Material sumur resapan butuh waktu agar padat dan kuat. Sumur resapan juga rentan retak terdampak getaran kendaraan di jalan. Kontraktor bertanggung jawab jika ada kerusakan atau gangguan.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dhany
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sumur resapan yang terletak di jalan raya rentan terhadap getaran dan lalu lintas kendaraan. Akibatnya, terjadi retakan hingga kerusakan, seperti di Jalan Lebak Bulus III, Cilandak, Jakarta Selatan, dan Jalan Rajawali, Duren Sawit, Jakarta Timur. Kontraktor memperbaiki kerusakan itu sembari memadatkan material sumur resapan agar kokoh.
Salah satu perbaikan sumur resapan itu berlangsung di Jalan Rajawali, Jumat (10/12/2021). Sejumlah pekerja dari PT Tri Putra Karya membongkar permukaan sumur resapan yang retak, menggali aspal di sekitarnya, membersihkan, dan memadatkan material serta mengecor beton.
”Material di dalam sumur resapan belum sepenuhnya padat. Ketika ada getaran, material akan turun sehingga terjadi keretakan,” kata Edius Telambanua, Manajer Proyek PT Tri Putra Karya.
Pemprov DKI Jakarta menugaskan kontraktor membangun sumur resapan dangkal sedalam 3 meter untuk menekan genangan air di permukaan tanah dan sumur resapan dalam mencapai 20 meter guna menambah cadangan air tanah (Kompas, 5 Desember 2021).
Di sepanjang Jalan Rajawali, sumur resapan dangkal berdiameter 1 hingga 1,2 meter. Lapisan dasarnya tanah, lalu batu kali setebal 60 cm, ijuk untuk saringan air, dan beton buis penampung air.
Edius mengatakan, butuh waktu agar material sumur resapan sepenuhnya padat. Itu melalui pemadatan manual selama pengerjaan dan kondisi lingkungan, seperti getaran dan hujan. ”Kami tanggung jawab penuh sampai tidak ada masalah. Nanti kalau sudah padat, baru tahap akhir diaspal keliling sumur resapan,” katanya.
Adapun lokasi pembangunan sumur resapan, menurut Yusmada, beragam. Ada yang di trotoar, persil, dan jalan lingkungan.
PT Tri Putra Karya membangun 1.290 sumur resapan dangkal dan sumur resapan dalam di berbagai lokasi, se-Jakarta Timur. Penentuan titik-titik sumur berdasarkan kebutuhan RT/RW, terutama di area rawan genangan dan banjir.
Edius menambahkan, satu sumur resapan menelan biaya sedikitnya Rp 10 juta untuk material, tenaga kerja, dan upah. Biaya perbaikan kerusakan mencapai Rp 1 juta. ”Kontraktor tanggung jawab,” ucapnya.
Evaluasi
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Minggu (5/12/2021) meminta organisasi perangkat daerah terkait mengevaluasi kontraktor yang mengerjakan drainase vertikal atau sumur resapan. Hal itu untuk memastikan pembangunan sumur resapan sesuai dengan standar sehingga dapat berfungsi dengan optimal dan tidak membahayakan orang lain, terutama pengguna jalan.
Anies juga meminta identifikasi jenis-jenis masalah dalam pembangunan sumur resapan serta mengambil solusi atas masalah tersebut. Para kontraktor wajib menyelesaikan permasalahan yang muncul sesuai dengan prosedur serta standar durasi waktu penuntasan permasalahan.
Dalam rapat Komisi D DPRD DKI Jakarta, sejumlah anggota menilai anggaran sumur resapan masih perlu dianggarkan. Anggaran yang semula diusulkan Rp 322 miliar berkurang menjadi Rp 122 miliar.
Namun, dalam rapat badan anggaran, Rabu (24/11/2021), anggaran sumur resapan dinolkan. Ida Mahmudah, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta yang membidangi pembangunan, menilai, pembuatan sumur resapan yang kemudian ditutup aspal menandakan ada kesalahan perencanaan dan pemborosan anggaran.
Dengan demikian, wajar apabila anggaran pembangunan sumur resapan dinolkan pada APBN 2022. ”Ini kesalahan perencanaan pembuatan titik sumur resapan,” ucapnya.
Kepala Dinas SDA DKI Jakarta Yusmada Faizal menyampaikan, pihaknya melaksanakan arahan Gubernur DKI. Ia sudah menginstruksikan kepada kontraktor terkait untuk merapikan pembangunan sumur resapan di Jalan Lebak Bulus III agar tidak merusak jalan serta tidak membahayakan pengguna jalan. Selanjutnya, kontraktor membuat lubang air di lokasi sumur resapan yang sudah ditutup aspal sehingga bisa menyerap air hujan ke dalam tanah.
Dalam pembangunan sumur resapan, Pemprov DKI Jakarta membangun dua jenis, yaitu sumur resapan dangkal dan sumur resapan dalam. Sumur resapan dangkal berfungsi menekan genangan air di permukaan tanah dengan cara mengalirkannya ke sumur resapan. Adapun sumur resapan dalam berfungsi menambah cadangan air tanah.
Pemprov DKI Jakarta akan membangun sebanyak 1.150.242 sumur resapan dangkal dan 100 lokasi sumur resapan dalam di wilayah DKI.
Hingga 9 November 2021, drainase vertikal tipe buis beton dibangun sebanyak 16.035 titik. Adapun lokasi pembangunan sumur resapan, menurut Yusmada, beragam. Ada yang di trotoar, persil, dan jalan lingkungan. Itu karena tidak bisa menempatkan sumur resapan di tanah pribadi masyarakat sehingga harus dibangun di aset milik Pemprov DKI.
Dosen Program Studi Kajian Pengembangan Perkotaan Universitas Indonesia (UI), Rudy Tambunan, sebelumnya menyebutkan, Jakarta melirik pembangunan sumur resapan pertama kali pada 1980-an. Sistem ini untuk mengejar kecepatan pembangunan permukiman yang masif karena urbanisasi.
Menurut dia, sumur resapan baru bisa dibangun apabila kedalaman tanah lebih dari 1 meter dan tidak boleh menyentuh muka air tanah. Jika sumur resapan menyentuh air tanah, sumur itu berpotensi menjadi sarang nyamuk dan memicu masalah kesehatan lainnya.
Tantangan ini berlanjut sampai saat ini. Turunnya permukaan tanah di sejumlah titik di Jakarta juga menjadi kendala. Tantangan lainnya, tidak banyak pemilik bangunan yang mengikuti syarat membangun sumur resapan yang diatur dalam pengurusan izin mendirikan bangunan (IMB).
Adapun tantangan utamanya adalah kesadaran masyarakat untuk merawat sumur resapan yang ada di lingkungan sekitar mereka. Masalah klasik ini juga mengganggu skema polder untuk menangani banjir di Jakarta yang dibuat peraturan daerahnya pada 2012. Polder adalah bidang tanah rendah yang dikelilingi sistem drainase kawasan, kolam retensi, tanggul keliling kawasan, pompa, dan pintu air.