Korban Pelecehan Seksual di KRL Butuh Fasilitas Pemulihan
Pelecehan seksual di kereta komuter masih saja terjadi. Selain pencegahan dan kesigapan penanganan kasus, diharapkan juga ada fasilitas pemulihan mental bagi korban pelecehan seksual.
Oleh
Ayu Octavi Anjani
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelecehan seksual terhadap perempuan di kereta komuter KRL masih saja terjadi sampai saat ini. Dibutuhkan kerja sama antara Kereta Commuter Indonesia atau KCI dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dalam memberikan fasilitas pemulihan trauma bagi korban pelecehan seksual.
Siska Elfata (22), mahasiswa fakultas hukum Universitas Padjadjaran, yang juga pengguna KRL, menilai perlu ada sistem yang dibentuk KCI dalam menanggulangi pelecehan seksual. Menurut dia, sangat penting ada fasilitas pemulihan mental korban.
”Perlu kerja sama dari pihak KCI dengan berbagai pihak, khususnya Komnas Perempuan, untuk memulihkan trauma korban seperti didirikan posko pemulihan,” katanya saat ditemui di Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada Jumat (28/10/2022).
Adapun Siska menilai perlu ada posko pemulihan bagi para korban pelecehan seksual yang kebanyakan menimpa penumpang perempuan di KRL di semua rute layanan, terutama di jam-jam padat pagi dan sore hari. Dirinya mengimbau para perempuan selalu melakukan antisipasi mandiri saat berada di KRL.
”Saya selalu antisipasi mandiri dengan cara duduk di samping perempuan lain. Perempuan juga harus membawa barang yang sekiranya bisa melindungi diri dari pelecehan seksual. Selain itu, jaga jarak selalu dengan orang lain saat kondisi lowong, kalau sedang ramai, memang agak sulit,” katanya.
Hal yang sama diungkapkan Eka Sri Wahyuningsih (22), mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Jakarta, perlu perubahan sistem dan layanan dari pihak KCI untuk melindungi para perempuan dari pelecehan seksual. Menurut dia, tidak hanya antisipasi mandiri yang dibutuhkan, tetapi juga kerja sama antara KCI dan Komnas Perempuan.
Beberapa minggu lalu pernah seperti ada yang menyentuh pinggang saya, tapi waktu itu sedang ramai orang karena pagi-pagi sekali. Sejak saat itu, saya mulai waspada kalau naik KRL.
”Saya setiap hari juga antisipasi mandiri dengan membawa tas ransel besar yang bisa menutupi bagian tubuh tertentu saya. Tapi, menurut saya, antisipasi mandiri saja tidak cukup, pihak KCI juga harusnya memiliki sistem untuk melindungi perempuan yang tidak terkena pelecehan serta korban yang mengalami,” katanya saat sedang menunggu keberangkatan di Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat.
Sabila Anggraini (24), seorang karyawan swasta dan penumpang, yang rutin menggunakan KRL, mengatakan pernah mengalami pengalaman kurang menyenangkan ketika menaiki KRL.
”Beberapa minggu lalu pernah seperti ada yang menyentuh pinggang saya, tapi waktu itu sedang ramai orang karena pagi-pagi sekali. Sejak saat itu, saya mulai waspada kalau naik KRL,” katanya saat turun dari kereta di Stasiun Jatinegara, Jakarta Timur, kemarin.
Manager Humas KCI Leza Arlan menghimbau seluruh penumpang tetap waspada dan langsung melapor kepada petugas jika menjadi korban pelecehan seksual. Penumpang dapat mengajukan laporan langsung ke petugas di atas kereta atau di stasiun bila melihat atau mengalami pelecehan seksual di KRL.
Perlu pemulihan
Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini mengungkapkan kurangnya perhatian pihak KCI terhadap mental para korban pelecehan seksual.
”Setiap orang pemulihan traumanya berbeda-beda. Oleh karena itu, sebaiknya pihak KCI mempertimbangkan untuk melakukan kerja sama dengan Komnas Perempuan demi memulihkan mental korban,” katanya, Jumat.
Menurut Rini, pihak KCI terlalu fokus pada pencegahan dan penanganan. Sementara untuk pemulihan, belum terealisasi saat ini.
”KCI harus benar-benar memikirkan pencegahan, penanganan, dan pemulihan. Pencegahan dan penanganan sudah saya lihat dari kampanye dan sosialisasi anti-pelecehan seksual dan penanganannya dengan cara lapor ke petugas. Tapi, untuk pemulihan mental, itu yang saya belum lihat dari KCI,” kata Rini.
Pihak KCI harus benar-benar bertanggung jawab penuh untuk memulihkan mental korban pelecehan seksual. Rini juga melihat pihak KCI hanya meminta maaf tanpa ada pembaruan sistem, seperti kereta khusus perempuan hanya sebagai bentuk afirmasi sementara. Sebab, jika situasi ramai penumpang, akan memperlebar kesempatan terjadinya pelecehan seksual.
Manager Humas KCI Leza Arlan mengatakan, hingga saat ini pihak KCI sudah berusaha mendampingi korban pelecehan seksual mulai dari pengaduan hingga pendampingan hukum. Selain itu, setiap kereta juga memiliki kamera pengawas sebanyak satu unit serta tiga hingga empat petugas yang berlalu lalang mengawasi setiap kereta.
Hal yang sama dikatakan Kepala Stasiun Pasar Senen Hindarsah Hendra, pihak KCI mengecam segala bentuk tindakan pelecehan seksual yang terjadi di KRL. Hingga saat ini, pihak KCI terus melakukan yang terbaik untuk mendampingi korban.
”Saya sangat mengecam tindak pelecehan seksual yang terjadi di KRL di Jakarta. Stasiun Pasar Senen beberapa kali melakukan kampanye anti-pelecehan seksual bersama petugas,” kata Hendra.
Hendra menegaskan, korban pelecehan seksual dapat melapor ke petugas di dalam KRL, langsung ke kantor stasiun, lewat layanan telepon 121, dan media sosial resmi KCI. Jika melapor langsung pada petugas, korban akan diberikan formulir pelaporan.