Sejumlah instansi dan komunitas berjibaku menyediakan air untuk warga yang mengalami kekeringan di Kabupaten Bekasi. Termasuk Palang Merah Indonesia yang "menyulap" air danau buatan menjadi air siap minum untuk warga.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·5 menit baca
Sejumlah instansi dan komunitas berjibaku menyediakan air untuk warga yang mengalami kekeringan di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Mereka menyadari air merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus tersedia, sekalipun kemarau ekstrem melanda.
Salah satunya dilakukan Palang Merah Indonesia (PMI) yang "menyulap" air Danau Telaga Hejo di Kampung Tegal Kadu, Desa Sirnajaya, Kecamatan Serang Baru, Kabupaten Bekasi, menjadi air yang laik konsumsi. Programnya diberi nama water sanitation and hygiene (Wash). Pekerja PMI dan tim sukarelawan pun bersatu untuk mendistribusikan air bersih bagi warga di tujuh kecamatan di Kabupaten Bekasi.
Haris Kusdinar, Koordinator Posko Wash di Danau Telaga Hejo, mengatakan, program berjalan sejak 12 September 2023 berdasarkan usulan dari PMI Kabupaten Bekasi. Sebelum dijalankan, pihaknya melakukan pengujian laboratorium kelayakan sumber air. Untuk di Telaga Hejo, skala keasaman (pH) air sebesar 7,8 yang berarti layak untuk diminum. Danau buatan ini juga bebas dari paparan limbah kimia berbahaya, termasuk kandungan bakteri Escherichia coli.
Di Kecamatan Sendang Baru ada dua lokasi yang dianggap cocok untuk dijadikan sumber air. Namun, Telaga Hejo menjadi pilihan karena tidak dikelilingi oleh permukiman sehingga kecil kemungkinan untuk terpapar limbah rumah tangga.
Telaga Hejo merupakan danau buatan yang tercipta akibat aktivitas tambang pasir. Di sana juga ada mata air yang membuat danau buatan ini tidak pernah kering walau kemarau panjang.
Dalam memproses air danau menjadi air bersih, ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Mulai dari menyedot air, lalu menampungnya sementara di union (tempat penampungan) berkapasitas 10.000 liter. Di tempat ini, air akan didiamkan sampai lumpur dan pasir mengendap.
Kondisi sawah yang gersang akibat kemarau di Kecamatan Sendang Baru, Kabupaten Bekasi, Senin (9/10/2023). Sawah di daerah itu merupakan sawah tadah hujan sehingga ketika kemarau tiba, sawah akan kering.
Setelah itu, air dimasukkan ke dalam alat penyaringan yang mengandung pasir, karbon, dan klorin. Alat buatan Perancis itu dapat menyaring air dengan kapasitas 4.000 liter per jam.
Setelah disaring, air kemudian dialirkan ke tempat penampungan berkapasitas 5.000 liter. Ada lima alat penampung yang tersedia sehingga kapasitas keseluruhan bisa mencapai 25.000 liter.
Tiga kecamatan yang paling parah terdampak kekeringan ada di bagian selatan Kabupaten Bekasi, yakni Cibarusah, Serang Baru, dan Bojong Mangu.
”
Program Wash sejatinya ada sejak 2004, tepatnya ketika bencana tsunami melanda Aceh. ”Air menjadi kebutuhan dasar manusia, jadi ketika ada bencana, kami harus segera ke titik lokasi, termasuk ke Bekasi,” ujar Haris.
Sumarna (21), warga Pebayuran, Kabupaten Bekasi, merasakan bantuan yang diberikan oleh PMI. Selama ini ia memanfaatkan air dari saluran irigasi untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Namun, beberapa pekan terakhir debit airnya berkurang.
”Kami harus membawa air dengan memikul jeriken dari saluran irigasi ke rumah,” ungkapnya.
Dengan bantuan dari PMI ini, ujar Sumarna, warga bisa memperoleh air dengan lebih mudah. Meski demikian, warga juga menyadari penggunaannya harus dihemat.
Tidak hanya PMI, sejumlah komunitas dan instansi juga berlomba-lomba untuk memberikan bantuan bagi daerah yang terdampak kekeringan di Kabupaten Bekasi. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bekasi Muchlis mengatakan, setidaknya ada 10 kecamatan dan 47 desa yang terdampak kekeringan. Tiga kecamatan yang paling parah terdampak kekeringan ada di bagian selatan Kabupaten Bekasi, yakni Cibarusah, Serang Baru, dan Bojong Mangu.
