Garis pantai sepanjang 499,62 km di Banten yang tak sepenuhnya terawasi menjadi sasaran empuk jalur peredaran narkoba. Sindikat memasok narkoba dari kapal ke kapal sebelum mengedarkannya ke masyarakat.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Selasa (8/3/2022) pagi, polisi menangkap tujuh orang sindikat narkoba di Kabupaten Pandeglang, Banten. Mereka membawa 23 kilogram sabu kemasan dalam dua koper. Barang terlarang itu dipasok dari kapal ke kapal melalui pantai selatan wilayah yang terletak di ujung barat Pulau Jawa.
Penangkapan berawal dari laporan masyarakat yang curiga terhadap aktivitas nelayan dan warga tak dikenal. Mereka terlihat memindahkan barang dalam koper di pesisir pantai pelelangan ikan Muara Baru, Desa Kertajaya, Kecamatan Sumur.
Polres Pandeglang dan Direktorat Narkoba Polda Banten menelusuri laporan hingga menangkap HS (21), ES (37), dan AS (48) di jalan raya Tanjung Lesung-Sumur, Desa Banyuasih, Kecamatan Cigeulis. Ketiga warga Pandeglang yang bekerja sebagai buruh dan wiraswasta itu membawa 23 bungkus sabu seberat 23 kg dalam dua koper.
”AS bilang, sabu diambil dengan perahu nelayan ke pemasok di pantai barat Sumatera. Perahu berlabuh di pesisir pantai pelelangan ikan, lalu dibawa dengan mobil,” kata Kabid Humas Polda Banten Komisaris Besar Shinto Silitonga, Kamis (10/3/2022).
Dalam pengembangan pada hari yang sama, polisi menangkap empat tersangka lain, yakni ISB (44) dan HD (35), warga Lebak yang bekerja sebagai nelayan; SPM (51), wiraswasta yang berdomisili di Jakarta; dan AF (34), wiraswasta asal Pandeglang.
Itu sebenarnya jalur merah peredaran narkoba. Biasanya (narkoba) diecer sepanjang jalur hingga tujuan akhir di Australia.
Dari tujuh tersangka disita 23 kg sabu dalam bungkusan teh China, 1 mobil, 1 kapal nelayan, dan sepucuk airsoftgun. Mereka dijerat dengan pasal menguasai dan mengedarkan narkoba, serta pencucian uang dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun.
Sasaran empuk
Kapolda Banten Inspektur Jenderal Rudy Heriyanto menuturkan, pengungkapan kasus itu menunjukkan kawasan pesisir Banten sebagai sasaran empuk masuknya narkoba. Faktornya, kondisi geografis pantai yang panjang dan lokasi banyak area tak sepenuhnya terawasi.
”Jadi, atensi polda dan polres untuk kegiatan kepolisian di daerah pesisir pantai. Pelaku dijerat pasal berlapis sehingga sanksi pidana semakin berat dan dapat menelusuri aset para pelaku untuk dapat dilacak hingga disita,” ujarnya.
Sepanjang tahun 2022, Polda Banten dan polres jajaran sudah menangani 143 tindak pidana narkoba. Tersangkanya sebanyak 196 orang, terdiri dari 174 orang pengedara dan 21 orang pengguna. Dari para tersangka disita 23,5 kg sabu, 426 gram ganja, 51,62 gram tembakau gorila, dan 21.473 butir obat keras.
Jumlah sabu di Pandeglang itu hampir menyamai total barang bukti sabu yang disita Polda Banten sepanjang tahun 2021, yakni sebanyak 24,56 kg. Jumlahnya pun meningkat dari 19,27 kg pada tahun 2020.
Pada tahun 2021, Polda Banten dan polres jajarannya mengungkap 681 kasus narkoba dengan 912 tersangka. Sebanyak 40 tersangka di antaranya menjalani rehabilitasi. Selain sabu, barang bukti ekstasi meningkat dari 365 butir pada tahun 2020 menjadi 1.940 butir sepanjang tahun 2021. Polisi turut menyita 2,38 kg tembakau gorilla dan 136.299 butir obat-obat keras, seperti tramadol dan hexymer.
Rudy menambahkan, dinamika di masyarakat menjadi tantangan bagi polisi untuk aktif mencegah, mengawasi, dan menindak penyalahgunaan narkoba. Upaya tersebut terus digalakkan, terutama di Kabupaten Tangerang, Kota Serang, dan Kabupaten Pandeglang.
Slamet Pribadi, pengajar Hukum Pidana di Universitas Bhayangkara, tak heran ketika ada peredaran narkoba melalui pasisir Banten. Kawasan itu masuk jalur peredaran narkoba dari China, Pelabuhan Klang di Malaysia, pesisir Sumatera, pesisir Banten, dan Pelabuhan Ratu di Sukabumi.
Selama aktif berdinas di Badan Narkotika Nasional (BNN), mereka mengungkap peredaran narkoba dari China, Malaysia, dan pesisir Sumatera ke pesisir Serang, Palabuhanratu, dan Pantai Indah Kapuk di Jakarta.
”Itu sebenarnya jalur merah peredaran narkoba. Biasanya (narkoba) diecer sepanjang jalur hingga tujuan akhir di Australia. Jadi tidak menutup kemungkinan laut selatan sebagai tempat empuk untuk sindikat dan rawan peredaran narkoba bagi penegak hukum,” katanya ketika dihubungi secara terpisah.
Dia melanjutkan, sindikat narkoba mengedarkan narkoba dari kapal besar ke kapal lebih kecil. Penyamaran narkoba tetap sama dengan memanfaatkan bungkusan teh China. Jumlah yang beredar melalui laut pun bisa jadi lebih banyak ketimbang yang terungkap lantaran diecer sepanjang jalur peredaran.
Oleh karena itu, penegak hukum di laut dan darat perlu meningkatkan koordinasi hingga kerja sama pengawasan dan operasi ekstra supaya penyelundupan narkoba tak berulang. Juga menjadikan jalur tersebut sebagai zona merah dan ada pengawasan ekstra.
”Fakta di lapangan, sindikat terus melalui jalur tersebut. Kita tidak sadar sedang dimainkan oleh sindikat atau mafia narkotika. Bandar, pengedar, dan pengguna dipencundangi sindikat yang mendapat keuntungan besar. Sebaliknya generasi bangsa kita rusak,” tutur mantan Kepala Bagian Humas BNN ini.