LPS Monas Half Marathon menjadikan Monas sebagai ”landmark”. Rute yang dilalui itu untuk menghadirkan pengalaman visual historikal sekaligus menunjukkan asyik dan serunya berlari sekaligus wisata di jantung Ibu Kota.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
Kawasan Monumen Nasional atau Monas menjadi tempat dan saksi perhelatan besar yang akan mengundang massa dalam jumlah besar. Tepatnya 2 Juli 2023, lomba LPS Monas Half Marathon akan terselenggara atau dimulai di monumen ikonik mercusuar Indonesia itu.
Perlombaan lari dunia bergengsi, seperti maraton di Paris, Perancis, menjadikan Menara Eiffel sebagai landmark untuk dilintasi pelari. LPS Monas Half Marathon pun menempatkan penanda kota utama Jakarta, yaitu Monas untuk dilewati sekaligus dinikmati para pelari. Lomba lari itu mengambil rute 21 kilometer dari Monas, Patung Kuda, Patung Selamat Datang, Lapangan Banteng, dan berakhir di Gelora Bung Karno.
Rute yang dilalui itu menghadirkan pengalaman visual historikal sekaligus menunjukkan sisi indah Ibu kota dan Indonesia melalui karya maestro perupa seperti Soedarsono, F Silaban, Edhi Sunarso.
Monumen-monumen bersejarah tersebut diharapkan turut menjadi penyemangat para pelari berjuang mencapai garis finis.
Monas, monumen karya F Silaban dan Soedarsono, konstruksinya mulai dibangun pada 17 Agustus 1961 oleh Presiden Soekarno. Tugu setinggi 132 meter itu dibuka untuk umum pada 12 Juli 1975 oleh Presiden Soeharto.
Di puncak ada lidah api yang terbuat dari perunggu dengan dilapisi emas 50 kilogram. Struktur Monas menggunakan angka-angka pada hari kemerdekaan Indonesia, yaitu tinggi landasan utama 17 meter, area museum 8 meter persegi, dan plaza luar 45 meter x 45 meter.
Tak kalah menarik di dalam Monas terpampang diorama perjalanan sejarah panjang Indonesia dari zaman prasejarah hingga pasca-kemerdekaan.
Pada 1969, tim perancang isi museum menyiapkan 48 diorama. Jumlah diorama ditambah tiga buah pada 1998 sehingga saat ini total ada 51 diorama (Kompas, 5/8/20217).
Perjalanan menikmati diorama tersebut dimulai dari dinding yang tentang manusia prasejarah. Cerita yang menggambarkan asal usul manusia Indonesia serta proses masuknya budaya luar ke Indonesia.
Di diorama pertama terdapat patung kecil manusia purba yang memegang tombak serta tiga orang yang sedang meramu makanan. Di situ diceritakan, masyarakat Indonesia purba hidup pada 3.000-2.000 sebelum Masehi.
Setelah masa prasejarah, diorama secara berurutan menggambarkan masa kerajaan seperti Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Buddha, Bendungan Waringin Sapta pada abad ke-11, candi Jawa perpaduan Sivaisme-Buddhisme, Sumpah Palapa, perang Majapahit pada abad ke-14, hingga masuknya agama Islam ke Indonesia.
Lalu berlanjut pada diorama zaman prakemerdekaan yang dimulai dari pertempuran pembentukan Jayakarta pada Juni 1527, armada dagang Bugis abad ke-15, perang Makassar, perlawanan Pattimura 1817, perang Diponegoro, perang Imam Bonjol, perang Banjar, perang Aceh, perlawanan Sisingamangaraja, hingga pertempuran Jagaraga.
Adapun dinding diorama berikutnya bercerita tentang peristiwa seputar perjuangan merebut kemerdekaan, tanam paksa dan masa penjajahan Belanda, kegiatan gereja Protestan dalam penyatuan bangsa, Kartini, kebangkitan nasional, Taman Siswa, Muhammadiyah, Perhimpunan Indonesia, Stovia, peristiwa di Digul, Sumpah Pemuda 1928, era romusa, pemberontakan tentara PETA di Blitar, hingga Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Dinding keempat menampilkan cerita tentang berbagai peristiwa pascakemerdekaan, seperti pengesahan Pancasila dan UUD 1945, lahirnya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia 5 Oktober 1945, pertempuran Surabaya, kegiatan gereja Katolik Roma dalam proses penyatuan bangsa, serta gerilya mempertahankan kemerdekaan.
Pemilihan umum pertama, pembebasan Irian Jaya, Hari Kesaktian Pancasila, aksi-aksi tuntutan rakyat, Surat Perintah 11 Maret, Penentuan Pendapat Rakyat Irian Jaya, hingga integrasi Timor Timur pada 1976 juga hadir di sini.
Kiprah Indonesia di dunia internasional juga digambarkan saat Indonesia menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menjadi tuan rumah Konferensi Asia-Afrika, hingga Konferensi Tingkat Tinggi ke-10 negara-negara nonblok.
Menelusuri Jakarta itu sebenarnya seru sambil berolahraga. Kita berlari sambil melihat Jakarta dengan gedung-gedungnya, monumen, patungnya. Itu pengalaman seru menurutku. (Coco Andika)
Siap berlari
Semua pengalaman menjelajahi Monas itu turut menyemangati Coco Andika (34).
”Monas sudah beberapa kali aku kunjungi. Kawasannya asyik untuk nongkrong dan belajar sedikit tentang sejarah kita,” ujar Coco, Senin (26/6/2023).
Pria asal Yogyakarta yang telah bekerja di Jakarta sejak 2015 itu tak sabar memeriahkan lomba lari LPS Monas Half Marathon tersebut. ”Ya, aku memang berencana mengikutinya. Aku sudah beberapa kali ikut ajang seperti ini. Tahu ada Monas Marathon, ikut,” katanya.
Selain hobi, ketertarikan Coco mengikuti LPS Monas Half Marathon karena rute yang dilalui dinilai seru dan mengasyikkan. Tak hanya itu, aturan lomba dan hadiah yang ditawarkan pun membuatnya tertantang untuk mencapai garis finis sebelum cut off time (COT) 3 jam 30 menit.
”Menelusuri Jakarta itu sebenarnya serusambil berolahraga. Kita berlari sambil melihat Jakarta dengan gedung-gedungnya, monumen, patungnya. Itu pengalaman seru menurutku. Semoga nanti bisa perbaiki personal best (catatan waktu pribadi). Sekarang aku persiapan fisik lebih intens dua minggu terakhir biar bisa finis,” katanya.
Stevi (28) juga tak mau ketinggalan dan merasa antusias untuk mengikuti ajang LPS Monas Half Marathon. Menurut dia, ajang lomba lari di Jakarta perlu sering diadakan terutama setelah masa pandemi Covid-19.
”Pandemi kan sudah lewat. Mungkin ke depan harus dipikirkan, event ada tiap tahun, rutin. Bikin event maraton yang makin dikenal dunia. Kayaknya bisa, kita punya banyak rute bagus yang bisa narik banyak pelari dari negara lain,” ujar Stevi.
Adapun lomba lari ini terselenggara oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bersama harian Kompas dengan tema ”Restart for Change”. Ajang ini berhadiah total Rp 992 juta.