Cakupan ruang terbuka hijau di Jakarta seluas 33,33 juta meter persegi atau 33,33 kilometer persegi. Luasan tersebut mencakup 5,18 persen dari luas Jakarta yang mencapai 664,01 kilometer persegi.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahalnya harga tanah dan alih fungsi lahan untuk sarana ataupun prasarana lain menjadi segelintir tantangan meluaskan cakupan ruang terbuka hijau di Jakarta. Selain pembebasan lahan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan alih fungsi lahan nonproduktif menjadi taman, juga dilakukan optimalisasi lahan fasilitas sosial dan fasilitas umum hasil kewajiban sesuai surat izin penunjukan penggunaan panah kepada warga.
Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta sesuai dalam laman informasi Jakartasatu.jakarta.go.id mendata cakupan ruang terbuka hijau (RTH) seluas 33,33 juta meter persegi atau 33,33 kilometer persegi. Luasan tersebut mencakup 5,18 persen dari luas Jakarta yang mencapai 664,01 kilometer persegi.
Jika merujuk ketentuan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka luasan 5,18 persen masih kurang. Beleid itu menyebutkan, ruang terbuka hijau sebagai area memanjang atau jalur dan mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik tumbuh secara alami maupun ditanam. Proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayahnya dan proporsi RTH publik paling sedikit 20 persen.
Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Bayu DKI Jakarta Meghantara dalam keterangan tertulisnya, Kamis (2/3/2023), menyampaikan, tantangan menambah RTH di Ibu Kota antara lain harga tanah yang sangat mahal dan alih fungsi RTH untuk kebutuhan sarana dan prasarana lain, seperti tempat ibadah dan tempat olahraga.
Pihaknya terus berupaya membebaskan lahan dengan anggaran pemerintah dan memanfaatkan aset lahan nonproduktif menjadi taman serta menyediakan RTH melalui sektor privat dengan cara optimalisasi lahan fasilitas sosial dan fasilitas umum.
Kerja sama dengan sektor privat untuk penambahan RTH salah satunya termaktub dalam Peraturan Gubernur Nomor 49 Tahun 2021 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Taman. RTH dapat diperoleh dengan mengelola kewajiban pengembang dalam menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum ketika akan menggunakan lahan atau mengembangkan suatu kawasan sesuai surat izin penunjukan penggunaan tanah kepada warga.
Kerja sama lain dapat berupa partisipasi dalam penanaman pohon dan kegiatan corporate social responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan.
”Kami selalu koordinasi untuk penambahan taman baru maupun peningkatan fasilitas di dalamnya dengan prinsip penyediaan taman harus memiliki rancangan yang baik, minimum sampah, berkolaborasi, ramah anak, lansia, dan disabilitas, hingga sebagai ruang evakuasi dan ruang yang informatif serta edukatif,” ucap Bayu.
RTH yang ada saat ini tersebar di Jakarta Timur sebanyak 26,2 persen, Jakarta Selatan 24,92 persen, Jakarta Utara 20,87 persen, Jakarta Pusat 12,69 persen, Jakarta Barat 8,64 persen, dan null (belum diketahui) 6,61 persen.
Bentuknya beragam, yakni 2.307 RTH, 1.710 jalur hijau, 1.335 taman lingkungan, 140 belum diketahui, 133 taman interaktif, 123 hutan kota, 114 pemakaman, 77 taman kota, 18 lapangan olahraga, 17 kebun bibit, dan 10 taman rekreasi.
Warga dapat mengikuti perkembangan informasi dan inovasi yang dilakukan secara lebih aktual dan kekinian
Bayu menyebutkan, jajarannya menyadari, sebuah taman yang sukses akan senantiasa terasa dekat dengan penggunanya. Karena itu, selain mengelola fisik dari tiap RTH yang ada, turut hadir di media sosial Instagram @tamanhutan.dki, @temantaman, TikTok @temantaman.jkt, dan Youtube @Dinas Pertamanan dan Hutan Kota.
”Warga dapat mengikuti perkembangan informasi dan inovasi yang dilakukan secara lebih aktual dan kekinian,” ujar Bayu.
Terbuka
Niken Prawestiti, Co-founder Ayo Ke Taman, menyoroti dua hal dalam upaya meluaskan cakupan RTH. Pertama, peran swasta dalam pemenuhan RTH privat sebanyak 10 persen sesuai amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Upaya yang bisa dilakukan adalah melalui penyediaan taman di halaman-halaman perkantoran atau permukiman yang dikelola pengembang.
”Ruang terbuka privat akan menambah nilai manfaat jika dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas,” ujar Niken.
Kedua ialah pelibatan warga dalam penyediaan ruang terbuka hijau, seperti pembangunan Taman Maju Bersama. Keterlibatan warga memungkinkan ruang terbuka hijau yang dibangun sesuai dengan kebutuhan mereka.
”Taman sebagai ruang publik akan sangat baik jika direncanakan oleh masyarakat juga,” katanya.
Taman Maju Bersama merupakan RTH berbentuk taman terbuka yang dilengkapi fasilitas untuk umum. Prosesnya melibatkan pemerintah dan warga setempat mulai dari perencanaan, pengembangan, hingga penggunaannya.
Keberadaannya tak hanya sebagai sarana rekreasi yang menyejukkan, tetapi juga diharapkan menjadi ruang ketiga atau ruang selain rumah dan tempat kerja bagi semua warga.