10 Anggota Khilafatul Muslimin Diserahkan ke Kejaksaan Negeri Bekasi
Para tersangka telah ditahan selama 4 bulan di rumah tahanan Polda Metro Jaya. Mereka akan segera disidangkan karena kasus penyebaran ideologi khilafah.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyidik Kepolisian Daerah Metro Jaya melimpahkan berkas kasus 10 tersangka anggota organisasi kemasyarakatan Khilafatul Muslimin ke Kejaksaan Negeri Bekasi, Senin (3/10/2022). Tersangka yang telah ditahan selama 4 bulan di rumah tahanan Polda Metro Jaya itu akan segera disidangkan karena kasus penyebaran ideologi khilafah.
Sekitar pukul 10.30, sepuluh tersangka yang mengenakan rompi tahanan berwarna jingga digiring keluar dalam pengawalan ketat polisi, termasuk brimob yang membawa senjata. Abdul Qadir Hasan Baraja, sebagai pimpinan tertinggi organisasi yang ditangkap di Lampung, 7 Juni 2022, menjadi yang pertama keluar.
Mengikuti di belakangnya sembilan pria paruh baya, beberapa dari mereka mengenakan kopiah berwarna putih dengan bagian tengah warna hijau. Mereka adalah Muhammad Hidayat, Imbron Najib, Suryadi Wironegoro, Nurdin, Muhammad Hasan Albana, Faisol, Hadwiyanto Moerniadon, Abdul Azis, dan Indra Fauzi.
Mereka sebelumnya ditangkap di beberapa wilayah, antara lain Lampung, Medan, dan Bekasi. Mereka adalah motor penggerak kelompok Khilafatul Muslimin dalam berbagai bidang, termasuk dakwah dan pendidikan.
Para tersangka lalu naik ke mobil taktis untuk diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Bekasi bersama barang bukti pendukung. Mereka menjadi tersangka dengan Pasal 59 Ayat 4 juncto Pasal 82 Ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat. Lalu, Pasal 14 Ayat 1 dan 2, dan atau Pasal 15 UU No 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
”Proses sidik telah selesai, tinggal penyerahterimaan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan Negeri Bekasi. Nanti akan dijadwalkan oleh jaksa perihal persidangannya di Pengadilan Negeri Bekasi,” kata Kepala Subdirektorat Keamanan Negara Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Liston Marpaung.
Di tengah proses itu, belasan anggota Khilafatul Muslimin dari sejumlah daerah, seperti Jakarta, Bekasi, dan Lampung, ikut mengawal. Muhammad Abudan, mantan pimpinan Khilafatul Muslimin wilayah Jakarta, mengoordinasi para anggota untuk menjenguk para tersangka.
”Alhamdulillah, kondisi mereka sehat semua. Pekan lalu, kami sudah ketemu, Senin juga. Semua enggak kurang sesuatu apa,” kata Abudan.
Kesetaraan
Mereka pun akan mengawal sepuluh orang itu sampai di meja persidangan. Mereka mengharapkan penegakan hukum agar adil, obyektif, memenuhi asas hukum praduga tak bersalah, dan kesetaraan di muka umum. ”Jangan ada asumsi-asumsi sehingga belum apa-apa dicap salah dan sebagainya. Kita tunggu putusan hakim di pengadilan,” ujarnya.
Abudan menampik sejumlah asumsi terhadap Khilafatul Muslimin yang kerap disebut kelompok teroris dan radikal. Ia mengklaim, semua kegiatan mereka bertujuan mewujudkan agama Islam sebagai rahmatan lil 'alamin atau rahmat bagi semesta alam.
”Kegiatan utama kami adalah dakwah, tidak mencaci maki, tidak menghina, yang berbeda pun ada. Kegiatan dakwah kami tetap berjalan. Ada ta’lim untuk belajar mengkaji Quran dan sunah, bagaimana menerapkan membentuk masyarakat yang diharapkan Islam, dari rumah ke rumah,” ujarnya.
Adapun, kata Abudan, mereka masih menghentikan sementara kegiatan dakwah dengan sepeda motor yang disebut ”Motor Syiar” atas permintaan polisi. Kegiatan itu terakhir kali diadakan pada akhir Mei 2022 di kawasan Jakarta Timur.
Video aktivitas mereka kemudian didalami polisi hingga muncul bukti-bukti pelanggaran beberapa perundangan, seperti UU Ormas, UU Peraturan Hukum Pidana, dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
”Kegiatan yang dilaksanakan organisasi ini ternyata sangat bertentangan dengan Pancasila setelah dianalisis dari keterangan para saksi ahli, baik ahli agama Islam, ahli bahasa, ahli pidana, dan sebagainya,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Haryadi.
Hengki mengatakan, selama ini Khifatul Muslimin selalu mengaku mendukung NKRI dan Pancasila. Faktanya, kegiatan yang dilakukan kelompok yang berdiri sejak 1997 itu bertentangan dengan Pancasila.
Dalam pendalaman kasus, polisi juga sempat menemukan delik baru terkait sistem pendidikan nasional, yaitu UU tentang Sisdiknas dan UU tentang Pesantren. Menurut data, Khilafatul Muslimin mempunyai 25 sekolah, dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, yang tersebar di sejumlah wilayah di Indonesia.