Solusi Jangka Pendek Itu ”Water Mist Generator” Seharga Rp 50 Juta
Upaya mengurangi tingkat polusi udara di Jakarta kini di antaranya dengan pemasangan ”water mist generator” di gedung tinggi. Pengelola gedung harus mengeluarkan dana Rp 50 juta untuk memperoleh alat itu.
Oleh
Atiek Ishlahiyah Al Hamasy
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyiraman air dari atas gedung-gedung tinggi Ibu Kota menggunakan pompa bertekanan tinggi atau water mist, menurut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, lebih efektif untuk mengurangi polusi udara di Ibu Kota. Pengelola gedung tinggi diminta memasang water mist generator dengan biaya sendiri seharga Rp 50 juta.
Guru Besar Teknik Lingkungan dari Institut Teknologi Bandung Puji Lestari mengingatkan, upaya itu sekadar solusi jangka pendek dan tidak menyelesaikan akar masalah polusi udara.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, penyemprotan air di jalanan untuk mengatasi polusi udara kemungkinan tidak lagi dilakukan. Sebab, sejumlah kalangan menganggap penyiraman air dengan water cannon dapat mengangkat debu-debu yang ada di jalanan ke udara dan justru berpotensi meningkatkan kadar polutan particulate matter 2,5 (PM 2,5).
”Kami sedang mencoba dalam waktu dekat ini. Harapannya percobaan dilakukan sebelum penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN,” kata Asep saat ditemui di Jakarta Pusat, Rabu (30/8/2023).
Penyiraman air dari gedung-gedung tinggi di Ibu Kota juga salah satu upaya jangka pendek untuk mengurangi pencemaran udara menjelang KTT Ke-43 ASEAN di Jakarta. Pemprov DKI mengkhawatirkan masalah polusi udara mengganggu banyak tamu dari negara lain yang hadir dalam acara yang digelar pada 5-7 September 2023 itu.
Asep mengatakan, penyemprotan air dari atas gedung cukup baik dalam menurunkan polusi udara di Jakarta. Metode itu telah diuji coba di Gedung Pertamina yang lokasinya berdekatan dengan Masjid Istiqlal, Gambir, Jakarta Pusat, Minggu (27/8/2023). Hasilnya, skor polutan PM 2,5 menurun.
Penyemprotan tersebut membutuhkan air sekitar 500 liter per generator. Adapun alat tersebut yang membutuhkan listrik 2.000 watt itu dibuat oleh tim Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Penyemprotan air dari gedung tinggi akan menyasar gedung milik pemerintahan DKI terlebih dahulu. Setelah itu baru menyasar gedung swasta.
Asep mengatakan, pihaknya tengah berkoordinasi dengan BRIN terkait pengadaan alat water mist untuk gedung perkantoran milik swasta.
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono akan mewajibkan ratusan gedung tinggi di Jakarta memasang pompa bertekanan tinggi atau water mist generator untuk mengatasi kualitas udara yang buruk di Ibu Kota. Ada 300 perusahaan yang sudah didata dan akan dilakukan sosialisasi untuk memasang alat seharga Rp 50 juta tersebut.
Menurut Asep, biaya pemasangan dan pembelian alat sepenuhnya ditanggung pengelola gedung dan tidak dibiayai pemerintah. Hingga saat ini belum ada pembahasan terkait bantuan pemerintah dalam pembiayaan pembelian alat tersebut.
Ada pula masalah lain yang disebabkan oleh penggunaan metode water mist untuk menekan polusi, seperti meningkatnya kelembapan udara di bagian bawah gedung.
Guru Besar Teknik Lingkungan dari Institut Teknologi Bandung Puji Lestari mengatakan, water mist bisa saja mengurangi polusi udara, tetapi hanya merupakan solusi jangka pendek. Penggunaan water mist belum bisa mengatasi akar masalah dari polusi di Jakarta.
Puji juga menyoroti pemakaian air untuk melakukan metode ini. Sebab, penyiraman tersebut membutuhkan air yang tidak sedikit.
”Ada pula masalah lain yang disebabkan oleh penggunaan metode water mist untuk menekan polusi, seperti meningkatnya kelembapan udara di bagian bawah gedung,” ujarnya.
Puji menyebut langkah ini perlu dievaluasi kembali oleh pemerintah. Menurut dia, masih banyak yang harus dikaji dalam penggunaan metode ini, termasuk berapa lama water mist bisa membersihkan udara.
Mitigasi perubahan iklim
Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir, kondisi kualitas udara di Jakarta pada Rabu (30/8/2023) pukul 08.00, menempati posisi kedua sebagai kota paling berpolusi di dunia dengan indeks 169. Posisi pertama ditempati Dhaka, Bangladesh, dengan nilai indeks 174.
Asep menambahkan, faktor penyebab polusi udara juga akibat adanya perubahan iklim. Karena itu, aksi mitigasi adaptasi terhadap perubahan iklim turut menjadi fokus utama.
Komitmen mitigasi ini dituangkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 90 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Rendah Karbon Daerah. Peraturan itu memuat berbagai komitmen dan langkah-langkah yang akan dilakukan DKI Jakarta untuk mencegah perubahan iklim.
Kepala Biro Kerja Sama Daerah DKI Jakarta Marulina Dewi Mutiara mengatakan, dalam pergub tersebut telah diatur upaya-upaya mengurangi emisi karbon dengan membangun transportasi publik yang terintegrasi.
Menurut Dewi, pihaknya akan fokus terhadap lima hal, yakni efisiensi energi, energi baru terbarukan, penggantian bahan bakar yang ramah lingkungan, peralihan menuju dominasi penggunaan transportasi publik, dan penyetaraan pejalan kaki dan pesepeda.
Dewi mengajak pemerintah daerah lainnya bersama-sama melaksanakan aksi kolektif untuk mencapai pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim.