Penyintas Bencana di Sinar Harapan Menanti Direlokasi
Warga Kampung Sinar Harapan, Kabupaten Bogor, terpaksa kembali ke kampungnya yang berstatus zona merah bencana karena hunian sementara tak layak. Mereka menanti janji relokasi ke hunian tetap.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
Setahun lebih menanti kepastian direlokasi, penyintas bencana longsor dan banjir bandang di Kampung Sinar Harapan, Desa Harkatjaya, Kabupaten Bogor, terpaksa kembali ke rumah yang ada di zona merah.
Trauma atas bencana longsor dan banjir bandang awal tahun 2020 masih melingkupi Yanto Haryanto (43), warga Kampung Sinar Harapan, Desa Harkatjaya, Sukajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bencana yang meluluhlantakkan kawasan itu bahkan nyaris merenggut nyawa anaknya yang berumur 7 bulan lantaran terseret arus deras bercampur lumpur.
”Saya bersyukur anak saya selamat. Saya peluk sambil berlari ke tempat aman. Dalam pelukan saya ingat paman di atas. Dia tidak selamat,” kenang Yanto dengan suara bergetar, Kamis (11/11/2021).
Longsor yang terjadi begitu cepat itu menyebabkan sembilan orang menjadi korban. Dari sembilan korban jiwa, enam ditemukan dan tiga tidak ditemukan.
Sejak bencana itu, 126 keluarga mengungsi di hunian sementara. Kampung Sinar Harapan pun ditetapkan sebagai zona merah wilayah bencana yang tidak boleh dihuni.
Presiden Joko Widodo, saat meninjau lokasi, menginstruksikan untuk memberikan prioritas dan perhatian kepada warga Kampung Sinar Harapan yang menjadi salah satu wilayah yang paling parah terdampak. Kampung itu harus kembali dihijaukan.
Namun, instruksi Presiden itu belum sepenuhnya terpenuhi. Setahun lebih warga kampung masih tinggal di hunian sementara yang kondisinya memprihatinkan. Saat siang, panas sangat terik. Kala malam, angin menusuk tulang. Belum lagi krisis air bersih yang membuat warga semakin tak betah.
Tak ada pilihan bagi warga, sebagian memilih kembali ke kampungnya yang berada di zona merah bencana. Dalam kondisi intensitas curah hujan tinggi seperti sekarang sangat berisiko tinggal di wilayah zona merah bencana.
Saat hujan tiba, warga diliputi kekhawatiran akan bencana yang terulang. Apalagi, sebelumnya ada peringatan potensi bencana pergerakan tanah oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) di 10 kecamatan di Kabupaten Bogor, meliputi Sukajaya, Nanggung, Leuwiliang, Citeureup, Babakanmadang, Sukamakmur, Tamansari, Tenjolaya, Cijeruk, dan Cigombong.
Rasa khawatir semakin menjadi ketika Yanto dan Uci Supri (50), warga lainnya, mengajak melihat kondisi bagian rumah mereka yang semakin hari semakin retak karena fenomena pergerakan tanah.
”Inilah yang kami rasakan setiap hari. Khawatir sepanjang hari, terutama ketika hujan mulai turun. Coba rasakan seminggu tinggal di sini. Kami sudah berbulan-bulan tinggal di sini. Terpaksa, karena kami belum direlokasi ke hunian tetap seperti yang sudah dijanjikan,” kata Uci.
Kampung itu hampir setahun seperti kampung mati. Namun, Uci bersama warga lain kembali menghidupkan kampung mereka lagi. Tidak semua warga kembali ke kampung. Masih ada 26 keluarga yang tinggal di hunian sementara.
”Kami yang kembali dibilang keras kepala, tidak ikut aturan. Bukan seperti itu. Kami pun tak ingin tinggal di zona merah bencana. Kami sadar, kami mengerti bahayanya. Tetapi, sampai kapan kami tinggal di huntara yang semakin tak layak itu? Sementara hunian tetap yang sudah jadi itu kok justru dihuni warga desa lainnya. Padahal, kami warga yang paling terdampak,” sambung Uci.
Kepastian relokasi
Yanto, Uci, dan warga lainnya bingung karena hingga kini belum juga direlokasi ke hunian tetap di lahan perkebunan kelapa sawit milik PTPN VIII di perbatasan Desa Sukaraksa dan Desa Cigudeg. Jumlah hunian tetap di kebun kelapa sawit itu sebanyak 205 rumah.
Mereka begitu berharap segera direlokasi dan tak mau menanti begitu lama lagi tanpa kepastian. Mereka ingin segera pindah dari kampung zona merah bencana.
Saat Yanto dan bersama warga lainnya meminta kepastian relokasi kepada aparatur desa dan pihak terkait, mereka justru mendapatkan kenyataan pahit tidak bisa direlokasi ke hunian tetap karena dianggap menolak.
”Itu yang kami bingung. Menolak bagaimana? Kami dikasih lihat tanda tangan bahwa warga menolak direlokasi. Padahal, yang kami tanda tangani itu kesediaan dan setuju untuk direlokasi. Itu kenapa kami bertanya-tanya, ada apa ini?” tanya Yanto, Ketua RW 007.
Sementara itu, Gubernur Jabar Ridwan Kamil menuturkan akan mengecek dahulu kewenangan terkait relokasi warga Kampung Sinar Harapan. ”Saya harus cek dulu, ini kelambatannya ada di mana. Harusnya yang dikomitmenkan harus segera diselesaikan berdasarkan hak warga,” katanya.