Jamaludin (52) berjalan sambil menengok orang-orang yang asyik memancing di Waduk Brigif. Lelaki yang lahir dan besar di Kampung Ciganjur, Kelurahan Cipedak, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, ini gembira dengan adanya ruang terbuka hijau yang bermanfaat bagi banyak orang.
”Minimal bisa antisipasi atau setidaknya kurangi banjir. Lalu bisa juga untuk bantu ekonomi warga sini dan bisa jadi tempat berkumpul. Semoga dengan adanya ini, area-area sekitar Kemang, Mampang, Pondok Labu, banjirnya berkurang,” ujar Jamaludin, Sabtu (4/2/2023).
Perkataannya merujuk keberadaan ruang limpah Sungai Brigif yang dalam tahap akhir pengerjaan. Garis kuning masih melintang di tembok masuk dan salah satu jalan terpalang kayu tetapi menyisakan sedikit ruang untuk sepeda motor masuk. Alhasil, warga sekitar hilir mudik di kawasan tersebut untuk sekadar menikmati pemandangan, berjalan-jalan atau memancing.
Waduk Brigif dirancang sebagai ruang terbuka hijau, resapan air, dan konservasi juga punya fasilitas penunjang lainnya. Ada jalan inspeksi, kantor pengelola dan ruang informasi, jembatan, serta lanskap waduk.
Waduk seluas 10 hektar itu merupakan bagian dari program 942, yaitu pembangunan dan rehabilitasi sembilan polder, empat waduk, dan revitalisasi dua sungai. Program 942 berjalan sejak November 2021 dan ditargetkan rampung pertengahan tahun 2023.
Rinciannya, sembilan polder dibuat di Kelapa Gading, Pulomas, Muara Angke, Teluk Gong, Mangga Dua, Green Garden, Marunda, Kamal, dan Tipala-Adhyaksa. Untuk pembangunan waduk, selain di Brigif ada di Pondok Ranggon, Lebak Bulus, dan Wirajasa atau Pilar Jati. Sedangkan revitalisasi dua sungai meliputi Kali Besar, sodetan Kanal Museum Bahari, dan pembangunan prasarana sodetan Kali Ciliwung Hilir-Pasar Baru.
Lebih jauh mengenai Waduk Brigif, kapasitasnya mampu menampung 308.000 meter kubik air dari aliran Kali Krukut. Keberadaannya ditujukan untuk mengendalikan banjir di Ciganjur, Cilandak, Kemang, Petogogan, Kebayoran, dan Palmerah. Namun, keandalannya masih harus diuji apakah mampu mengatasi banjir di kawasan itu saat hujan dengan intensitas tinggi.
Saluran polder
Di kawasan lain, tepatnya di Muara Angke, keberadaan polder dirasa belum efektif mengatasi banjir. Seperti saat hujan mengguyur Jakarta, Rabu (1/2/2023) dini hari, sejumlah ruas jalan di permukiman warga RW 022 Kampung Nelayan Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, tergenang.
Hujan dan mampetnya saluran menimbulkan genangan setinggi 20 sentimeter di Jalan Dermaga Ujung yang menjadi akses menuju Terminal Pelabuhan Penumpang Muara Angke. Banyak sampah menghambat aliran air meskipun tiga kali sebulan pasukan biru membersihkan saluran.
Tak hanya di jalan utama, genangan timbul di gang-gang permukiman 2.017 keluarga itu. Warga menggulung atau mengangkat celana ketika berjalan di Gang Satu sebagai penghubung antara Jalan Dermaga Ujung dan Jalan Dermaga Ujung Satu.
”(Banjir) Ini karena hujan dari malam sampai siang,” kata Warya (42) sembari memantau titik genangan.
Ketua RT 006 RW 022 Kelurahan Pluit ini sudah 30 tahun tinggal di permukiman yang berjarak 5 meter dari Muara Kali Adem. Kawasan yang dihuni 200 keluarga dan dikenal sebagai Blok Kerang Hijau itu merupakan langganan banjir rob.
Air tidak ke mana-mana karena selama ini hanya andalkan resapan. Sekarang resapan sudah berkurang, tertutup tumpukan kerang, batu, semen, bangunan.
