akan mendiskusikan aturan turunan terkait insentif sesuai klausul di pergub terkait. Adapun kebijakan disinsentif sudah ditetapkan bersama Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta dengan memberikan tarif parkir lebih mahal bagi kendaraan yang tidak lolos uji emisi.
Disinsentif tarif parkir itu akan diterapkan di lima lokasi, yaitu IRTI Monas, Blok M Square, Samsat Jakarta Barat, Pasar Mayestik, dan Park and Ride Terminal Kalideres. Tarif yang dikenakan Rp 7.000 per jam dari tarif normal Rp 5.000 per jam.
Sanksi bertahap
DLH DKI Jakarta mendukung keputusan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya untuk menerapkan penindakan kendaraan terkait program uji emisi secara bertahap. Selain dengan denda, penindakan juga dimungkinkan dengan teguran sembari mendorong masyarakat melakukan uji emisi pada setiap kendaraan bermotornya.
”Sanksi ini penerapannya bisa dengan penindakan kepolisian secara bertahap. Penindakan berupa peneguran termasuk tindakan kepolisian. Kita hargai keputusan itu sebagai bagian menjalankan kebijakan,” ucap Yogi.
Sebelumnya, Kepala Subdirektorat Pembinaan dan Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Argo Wiyono menyebutkan, pihaknya akan lebih dulu menerapkan teguran sebelum tilang dengan denda.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 285 dan Pasal 286, denda bernilai Rp 250.000 untuk sepeda motor dan Rp 500.000 untuk mobil.
Jangan sampai masyarakat menjadi kontra seolah-seolah polisi atau pemerintah mencari-cari atau tidak ada empati terhadap situasi pandemi. Kita lebih membayangkan bagaimana langit Jakarta itu biru.
Pertimbangan teguran daripada tilang ini menilik jumlah kendaraan yang sudah melakukan uji emisi tahunan. Menurut catatan DLH DKI Jakarta, sepanjang tahun berjalan 2021 baru ada 236.968 kendaraan yang melakukan uji emisi.
Sebanyak 97 persen dari jumlah itu adalah mobil, 3 persen sisanya adalah motor. Tren ini timpang dengan populasi kendaraan di Jakarta yang terdiri dari 4,1 juta mobil dan 14 juta motor.
Argo pun mengatakan, tilang dengan denda lebih ideal dilakukan jika jumlah kendaraan yang sudah lulus uji emisi sudah mencapai 50 persen dari total populasi. ”Jangan sampai masyarakat menjadi kontra seolah-seolah polisi atau pemerintah mencari-cari atau tidak ada empati terhadap situasi pandemi. Kita lebih membayangkan bagaimana langit Jakarta itu biru,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Untuk mempermudah, polisi nantinya akan memprioritaskan penindakan pada kendaraan-kendaraan yang dimodifikasi atau jelas terlihat kondisi asap buangannya.
Yogi mengatakan, polisi dapat dengan mudah melakukan penindakan dengan mengecek nomor polisi kendaraan di platform E-Uji Emisi yang dikelola DLH DKI Jakarta. Platform yang dapat diakses melalui aplikasi ponsel atau komputer itu juga terintegrasi dengan sistem kepolisian hingga pengelola parkir.
”Jadi bisa dengan random sampling. Misal, polisi lihat ada kendaraan asap knalpotnya hitam, bisa langsung dicek pakai E-Uji Emisi. Nomor polisinya berapa nanti keluar apa kendaraannya sudah lulus uji emisi atau belum. Nanti bisa kelihatan juga kendaraan itu pajaknya sudah dibayar apa belum,” tuturnya.
Sistem berbasis data ini dinilai lebih transparan karena informasi lewat E-Uji Emisi bisa dicek siapa saja. Sistem ini juga lebih hemat daripada menggunakan sertifikat atau stiker penanda lulus uji emisi.
DLH DKI Jakarta akan terus berkolaborasi dengan kepolisian, termasuk dishub, terkait pembuatan kebijakan turunan untuk mendukung program berorientasi lingkungan tersebut. Hal senada disampaikan Kepala Bidang Pengendalian Operasional Dishub DKI Jakarta Masdes, pekan ini.
”Sekarang kami masih menyesuaikan situasi dengan dikurangi dulu (penegakan hukumnya) kalau tidak ada pelanggaran signifikan. Hal lainnya masih akan kita bahas nanti,” katanya.