”Ketiga wilayah itu kerap mengalami kekeringan ketika musim kemarau tiba. Tapi, memang tahun ini termasuk yang terparah karena kekeringan terus meluas,” ucapnya. Kondisi daerah yang memang berada di dataran tinggi menyulitkan warga mengakses air.
Di wilayah Cibarusah, misalnya, untuk mendapatkan sumber air warga harus menggali sumur hingga kedalaman 130 meter. Karena itu, warga hanya mengandalkan aliran air sungai untuk minum dan kegiatan lainnya.
Akibat kekeringan, 53.246 keluarga kesulitan mendapatkan air. Pendistribusian bantuan air rutin dilakukan. ”Hingga saat ini, sudah ada 5,5 juta liter air yang disalurkan di daerah terdampak,” ujar Muchlis.
Ia berharap agar warga lebih bijak dalam menggunakan air. Pasalnya, musim kemarau baru akan berhenti pada November dan puncak musim hujan baru akan terjadi pada Januari-Februari 2024.
Camat Cibarusah Rusdi Azis menuturkan, kekeringan di wilayahnya rutin terjadi setiap tahun. Paling parah terjadi pada 2018. Saat itu, air sangat sulit didapatkan karena air di dua sungai utama mengering.
Untuk tahun ini, bantuan terus berdatangan. Ia menduga hal ini tidak lepas dari masifnya pemberitaan di media arus utama dan media sosial. ”Ada yang memberikan bantuan secara langsung, ada juga yang memercayakannya kepada pihak kecamatan,” ungkap Rusdi.
Agar penyaluran bantuan bisa lebih tepat sasaran, pihaknya membentuk satuan tugas untuk memetakan daerah yang terdampak. Selain itu, pihak kecamatan pun turut memberikan bantuan air kepada warga.
”Harapannya, akan semakin banyak bantuan yang datang sehingga kebutuhan air warga bisa terpenuhi sampai musim hujan tiba,” katanya.
Penjabat Bupati Bekasi Dani Ramdan menuturkan, dengan beragam bantuan dari sejumlah instansi dan swasta, produksi air bersih di Kabupaten Bekasi untuk menanggulangi kekeringan mencapai 232.000 liter per hari.
Agar bencana kekeringan tidak terulang, pihaknya berencana untuk menambah jaringan air bersih ke wilayah rawan. Di sisi lain, perbaikan kualitas air baku juga sangat krusial agar kapasitas air tidak berkurang.
Pencemaran sungai
Dani menuturkan, pada saat normal, kapasitas instalasi pengolahan air minum Perumda Tirta Bhagasasi Kabupaten Bekasi mencapai 600 liter per detik, tetapi saat musim kemarau susut menjadi 3 liter per detik. Penurunan ini disebabkan oleh surutnya volume air baku dan tidak layaknya air baku, terutama Kali Bekasi yang sudah tercemar limbah industri.
Karena itu, penertiban industri yang membuang limbah tanpa dikelola terlebih dulu terus dilakukan. Hingga kini sudah ada lima industri kecil yang ditertibkan karena mencemari Sungai Cilemah Abang di Cikarang Selatan.
Industri tersebut bergelut di pencucian barang bekas dan pengolahan oli bekas. ”Ke depan tindakan tegas akan dilakukan agar tidak ada lagi industri yang mencemari lingkungan,” ujarnya.
Dani mengaku kesulitan untuk menertibkan industri menengah dan besar karena kewenangannya terbatas. ”Untuk industri menengah dan atas kewenangan pemkab hanya sebatas pelaporan,” ungkapnya.
Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin berharap agar masyarakat mulai membenahi lingkungan dengan tidak lagi membabat hutan. Penghijauan kembali atau reboisasi penting dilakukan agar daerah tangkapan air (catchment area) semakin luas.
Tidak hanya itu, pembangunan embung dan tempat penampungan air juga dibutuhkan sehingga dapat dimanfaatkan warga ketika kemarau terjadi. ”Namun, agar hal itu terwujud perlu komitmen dari semua pihak,” ujarnya.