Lima Hari Beroperasi, LRT Jabodebek Masih Banyak Gangguan
Sampai hari kelima operasi, LRT Jabodebek masih saja mengalami gangguan. LRT Jabodebek diingatkan untuk menjaga keandalan sarana, juga memastikan fasilitas pendukung tersedia baik.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sampai dengan hari kelima operasional, LRT Jabodebek masih mengalami gangguan. LRT Jabodebek diingatkan agar menjaga keandalan sarana serta menyelesaikan pekerjaan rumah, seperti penyediaan fasilitas park and ride juga integrasi dengan moda angkutan lainnya.
Dalam sebuah unggahan media sosial, Jumat (1/9/2023), disebutkan, kereta LRT Jabodebek mengalami gangguan di bagian pintunya di Stasiun Pancoran. Manager Public Relations Divisi LRT Jabodebek Kuswardojo membenarkan adanya gangguan itu. ”Betul, terjadi gangguan di perjalanan yang akhirnya mengharuskan penumpang dipindahkan ke rangkaian yang lain,” katanya.
Kereta yang mengalami gangguan tersebut kemudian dicoba diperbaiki di lokasi tersebut oleh teknisi INKA dan KAI. ”Kereta berhasil hidup kembali dan beroperasi normal,” kata Kuswardojo.
Dari gangguan-gangguan yang terjadi, Ketua Institut Studi Transportasi (INSTRAN) Darmaningtyas, Sabtu (2/9/2023), memberikan catatan. LRT Jabodebek dalam masa operasional dengan tarif promo ini memang disambut antusias oleh masyarakat.
Dari pemantauannya, potensi penumpang LRT Jakarta cukup tinggi. Itu dilihat dari calon penumpang yang berjubel pada sore hari, hingga kemauan sebagian warga untuk kembali mau menaiki moda transportasi publik terbaru itu sesuai obrolannya dengan sejumlah orang. Adapun data dari KAI menyebutkan, hingga hari keempat operasi, sudah 96.426 orang menaiki LRT Jabodebek.
Namun, ujar Darmaningtyas, meski dari segi potensi demand LRT Jabodebek cukup tinggi, dengan adanya gangguan-gangguan yang terjadi LRT Jabodebek harus bisa menjaga keandalan sarananya. Dari segi layanan dan operasi saja, ujar Darmaningtyas, memberikan catatan, di beberapa stasiun kereta bisa berhenti lebih dari 1-2 menit tanpa tahu persis penyebabnya.
”Sebaiknya waktu berhenti ini bisa diminimalkan (tidak lebih dari 1-2 menit),” katanya.
Menjelang masuk ke stasiun, sebaiknya ada penjelasan pula pintu sebelah kiri atau kanan yang akan dibuka. ”Di beberapa stasiun, terutama sore hari, ketika banyak penumpang yang belum familier, mereka bingung, yang dibuka sebelah kiri atau kanan,” kata Darmaningtyas.
Masih terkait sarana, menurut Darmaningtyas, tempat duduk LRT tidak sebanyak KRL. ”Bila kursi panjang KRL itu bisa untuk 7-8 orang, LRT hanya 4-5 orang. Padahal, ruangnya masih memungkinkan untuk dibuat menjadi 5-6 orang agar lebih banyak orang yang bisa duduk,” katanya.
”Park and ride”
Untuk memudahkan penumpang, LRT Jabodebek juga harus memastikan fasilitas park and ride atau fasilitas parkir kendaraan bermotor pribadi di sekitar stasiun ataupun integrasi dengan moda transportasi lain agar terwujud first and last mile (ujung pemberangkatan dan ujung kedatangan) cukup baik.
”Tapi justru di sini persoalan yang dihadapi LRT. Minim fasilitas park and ride dan integrasi antarmoda,” kata Darmaningtyas.
Fasilitas park and ride di Harjamukti, kapasitasnya terbatas sekitar 25 mobil saja, untuk sepeda motor berkapasitas lebih banyak.
”Tadi pagi berdiri lima menit saja di pintu masuk park and ride Harjamukti melihat beberapa mobil yang terpaksa putar balik, diarahkan parkir di Cibubur Juction karena sudah full. Sementara jarak Cibubur Juction ke Stasiun LRT sekitar 600 m dan harus menyeberang jalan di jalan tikungan. Ini tentu kurang berkeselamatan,” kata Darmaningtyas.
Untuk membantu calon penumpang agar tidak membuang waktu karena cari tempat parkir, PT KAI perlu berkoordinasi dengan pengelola park and ride untuk menginformasikan kan kepada calon penumpang yang membawa mobil atau sepeda motor kalau lokasi parkir sudah penuh. Sebab waktu yang hilang ketika sudah sampai stasiun dan putar balik mencari tempat parkir, lalu balik lagi ke stasiun itu bisa mencapai 10 menit lebih.
”Selain buang waktu juga BBM. Atau diumumkan saja, sampai dengan fasilitas park and ride memadai, calon penumpang dianjurkan naik motor saja yang tempat parkirnya lebih gampang,” ujar Darmaningtyas.
Fasilitas park and ride yang terbatas juga terlihat di Stasiun Jatimulya Bekasi Timur. Darmaningtyas mempertanyakan lahan di depan stasiun Jatimulya sisi timur justru dibangun taman, bukan fasilitas park and ride. Fasilitas park and ride yang ada di sisi barat stasiun jelas amat minim.
Di Stasiun Jatimulya juga dilayani angkutan umum Trans Patriot, tetapi tidak tersedia halte untuk menurunkan dan menaikkan penumpang. Seharusnya, di stasiun itu juga ada halte sederhana yang memudahkan dan sekaligus menjadi petunjuk pada penumpang di stasiun tersebut ada layanan bus.
Kondisi ironis juga terjadi di Stasiun TMII. Di sana sebetulnya sudah ada layanan Transjakarta, baik untuk bus besar (7D) maupun bus kecil (Jak 36).
Namun di stasiun itu tidak dibuatkan ruang agar kendaraan tersebut dapat menaikkan atau menurunkan penumpang di area stasiun sehingga tidak menimbulkan kemacetan lalu lintas dan memudahkan calon penumpang LRT pindah moda.
Untuk stasiun-stasiun lain di rute Dukuh Atas-Jatimulya, kata Darmaningtyas, juga masih mengalami problem akses dan integrasi. Itu ada di Jati Bening, Cikunir 1, Cikunir 2, dan Bekasi Barat.
Fasilitas integrasi yang dapat dikatakan baik baru yang ada di Cawang sampai Dukuh Atas saja. Selebihnya masih menjadi PR besar.
”Hanya saja, siapa yang harus menyelesaikan pembangunan fasilitas integrasi tersebut, terutama prasananya? Semoga PT Adhi Karya masih tetap memiliki tanggung jawab moral untuk melakukan perbaikan infrastruktur, terutama untuk park and ride dan fasilitas integrasi di stasiun-stasiun,” ujarnya.