Pembangunan Berorientasi Transit Butuh Perubahan Perilaku
Wajah baru perkotaan dengan konsep pembangunan berorientasi transit atau ”transit oriented development” membutuhkan perubahan perilaku atau gaya hidup masyarakat.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wajah baru perkotaan dengan konsep pembangunan berorientasi transit atau transit oriented development membutuhkan perubahan perilaku atau gaya hidup masyarakat. Kawasan perkotaan dengan konsep TOD diyakini lebih efisien dan bisa meningkatkan keselamatan bagi kelompok rentan.
Gagasan mengenai pembangunan berorientasi transit (TOD) mengemuka dalam seminar bertajuk ”Connecting Life with TOD” dalam rangkaian hari ulang tahun ke-63 PT Adhi Karya (Persero) Tbk atau ADHI di Jakarta, Rabu (1/3/2023).
Kepala Program Studi Perencanaan dan Tata Kota Institut Teknologi Bandung Petrus Natalivan Indradjati mengatakan, TOD itu tidak sama dengan membangun sistem transportasi umum untuk melayani kawasan baru. TOD juga bukan merupakan pembangunan kawasan di lingkup stasiun ataupun pengembangan kawasan di simpul transit.
TOD memiliki kinerja yang dituju. Kawasan itu harus berkelanjutan, ramah terhadap penggunaan kendaraan tidak bermotor, dan mengurangi konsumsi energi atau penggunaan kendaraan pribadi.
”Kalau kita mengembangkan suatu area di sekitar simpul transit dan tidak mengarah pada tujuan ini, sebetulnya kita tidak mengembangkan TOD,” katanya.
Oleh karena itu, menurut dia, ada dua prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam mengembangkan TOD. Pertama, pengembangan simpul transit. Kedua, pengembangan kawasan yang lebih ramah terhadap lingkungan, pengguna, pejalan kaki, dan sepeda.
”Ada persyaratan sistem transit dan ada persyaratan lingkungan transit itu sendiri. Kalau salah satunya saja yang dikembangkan, tidak akan menjadi TOD. Relasi antara sistem transit dan lingkungan itu harus saling menghidupi,” tuturnya.
Menurut Petrus, konsep TOD membutuhkan perubahan perilaku atau gaya hidup. Perubahan perilaku atau gaya hidup itu membutuhkan waktu yang lama. ”Pengembangan TOD bukan sekadar penetapan saja, melainkan membutuhkan perubahan perilaku,” ujarnya.
Tujuan TOD adalah mengupayakan suatu kehidupan yang sangat efisien. Karena yang ditawarkan adalah lingkungan yang efisien, masyarakatnya juga harus efisien. ”Kalau kita atau masyarakat tinggal di kawasan TOD, tetapi tetap menggunakan kendaraan pribadi, TOD menjadi tidak berguna,” katanya.
Senior Urban Planning Gender and Social Inclusion Associate Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia Deliani Siregar mengatakan, TOD menciptakan ruang tinggal dalam kawasan yang lebih selamat dan sehat, terutama bagi kelompok rentan. TOD juga berpeluang memperkecil kesenjangan sosial dan ekonomi.
”Pada akhirnya, perkembangan kawasan TOD dapat memberikan keuntungan bagi kota sehingga lebih efisien dan tepat sasaran dalam pemanfaatan sumber daya yang tersedia,” katanya.
Menurut Deliani, belum ada satu pun contoh kota di Indonesia yang sudah mengembangkan TOD. Namun, Jakarta ataupun wilayah Jabodetabek sudah mulai mengarah ke sana. ”Pengembangan TOD bisa dimulai dari Jakarta karena pembangunan di Jakarta atau Jabodetabek cukup masif,” ujarnya.
Director of Marketing PT Adhi Commuter Properti Tbk Indra Syahruzza Nasution mengatakan, TOD menjadi sebuah kawasan yang menjanjikan untuk berinvestasi. Harga tanah dan bangunan di kawasan tersebut selalu meningkat dengan cepat. ”Investasi properti di kawasan TOD menjadi sangat menarik,” katanya.
Terkait perubahan perilaku di kawasan TOD, Adrian Maulana selaku Influencer Public Transportation Campaign menilai, transportasi publik di wilayah Jabodetabak sudah bagus sehingga orang tidak perlu ragu ataupun gengsi menggunakan transportasi publik untuk aktivitas sehari-hari. ”Saya merasa transportasi publik kita sudah nyaman, cepat, hemat, dan aman,” katanya.