Sebagian pengungsi gempa Cianjur masih menggunakan toilet tidak layak dan terkendala akses air bersih. Kondisi ini rentan menimbulkan penularan penyakit di pengungsian.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·4 menit baca
CIANJUR, KOMPAS — Warga penyintas gempa Cianjur, Jawa Barat, masih kekurangan fasilitas sanitasi yang mencakup ketersediaan air bersih serta tempat untuk mandi, cuci, dan kakus. Beberapa di antara mereka menggunakan air yang tidak terjamin kebersihannya serta menunaikan urusan buang hajat di sawah.
Sanitasi yang buruk, hujan, dan makanan yang kurang higienis menyebabkan para pengungsi rentan mengalami berbagai penyakit. Hal ini ditambah dengan belum memadainya ketersediaan obat-obatan. Para pengungsi rentan terkena penyakit menular.
Mimin (50), warga Kampung Sindangpalai RT 002 RW 002, Talaga, Cugenang, menceritakan, pada Sabtu (26/11/2022), anaknya, Najla Jamila (11), mengalami gatal-gatal selama di pengungsian. Sebelumnya, Najla mengalami gatal serupa dan telah sembuh, tetapi selama di pengungsian penyakit itu kambuh lagi.
Najla menunjukkan punggung tangannya yang terdapat titik-titik putih. Di bawah cahaya yang temaram, titik-titik putih ini mengumpul di pangkal jari yang kemudian menyebar di bagian lain. Sesekali ia juga batuk sambil menutupi mulutnya dengan selimut.
”Ketika malam, gatal ini semakin parah. Najla bahkan menggaruknya hingga berdarah. Kata sukarelawan kesehatan kemarin, ini bukan alergi,” kata Mimin.
Tim sukarelawan kesehatan sudah mengecek kondisi Najla. Mimin meminta obat atau salep kepada petugas untuk mengobati gatal anaknya. Petugas mengatakan, mereka belum memiliki obatnya dan akan dicarikan.
Berbeda dengan Najla, Siti Hana (25), warga Kampung Selahuni RT 002 RW 013, Nagrak, menceritakan, anaknya telah mendapat obat dari sukarelawan kesehatan.
”Dua hari lalu ada petugas kesehatan yang datang, anak saya sedang pilek dan demam. Kemudian mereka memberikan parasetamol untuk menurunkan panasnya. Alhamdulillah ini tinggal pilek,” ujar Siti.
Hingga saat ini, sebanyak 1.576 warga di pengungsian mengidap infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), 902 warga mengalami gastritis, dan 313 warga terkena diare. Data ini dihimpun dari 12 kecamatan terdampak gempa Cianjur.
Sanitasi yang tidak layak juga dihadapi para pengungsi. Muhaimin (50), warga RT 003 RW 004, Gasol, Cugenang, mengatakan, hingga saat ini toilet sementara yang digunakan di dekat tendanya hanya untuk mandi.
”Kalau mau buang air besar di sawah. Di toilet sementara tidak ada klosetnya,” kata Muhaimin.
Menurut dia, ini adalah hal yang wajar karena tidak ada opsi lain. Beberapa orang di tenda pengungsiannya bahkan menghindari berlama-lama di kamar mandi karena takut gempa susulan.
Ivan Susanto (37), warga Ciamis yang sedang berada di Kampung Garogol, Cibulakan, Cugenang, ikut menjadi korban gempa. Ia kini menggunakan air PAM yang bocor dan tertampung di kubangan aspal untuk mandi sehari-hari.
”Setiap hari saya dan enam saudara saya bertahan dengan ini karena tidak ada keran. Para perempuan dan anak-anak sudah di pengungsian, sementara kerabat laki-laki bertahan di sini untuk membereskan rumah yang roboh,” katanya sambil membawa baskom berisi air.
Di depan kubangan aspal, Ivan mengambil air untuk dimasukkan ke ember yang lebih besar. Ketika penuh, saudaranya datang sembari membawa ember lain untuk gantian diisi.
Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur Isman Faisal menjelaskan, masalah kebersihan dan sanitasi ini berdampak pada munculnya penyakit menular di pengungsian.
”Hingga saat ini, sebanyak 1.576 warga di pengungsian mengidap infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), 902 warga mengalami gastritis, dan 313 warga terkena diare. Data ini dihimpun dari 12 kecamatan terdampak gempa Cianjur,” ujarnya.
Ia menyebutkan, penyakit-penyakit ini sering terjadi di pengungsian, utamanya pada kondisi lingkungan yang tidak bersih. Mayoritas juga terjadi pada anak-anak.
Merespons hal ini, Isman mengatakan, tim kluster kesehatan penanganan gempa Cianjur telah menerjunkan 300 sukarelawan kesehatan. Sukarelawan ini terdiri dari dokter umum, ahli gizi, bidan, dan dokter ortopedi.
Para sukarelawan ini akan diturunkan ke lokasi pengungsian untuk melakukan pemeriksaan kesehatan dan menyalurkan logistik kesehatan. Selain itu, tim sukarelawan kesehatan juga akan menyosialisasikan informasi terkait kesehatan di pengungsian.
Isman mengatakan, hingga saat ini tercatat ada 500 posko pengungsian. Untuk menutupi kekurangan sukarelawan, Dinkes Cianjur akan memprioritaskan wilayah yang paling terdampak dengan jumlah pengungsi paling banyak.
Terkait dengan bantuan sanitasi, ia menjelaskan, hal itu merupakan kewenangan Badan Nasional Penanggulangn Bencana (BNPB). Adapun Dinkes Cianjur dengan Kementerian Kesehatan akan menyalurkan bantuan logistik kesehatan kepada para pengungsi sesuai kebutuhan.