Warga Keluhkan Pembangunan Rumah Tahan Gempa Cianjur
Tepat lima bulan pascagempa Cianjur, warga mulai berbenah dengan membangun rumah tahan gempa. Namun, sejumlah kendala di lapangan masih dihadapi, di antaranya minimnya kualitas bangunan pihak pengembang.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan rumah tahan gempa bagi pengungsi gempa Cianjur, Jawa Barat, mulai dilakukan. Sebagian di antaranya bekerja sama dengan pihak ketiga untuk konstruksi rumah, tetapi warga mengeluhkan kinerja mereka yang tak maksimal.
Bantuan pemerintah untuk pembangunan rumah bagi para korban gempa Cianjur mulai cair meski dibagikan secara bertahap. Besarannya pun berbeda bergantung kondisi kerusakan rumah. Rumah rusak berat akan mendapat bantuan Rp 60 juta, diikuti rumah rusak sedang dan ringan akan mendapat bantuan Rp 30 juta serta Rp 15 juta (Kompas.id, 12/12/2022).
Menurut Wakil Ketua RT 002 RW 007 Desa Cijedil, Asep Johan, setidaknya ada 93 kepala keluarga (KK) yang terdaftar mendapat bantuan. Dari jumlah itu, baru 17 KK yang dananya cair melalui rekening Bank Mandiri, itu pun sebesar 40 persen.
Warga dapat memutuskan sendiri metode pembangunannya, dilakukan secara mandiri atau melalui pihak ketiga (pengembang/aplikator). ”Kebanyakan warga milih mandiri karena pakai aplikator banyak yang bermasalah. Makanya warga takut,” ujar Asep di Cianjur, Jumat (21/4/2023).
Berkaca dari kampung-kampung lain pengguna aplikator, ada yang kualitasnya tak sesuai, pekerjaan tidak tuntas, bahkan kekhawatiran uang dibawa pergi. Meski demikian, Asep menekankan bahwa aplikator yang direkomendasikan memang bekerja sama dengan pemerintah.
Sementara itu, 17 KK yang telah menerima dana kemudian mencicil dengan membeli material. Pembangunan dimulai setelah Lebaran sesuai dengan kriteria pemerintah untuk rumah tahan gempa (RTG). Namun, beberapa warga sempat menolak kriteria itu karena lebih memilih membangun dengan papan kayu. Penolakan ini terjadi akibat trauma guncangan gempa yang masih membayang.
Salah satu penyintas gempa, Deni (33), mengeluhkan pencairan dana yang dikirimkan secara bertahap. Sebab, harga beli material akan lebih mahal ketika barang dibeli sedikit demi sedikit ketimbang borongan. Selain itu, barang-barang yang dicari sesuai anjuran pemerintah juga langka di pasaran.
”Harga bisa ’miring’ kalau beli banyak. (Harapannya) dana cair, belanja normal, jadi rumah bisa segera ditempati,” kata Deni.
Keputusan untuk membangun rumah secara mandiri juga diutarakan penyintas gempa lainnya, Hendar (53). Rumah miliknya ambruk sehingga ia berhak mendapatkan bantuan Rp 60 juta.
Menurut Hendar, dana yang diterima untuk pembangunan rumah bertipe 36 sudah cukup baginya. Namun, ia memilih untuk membangun sendiri lantaran perlu berhemat. Selain itu, kualitas garapan aplikator belum tentu maksimal.
”Penghematan enggak mengurangi kualitas konstruksi,” ujarnya di Sukamanah, Cianjur.
Ia enggan mengeluh besaran dana yang didapat. Sebab, adanya bantuan pun patut disyukuri.
Bangunan aplikator
Penuturan dan kekhawatiran warga menguat ketika Ketua RT 001 RW 007 Desa Sukamanah Dadang memilih bekerja sama dengan aplikator. Namun, ternyata masih ada beberapa bagian yang perlu Dadang tuntaskan sendiri.
”Saya pikir terima kunci sudah beres semua, tapi ternyata belum,” kata Dadang.
Sebelumnya, ia dijanjikan pembangunan tuntas dalam 14 hari, paling lama 20 hari. Nyatanya, rumah yang digadang-gadang selesai sebelum Lebaran itu justru mundur sekitar 1,5-2 bulan dalam prosesnya. Ia masih perlu menyempurnakan rumahnya hingga layak huni dengan biayanya sendiri.
Rumah Dadang merupakan tipe 36 yang terdiri atas satu ruang keluarga, dua kamar tidur, dan satu kamar mandi. Lantai tak berkeramik. Pengecatan hanya dilakukan di bagian depan rumah, sedangkan bagian dalam tembok semen tanpa cat.
Rumah tahan gempa
Tepat lima bulan pascagempa Cianjur, pemerintah daerah mendeteksi setidaknya ada 16 kecamatan dan 180 desa terdampak. Dari lokasi-lokasi itu, total 64.901 rumah rusak dengan 14.093 di antaranya tergolong berat hingga Rabu (19/4/2023).
Selain itu, ada lima model dan metode pembangunan RTG. Mayoritas rumah dibangun secara mandiri, yakni 4.295 unit, diikuti Rumah Banua Tadulako/Rumbako (673), Riksa (290), Domus (69), dan Rumah Unggul Sistem Panel Instan/Ruspin (33). Data per Selasa (18/4/2023), RTG yang telah terbangun di Desa Cijedil sebanyak 15 unit, sedangkan Desa Sukamanah memiliki 34 unit, baik dalam proses maupun sudah tuntas.
”Buku rekening sudah hampir 100 persen didistribusikan ke warga (dari Bank Mandiri),” ujar Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Cianjur sekaligus Juru Bicara Pemerintah Kabupaten Cianjur Budi Rahayu saat dihubungi secara terpisah.
Menurut Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cianjur Rudi Wibowo, hampir 50 persen warga terdampak sudah mulai memperbaiki rumahnya dari dana stimulan pemerintah. Pengawasan serta audit pembangunan rumah akan dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUPR) serta Satuan Tugas TNI.
Dana bantuan stimulan sebesar Rp 1,8 triliun. Sementara dana yang telah disalurkan ke rekening warga mencapai Rp 1,6 triliun terbagi dalam tiga tahap hingga Jumat (14/4/2023).