Warga Sangihe Desak MA Memproses Hukum yang Berkeadilan
Nasib warga Pulau Sangihe ditentukan oleh dua kasasi yang saat ini diajukan kepada MA. Maka dari itu, mereka mendesak proses hukum yang memperhatikan keselamatan warga.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga Sangihe mendesak Mahkamah Agung untuk bersikap adil dalam memproses kasasi terkait izin lingkungan pertambangan emas PT Tambang Mas Sangihe atau TMS. Hal ini karena mereka menemukan kejanggalan selama proses hukum yang melawan PT TMS sejak di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar.
Dalam aksi damai yang digelar di depan Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta Pusat, Kamis (17/11/2022), aktivis Save Sangihe Island (SSI), Jull Takaliuang, mendesak MA bertindak adil pada dua perkara yang melibatkan masyarakat di Pulau Sangihe. Keduanya ialah kasasi yang diajukan masyarakat Pulau Sangihe, Sulawesi Utara, terkait izin lingkungan PT TMS dan kasasi yang diajukan PT TMS terkait izin operasi produksi pertambangan emas.
Sebelumnya warga Sangihe memenangi gugatan terkait izin operasi produksi PT TMS yang diputuskan pada 31 Agustus 2022 di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta. PT TMS yang tidak puas terhadap hasil ini kemudian mengajukan kasasi ke MA. Terkait izin lingkungan, PT TMS menang setelah mengajukan banding di PTTUN Makassar.
Jull memaparkan, warga memenangi putusan untuk mencabut izin lingkungan di tingkat Pengadilan Tinggi Manado, tetapi digagalkan di PTTUN Makassar setelah digugat oleh PT TMS. Kejanggalan ini terlihat dari hakim yang menyebutkan bahwa putusan ini bukan kewenangan PTTUN Makassar ketika mereka telah melalui lebih dari 21 kali proses persidangan. Selain itu, kontra memori banding yang diajukan warga juga tidak diakui di pengadilan tinggi ini.
”Sekarang setelah pengajuan kasasi, kami datang jauh-jauh ke sini untuk memastikan hukum yang berkeadilan. Kami ingin memperjuangkan ruang hidup, tempat kelahiran, asal-usul, dan adat kami,” seru Jull dalam aksi yang diikuti 50-60 warga diaspora Pulau Sangihe di Jakarta ini.
Jull menyebutkan, 57 persen dari 737 kilometer (km) persegi atau sekitar 420 km persegi daratan di Pulau Sangihe diberikan izin pertambangan kepada PT TMS. Padahal, Sangihe merupakan kategori pulau kecil yang akan hancur jika diberikan izin pertambangan selama 33 tahun kepada PT TMS.
”Sudah dua tahun kami berjuang memilih jalur hukum yang tidak anarkis. Tumpuan terakhir penyelamatan Pulang Sangihe berada di tangan MA. Maka dari itu, kami mendesak putusan yang dibuat MA didasarkan pada norma hukum yang jujur, adil, dan menjamin keselamatan Pulau Sangihe,” tutur Jul.
Kekhawatiran ini juga didasarkan pada tertangkapnya hakim agung MA dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa saat lalu. Menurut Jull, hal ini menjadi sinyal bagi MA untuk berhati-hati dalam memutus perkara, termasuk pada dua kasasi yang menyangkut warga Sangihe. Selain itu, Jull juga mengkhawatirkan Amir Fauzi, bekas koruptor KPK dan bekas hakim PTUN ini, menjadi salah satu pengacara PT TMS yang memiliki jaringan dan pengaruh di beberapa tempat.
Anggota tim kuasa hukum SSI, Muhammad Jamil, mengatakan, pemerintah belum serius dalam penyelamatan pulau-pulau kecil. Menurut dia, seharusnya tidak ada pertambangan di pulau-pulau kecil seperti Sangihe.
”Hal ini menjadi kontras ketika pemimpin negara kita menghadiri perkumpulan tingkat internasional seperti COP di Mesir dan G20 di Bali sambil mendesak agenda-agenda untuk mengatasi perubahan iklim. Sementara itu, kondisi pulau-pulau kecil di Indonesia kian memprihatinkan dan dibiarkan saja karena pertambangan,” tutur Jamil.
Proses hukum
Perwakilan dari lima massa kemudian diminta masuk ke salah satu ruangan MA dan diterima oleh Panitera Muda Perkara Tata Usaha Negara MA Simbar Kristianto. Simbar mengimbau warga Sangihe untuk memercayakan proses hukumnya kepada MA. Hal ini karena keputusan hakim bersifat independen dan tidak bisa diintervensi.
Simbar menyebutkan saat ini kasasi yang diajukan warga Sangihe sedang ditelaah berkasnya seperti memori kasasi dan bukti-bukti. Setelah berkas-berkas ini lengkap, tahap selanjutkan akan didaftarkan dan kemudian dikabarkan kepada pihak-pihak terkait.
”Saat ini sedang ditelaah, belum dapat nomor dan belum sampai majelis. Paling cepat satu bulan sudah selesai ditelaah dan mendapat nomor urut permohonan kasasi,” kata Simbar.