Masyarakat Transportasi Indonesia menyoroti dampak dari biaya tinggi yang muncul dengan mendatangkan kereta baru untuk KCI dan mempertanyakan siapa yang akan menanggungnya.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat Transportasi Indonesia menyoroti langkah pemerintah yang memilih mendatangkan rangkaian kereta listrik baru dari Jepang. Ada dampak dari biaya tinggi yang timbul karena mendatangkan kereta baru sehingga dipertanyakan siapa yang akan menanggungnya.
Ketua Forum Transportasi Jalan dan Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana, Senin (26/06/2023), menjelaskan, dengan keputusan mendatangkan tiga rangkaian kereta baru untuk memenuhi kebutuhan KAI Commuter akan timbul dampak.
Perlu dicermati, dengan mendatangkan rangkaian baru KRL dari luar negeri, biaya operasi KAI Commuter akan naik. Aditya mempertanyakan, biaya operasi tinggi tersebut akan dibebankan kepada siapa?
Apabila biaya operasi tinggi dibebankan kepada penumpang, tarif KRL yang naik. Apabila dibebankan kepada negara, subsidi atau public service obligation (PSO) untuk pelayanan publik pemerintah akan bertambah supaya tarif tidak naik.
Wakil Ketua bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan MTI Djoko Setijowarno, secara terpisah, menyatakan, dengan mendatangkan kereta baru ada dampak seperti PSO untuk bidang perkeretaapian yang akan membengkak. Sementara kondisi saat ini alokasi PSO Kementerian Perhubungan untuk perkeretaapian di Jawa dan Sumatera sudah sangat tinggi.
Senada dengan Aditya, Djoko juga menegaskan, supaya subsidi tidak terus membengkak, bisa jadi tarif yang akan dinaikkan. Pengguna lagi yang akan terkena imbas.
Keduanya mengkritik pemerintah dalam hal ini Kemenko Maritim dan Investasi, serta Kementerian Perindustrian yang memilih mendatangkan kereta baru dari luar negeri untuk memenuhi sebagian kebutuhan peremajaan 29 rangkaian kereta listrik yang sudah melampaui masa pakai itu. ”Pemerintah sudah siap atau tidak dengan dampak ini? Kemenko Marvest dan Kemenperin tampak tidak memahami soal transportasi,” kata Djoko mempertanyakan.
Aditya menilai, Kemenko Marvest dan Kemenperin perspektifnya kurang ke arah memenuhi kebutuhan publik, kurang mengutamakan pelayanan dan kebutuhan transportasi massal untuk publik.
Seperti diketahui, pada 2023 dan 2024 akan ada 29 rangkaian kereta komuter eks Jepang yang memasuki masa pensiun. Untuk mengisi kebutuhan sarana, serangkaian pembahasan dilakukan pemerintah sejak 2022.
Setelah pemerintah tidak membolehkan KAI Commuter mengimpor kereta bukan baru dan supaya lebih mengutamakan produksi dalam negeri, muncul langkah KAI berkontrak dengan PT INKA untuk pengadaan rangkaian kereta baru.
VP Corporate Seceratary KAI Commuter Erni Sylviane Purba menjelaskan, KAI Commuter telah berkontrak dengan PT Inka untuk pengadaan 16 trainset atau rangkaian kereta listrik baru untuk penambahan kapasitas. Ke-16 rangkaian kereta baru akan dikirimkan secara bertahap pada tahun 2025-2026.
Lalu dari hasil rapat koordinasi, Rabu (21/6/2023), yang melibatkan Kemenko Marves, Kementerian BUMN, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, BPKP, DJKA, PT KAI dan juga PT Inka dan dipimpin langsung oleh Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, terbit sejumlah keputusan terkait pemenuhan kebutuhan sarana KRL melalui skema retrofit untuk replacement atau penggantian sarana yang ada dalam lima tahun kedepan, juga pengadaan sarana KRL baru untuk replacement dan penambahan kapasitas.
Untuk replacement atau penggantian dengan adanya rencana konservasi dilakukan dengan mendatangkan sarana KRL baru pada 2024 sebanyak tiga trainset, retrofit 19 sarana KRL yang dimulai tahun ini, dan mendatangkan 8 sarana KRL baru pada 2027 dari PT Inka.
”Dengan demikian total 24 trainset baru akan didatangkan dari PT Inka sampai 2027. Ini adalah bentuk dukungan KAI Commuter untuk produksi KRL dalam negeri, yang pastinya akan tumbuh terus,” kata Purba.
Khusus untuk tiga rangkaian kereta baru dari luar negeri itulah, baik Aditya ataupun Djoko, mengkritisi. Selain dampak dari mendatangkan kereta baru, juga waktu kedatangan kereta.
”Terus KRL baru itu datangnya kapan? Kalau setahun dua tahun lagi ya sama saja karena butuhnya sekarang-sekarang ini untuk ganti yang mau purnatugas,” kata Aditya mengkritisi.