Senin (26/12/2022), misalnya, rob merendam rumah warga hingga 50 cm selama empat hari berturut-turut. Aktivitas sebagian warga terganggu. Sebagai antisipasi, mereka membuat tanggul darurat dari urukan setinggi 80 cm.
Warya bersama ketua RT lainnya sudah mengajukan perbaikan dan pembangunan saluran melalui musyawarah rencana pembangunan. Saluran yang terhubung ke polder diharapkan mempercepat surutnya genangan. Namun, permintaan mereka belum terealisasi dalam waktu dekat.
”Di sini minim saluran air. Air tidak ke mana-mana karena selama ini hanya andalkan resapan. Sekarang resapan sudah berkurang, tertutup tumpukan kerang, batu, semen, bangunan,” ujarnya.
Bangunan yang dimaksud Warya berjarak sekitar 400 meter dari permukiman, yakni Gedung Pompa Muara Angke. Sejumlah pekerja konstruksi tengah menyelesaikan pembangunan.
Pembangunan atau rehabilitasi yang berlangsung sejak akhir 2021 meliputi pengerjaan rumah pompa, pengerjaan genset serta trafo, pengerjaan rumah jaga, pengerjaan sheet pile beton, pengerukan waduk, hingga pemasangan pipa buang.
Kepala Seksi Pemeliharaan Drainase Suku Dinas Air Jakarta Utara Yursid Suryanegara menyebutkan, proyek tersebut diharapkan dapat meningkatkan pengendalian banjir. Caranya dengan menambah pompa dan mengarahkan seluruh saluran yang ada di Muara Angke ke polder.
”Polder itu memiliki rumah pompa dan kelengkapannya. Lalu, saluran-saluran air di wilayah Muara Angke sistemnya nanti diarahkan ke polder tersebut dan ditargetkan terealisasi tahun 2025,” tutur Yursid.
Namun, tidak mudah untuk menghubungkan saluran air ke polder. Penyebabnya banyak bangunan liar di bantaran kali dan ruwetnya akses jalan.
Selain proyek tersebut, Suku Dinas Sumber Daya Air Jakarta Utara tetap mengandalkan 60 pompa mobile dan 500 operator, serta 750 pasukan biru. Upaya jangka pendek ini belum signifikan menanggulangi banjir di Muara Angke.
Normalisasi
Di tengah segenap upaya pengendalian banjir itu, sebagian warga masih dilingkupi waswas, bencana akan berulang. Saat hujan pada Rabu (1/2/2023), misalnya, cukup membuat waswas warga RT 005 RW 009 Kelurahan Kembangan Selatan, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat. Mereka khawatir adanya banjir kiriman dari hulu Kali Pesanggrahan.
Neneng (46) bolak-balik mengecek bagian belakang rumahnya yang persis di tepi kali. Fondasinya sudah diperkuat tanggul darurat dengan kayu penahan semenjak banjir tahun 2021.
”Dua kali jebol karena tanahnya ambles setelah banjir,” ujar Neneng.
Banjir berulang kali melanda permukiman warga hingga ketinggian 2 meter. Dalam ingatan ibu dua anak itu, banjir paling parah terjadi tahun 2002 mencapai 1 meter lebih, tahun 2007, tahun 2020, dan tahun 2021, serta banjir tahun 2022 yang berulang sampai tiga kali dalam seminggu.
Masnah (38) juga mengalami hal serupa. Kamar mandi keluarganya hanyut oleh banjir. Bahkan, bagian belakang rumahnya belum dipasang tanggul darurat karena terbatasnya dana.
”Dulu kali buat mandi, cuci, enggak kayak sekarang banyak sampah dan limbah. Areanya luas, banyak resapan air. Sekarang banyak bangunan, banjir dari lima tahunan jadi setiap bulan. Siap-siap saja kalau musim hujan,” kata Masnah.
Sebanyak 400 keluarga yang terdampak banjir mendapat secercah harapan dari rencana pembangunan dinding penahan atau bronjong di Kali Pesanggrahan sepanjang 1,4 kilometer. Pembangunan terbagi menjadi sisi timur 795 meter dan sisi barat 605 meter, serta akan memakan lahan 15-20 meter dengan anggaran Rp 40 miliar dan target rampung pada akhir tahun 2023.
Terbebas dari bencana lewat sentuhan program pembangunan infrastruktur banjir sungguh menjadi dambaan warga Ibu Kota.