Dorong Peningkatan Pengguna MRT Jakarta, Diusulkan Tarif Fleksibel
Untuk mendorong pengguna MRT Jakarta, diusulkan penerapan tarif fleksibel pada jam pagi hari dan jam nonsibuk. Upaya itu sekaligus mendorong orang beralih ke angkutan umum dan mengurangi kemacetan.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT MRT Jakarta (Perseroda) mengusulkan penerapan tarif fleksibel pada pagi hari dan jam nonsibuk. Usulan itu diharapkan mendorong pergerakan orang dengan angkutan umum, khususnya MRT Jakarta, ketimbang menggunakan kendaraan pribadi. Selain itu, juga mengurangi volume kendaraan di jalan raya.
Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta (Perseroda) Muhammad Effendi dalam kelas MRT Felloship Program (MFP) IV, Rabu (30/8/2023), mengungkapkan, usulan tarif fleksibel itu sebetulnya sudah disampaikan pada 2019. Saat itu, MRT diminta bisa mengangkut 150.000 orang per hari.
”Waktu itu tarif fleksibel sudah kami tawarkan, bahkan ada (tarif) berlangganan,” kata Effendi.
Usulan tarif fleksibel itu disampaikan ke Pemprov DKI Jakarta lantaran masalah tarif akan berkaitan erat dengan besaran kewajiban subsidi atau public service obligation (PSO) yang dialokasikan Pemprov DKI Jakarta.
Head of Customer Engagement Division PT MRT Jakarta (Perseroda) Muchamad Iqbal Bimo menyatakan, untuk tarif fleksibel saat ini yang sudah menerapkan adalah PT Transportasi Jakarta (Transjakarta). Pada pagi hari pukul 05.00-07.00 masyarakat menikmati tarif Rp 2.000 per perjalanan. Pada pukul 07.00-24.00 penumpang membayar Rp 3.500 per perjalanan.
Untuk MRT Jakarta, saat ini tarif yang dibayarkan penumpang sebesar Rp 3.000-Rp 14.000 pada jam operasi pukul 05.00-24.00. Dengan tarif fleksibel, ada skema tarif yang diusulkan. Pada jam pagi pukul 05.00-07.00 diusulkan tarif Rp 2.000-Rp 8.000. Pada jam sibuk pukul 07.00-10.00, tarif antara Rp 3.000 dan Rp 14.000.
Pada jam nonsibuk pukul 09.00-17.00, tarif diusulkan di kisaran Rp 2.000-Rp 8.000. Kemudian di jam sibuk sore pukul 17.00-19.00, tarif kembali ke Rp 3.000-Rp 14.000 dan pada jam nonsibuk pukul 19.00-24.00, tarif kembali ke kisaran Rp 2.000-Rp 8.000.
”Adanya kebijakan tarif yang lebih murah di jam nonsibuk adalah untuk mendorong peningkatan pengguna transportasi publik MRT Jakarta dan memanfaatkan load factor transportasi publik yang masih dapat dioptimalkan,” kata Bimo.
Tarif fleksibel ini, Bimo melanjutkan, sudah diterapkan pula oleh sejumlah operator angkutan umum perkotaan berbasis rel di negara lain. Ia menyebutkan, misalnya MTR Hong Kong dan MRT Singapura.
MTR Hong Kong menerapkan diskon berganda 35 persen pada jam pagi pukul 07.15-08.15 dan 35 persen di jam nonsibuk. MRT Singapura menerapkan diskon 50 persen di jam pagi sebelum pukul 07.45.
”Dengan adanya diskon berganda di MTR Hong Kong, penumpang dapat menghemat sampai 70 persen biaya perjalanan. Di Singapura, penumpang mendapatkan diskon 50 sen apabila melakukan perjalanan sebelum pukul 07.45 pagi,” kata Bimo.
Upaya semacam diyakini akan mendorong pergerakan warga untuk lebih banyak menggunakan angkutan umum atau modal share. Bagi MRT, tentu juga peningkatan penggunanya.
Dari paparan, melihat profil pengguna MRT Jakarta pada Juli 2023, untuk keterisian MRT Jakarta di jam sibuk pada hari kerja saat ini rata-rata ada di kisaran 20-55 persen. Pada jam nonsibuk, keterisian 35-40 persen. Untuk itu, MRT Jakarta masih dapat mengakomodasi peningkatan ridership yang tinggi, terutama pada jam nonsibuk.
Seperti diketahui, sejak diresmikan pengoperasiannya pada 24 Maret 2019, rata-rata penumpang harian MRT Jakarta sebanyak 86.270 penumpang per hari. Saat pandemi Covid-19 melanda, pada 2020 rata-rata penumpang harian 27.122 orang per hari dan pada 2021 rata-rata penumpang harian 19.659 orang.
Pada 2022, seiring pelonggaran kegiatan masyarakat, angka penumpang mulai naik. Tercatat rata-rata penumpang harian 54.181 orang pada 2023 dari Januari-Juli 2023 sebanyak 85.279 orang per hari.
Pengamat perkotaan Yayat Supriyatna berpandangan, angkutan umum memang semestinya menghadirkan tarif layanan yang terjangkau. Dengan tarif terjangkau, diharapkan lebih warga yang beralih menggunakan angkutan umum.
”Menurut Bank Dunia, biaya transportasi itu sebaiknya 10 persen dari gaji,” ujarnya.
Yayat mengingatkan, MRT Jakarta tetap harus menjaga standar pelayanan yang saat ini, menurut pemantauannya, sudah baik. Ia yakin, penumpang MRT Jakarta hari ini memilih layanan MRT Jakarta karena ada jaminan keamanan dan kenyamanan serta ketepatan waktu.
”Jadi, bagaimana nanti ketika ridership naik, standar pelayanan tetap terjaga,” kata Yayat mengingatkan.
Putri Yuli (30), warga Cinere, Depok, yang sehari-hari bekerja di kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, menyambut baik apabila MRT bisa menawarkan tarif fleksibel kepada penumpang. Ia berharap tarif fleksibel MRT Jakarta itu segera terwujud.
”Tarif fleksibel ini pasti akan sangat membantu. Dibandingkan setiap hari membayar Rp 28.000 pergi pulang untuk MRT, belum lagi tarif ojek daring untuk pergi ke stasiun dan menuju rumah, kalau ada tarif fleksibel akan sangat membantu. Apalagi kalau MRT bisa menawarkan paket langganan, itu bisa lebih murah dan lebih hemat buat penumpang,” ucap Yuli.