Warga Jaksel Berharap Pemerintah Segera Bayar Pembebasan Lahan
Pembebasan lahan untuk normalisasi Kali Ciliwung masih terkendala pembebasan lahan. Kurang koordinasi kemungkinan menjadi salah satu faktor lamanya penyelesaian masalah tersebut.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Normalisasi Kali Ciliwung di sejumlah kelurahan di Jakarta masih terkendala pembebasan lahan yang belum juga rampung. Pemerintah menunggu kelengkapan dokumen kepemilikan tanah yang sah dari warga untuk segera membayar ganti rugi serta eksekusi lahan dan bangunan. Di sisi lain, warga terus menanti pembayaran kompensasi atas lahan mereka.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggandeng Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mempercepat pembebasan lahan tersebut. Salah satu permasalahan yang cukup menonjol adalah dokumen kepemilikan tanah sehingga berdampak pada pembayaran kompensasi kepada warga.
Di Jakarta Selatan, masih ada sejumlah kelurahan yang warganya belum menerima kompensasi. ”Kami masih terkendala kelengkapan dokumen yang sah. Kami berharap warga dibantu RT/RW hingga kelurahan untuk melengkapi yang masih kurang,” kata Kepala BPN Jakarta Selatan Sigit Santosa saat ditemui di Jakarta, Rabu (1/3/2023).
Sigit menyebutkan, di wilayah administrasi Jakarta Selatan, Kelurahan Rawajati (Pancoran) dan Tanjung Barat (Jagakarsa) belum sepenuhnya usai proses pembebasan lahannya. Di Rawajati masih 62 bidang dari 157 yang belum tuntas. Adapun di Tanjung Barat ada 17 bidang dari 33 bidang.
Pusat Data dan Teknologi Informasi SDA DKI Jakarta mencatat, selama 2021-2022, total bidang tanah yang dibebaskan sebanyak 324 bidang atau setara dengan 66.515 meter persegi. Bidang-bidang itu tersebar di Kelurahan Balekambang, Kelurahan Cawang, Kelurahan Cililitan, Kelurahan Rawajati, Kelurahan Tanjung Barat, dan Kelurahan Gedong.
Percepatan
Warga di kelurahan tersebut mendambakan percepatan penyerahan kompensasi pembebasan lahan. Dengan demikian, harapan mereka, lingkungannya menjadi bebas dari banjir.
Apalagi banjir yang sempat melanda lingkungan mereka saat hujan lebat mengguyur Jakarta pada Sabtu-Selasa (25-28/2/2023). Air merendam belasan rumah hingga ketinggian di atas 1 meter.
Syapandhi (67), warga Rukun Tetangga (RT) 004 Rukun Warga (RW) 007 Rawajati, mengatakan, saat ini dirinya hanya bisa menanti tanpa kepastian. Pria paruh baya yang telah mendiami rumahnya sejak tahun 1962 ini mengaku bingung karena kehilangan dokumen yang sah akibat terbawa banjir.
Saat sejumlah pemilik lahan menerima sertifikat tanah setelah mengikuti program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) untuk sertifikasi legalitas lahan mereka pada 2021, Syapandhi dan 19 pemilik lahan lain justru tidak kebagian.
”Semoga bisa dibantu. Saksi saya tinggal di sini banyak, tetangga, termasuk RT dan RW,” katanya.
Pemilik lahan lainnya, Abdul Rozak (66), warga RT 003 RW 007, juga mengharapkan hal yang sama. Di saat rumah di samping kiri-kanannya sudah dieksekusi dan mendapatkan kompensasi, dia harus menanggung bingung perihal kelengkapan berkasnya.
Abdul yang kini tinggal bersama istri dan seorang anaknya berharap bisa segera mendapat pembayaran ganti rugi sehingga kembali ke kampung halamannya di Majalengka, Jawa Barat.
Kondisi warga Rawajati ini diamini Ketua RT 004 RW 007 Ihin Solihin. Menurut dia, Syapandhi dan warga lain susah melengkapi dokumen seperti warga lain yang mendapatkan PTSL.
”Harapan kami, ada kejelasan informasi dari kelurahan terkait persyaratan yang kurang. Padahal, dokumen warga ini sudah lengkap,” ujar Ihin.
Kurang koordinasi
Saat coba ditemui, Lurah Rawajati Supeno belum bersedia diwawancarai perihal kendala yang dialami warga. Adapun Kepala Seksi Pemerintahan Kelurahan Rawajati Ramdan Triaji mengungkapkan, dirinya tidak bisa memastikan masalah yang dihadapi warga di kelurahannya. Ia mengaku hal berkaitan dengan teknis yang dialami masyarakat hanya diketahui lurah.
”Kelurahan tidak bisa mencakup segala hal. Kami juga menunggu kepastian BPN,” ucap Ramdan.
Berkaitan dengan dokumen yang hilang, BPN menggaransi jika RT, RW, dan kelurahan bisa menunjukkan bukti valid hingga laporan kehilangan kepolisian.
”Jadi, yang paling tahu keadaan sebenarnya (kepemilikan lahan) adalah warga sekitar, RT, RW, hingga kelurahan. Dengan demikian, kalau semua itu bisa dibuktikan, tim BPN akan kembali melakukan verifikasi sehingga Dinas Sumber Daya Air DKI bisa membayarkan kompensasi,” ujar Sigit.
Adapun bagi warga yang tidak memiliki dan tidak bisa membuktikan bukti kepemilikan yang sah, Sigit menjamin akan tetap mendapat ganti rugi bangunan.
Sigit berharap, pihak kelurahan sebagai bagian pemerintah yang terdekat memfasilitasi warga, baik pengurusan dokumen maupun verifikasi. Hal ini akan membuat percepatan pembebasan lahan Kali Ciliwung yang diharapkan pemerintah pusat bisa terlaksana.
Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Yusmada Faizal Samad berharap, pembebasan lahan pada 2023 berjalan lancar sehingga bisa meneruskan pembebasan lahan untuk penanganan Kali Ciliwung sisanya. ”Kalau pembebasan lahan tahun ini lancar dan cepat, berikutnya kami bisa menggunakan anggaran dari APBD Perubahan,” katanya.
Untuk pembebasan lahan, Dinas SDA DKI Jakarta bekerja sama dengan BPN. Pendataan awal, trase, hingga pendataan awal petak dilakukan oleh Dinas SDA DKI Jakarta, sedangkan eksekusi pembebasan lahan ditangani BPN yang mengetahui persis terkait status kepemilikan lahan. Apabila masalah tersebut selesai, BPN yang akan mengukur sehingga bisa diterbitkan peta bidang untuk bisa dilakukan penaksiran harga tanah.
Dinas SDA DKI Jakarta mencatat rencana normalisasi Kali Ciliwung mencakup sepanjang 33 kilometer. Sejauh ini, yang sudah terlaksana dan ditanggul mencapai sepanjang 16 km. Masih tersisa 17 km lagi yang belum dinormalisasi. Dari 17 km yang belum dinormalisasi itu, Pemprov DKI Jakarta sudah membebaskan sepanjang 5 km pada 2021-2022 (Kompas, 22/2/2023).