Makin Mudah Berganti Moda dengan JPM Dukuh Atas
Dalam pengembangan KBT, konektivitas dari dan ke stasiun dengan kawasan sekitar berperan penting. Penyediaan fasilitas interkoneksi memudahkan transit dan berpindah moda, juga mendorong penggunaan angkutan umum.
Setelah ditunggu hampir dua tahun, akhirnya Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) Dukuh Atas diresmikan penggunaannya pada 13 September 2023. Sejak itu, pengguna angkutan umum di kawasan itu punya pilihan lebih mudah untuk transit dan berganti moda.
Jembatan penyeberangan yang bermula dari gerbang pembayaran LRT Jabodebek, menyusuri tepi Waduk Setiabudi, menyeberangi Kanal Banjir Barat, dan berujung di peron Stasiun KRL Sudirman itu menghubungkan semua moda angkutan umum di kawasan Dukuh Atas.
”Ada lima moda angkutan umum yang beroperasi di Dukuh Atas yang ditetapkan sebagai kawasan berorientasi transit (KBT). Ada kereta komuter, MRT Jakarta, Transjakarta, LRT Jabodebek, dan KA Bandara,” kata Kepala Divisi Transit Oriented Development (TOD) PT MRT Jakarta (Perseroda) Gunawan dalam kelas MRT Fellowship Program (MFP) 2023, Rabu (4/10/2023).
Dukuh Atas merupakan satu dari sembilan titik di sepanjang trase MRT Jakarta yang ditetapkan Pemprov DKI Jakarta sebagai KBT atau transit oriented development (TOD). Pemprov DKI Jakarta lalu memberi mandat kepada PT MRT Jakarta untuk pengembangannya.
Setiap titik yang ditetapkan sebagai KBT dikuatkan melalui peraturan gubernur dan dilengkapi dengan peraturan gubernur tentang panduan rancang kota (PRK). PRK itu membantu MRT Jakarta dalam pengembangan KBT.
Baca juga: Konektivitas, Kunci Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit
Sebagaimana dijelaskan Kepala Departemen TOD Planning and Development PT MRT Jakarta Sagita Devi dalam kelas pertama MFP 2023, KBT merupakan konsep rancangan di area perkotaan yang dirancang dengan memadukan fungsi transit, manusia, kegiatan, bangunan, dan ruang publiknya.
”Sehingga bukan hanya bangunan di samping stasiun saja yang dipikirkan, tetapi juga bagaimana caranya menjadi satu kawasan inklusif yang memperhatikan akses atau kegiatan di dalam kawasan itu, manusianya seperti apa, konektivitas yang terjadi di area itu seperti apa,” ujarnya.
Dengan mendasarkan juga pada prinsip-prinsip pengembangan KBT, di antaranya fungsi campuran, konektivitas, hingga keberlanjutan lingkungan dan regenerasi ekonomi, PRK disusun. PRK ini merupakan satu perencanaan kawasan dengan radius 300-700 meter dari titik stasiun.
Dalam radius itu, MRT Jakarta merencanakan mulai dari konektivitasnya, ruang publiknya, area transit, jalur pedestrian, area untuk usaha mikro, kecil, dan menengah, serta fasilitas lainnya.
Untuk konektivitas, MRT membuat sarana dan prasarana di atas tanah atau melayang dan bawah tanah. Konektivitas atas atau melayang, di antaranya di JPM Dukuh Atas yang baru saja diresmikan, CSW, dan JPM Lebak Bulus.
Baca juga: Menanti Interkoneksi Sempurna di KBT Dukuh Atas
Permadi Indra Yoga, Chief Business Development PT Inti Menara Jaya dalam kelas MFP menjelaskan, perusahaannya menjadi pengembang yang membangun JPM Lebak Bulus juga mengembangkan Poins Square. Pembangunan jembatan itu terentang di atas trotoar lama menyusuri dinding depo MRT, menghubungkan Stasiun MRT Lebak Bulus dengan pusat perbelanjaan Poins Square.
Menurut Yoga, pembangunan itu terjadi karena perusahaannya berpandangan bakal terbentuknya ekosistem KBT di kawasan Stasiun MRT Lebak Bulus. Diperkirakan itu baru terlihat dalam 5-10 tahun mendatang sehingga itu masuk dalam strategi bisnis mereka. Saat ini lalu lintas pengguna JPM cukup ramai, dilihat dari adanya kenaikan orang lalu lalang 15-35 persen sejak masa pandemi Covid-19.
Beberapa tahun ke depan, menurut Yoga, kota akan semakin padat, akses jalan terbatas, dan jumlah kendaraan meningkat. Kota akan sangat bergantung pada transportasi umum yang andal dan nyaman seperti MRT Jakarta.
Ketika pengguna dan jaringan transportasi umum semakin meningkat, sudah pasti diikuti peningkatan konektivitas yang nyaman. Dengan visi yang sejalan dengan MRT Jakarta untuk mengembangkan KBT, selain JPM Lebak Bulus, ada tujuh proyek konektivitas lain yang akan dikerjakan PT Inti Menara Jaya di sepanjang koridor MRT Jakarta.
Gunawan menambahkan, untuk konektivitas atau interkoneksi baru dengan stasiun MRT Jakarta, ia mencatat ada 51 proyek interkoneksi baru yang akan dikerjakan. Ada yang berupa konektivitas bawah tanah seperti di Stasiun Dukuh Atas dan Stasiun Thamrin, juga ada yang konektivitas atas seperti di Stasiun Fatmawati. Sumber pendanaan untuk pembangunan proyek konektivitas itu beragam.
Melongok ke Singapura
Melongok sebentar ke negara tetangga, Singapura, konektivitas yang nyaman yang menghubungkan gedung-gedung dengan simpul transportasi masif terlihat. Satu contoh di Stasiun Jurong East.
Stasiun layang yang terletak di kawasan yang sibuk di ujung barat Singapura itu merupakan terminus atau titik akhir dari layanan MRT Singapura koridor utara-selatan. Stasiun itu menjadi titik persimpangan dengan koridor timur-barat. Di stasiun itu juga ada terminal bus yang melayani rute-rute ke bagian lain Singapura.
Di kawasan itu sengaja dibangun jalur layang khusus pejalan kaki yang teduh, nyaman, dan aman yang disebut J-Walk. Iya, ini bukan lagi satu jembatan atau jalur, melainkan telah membentuk jaringan akses.
Aktivitas jalan kaki dan berpindah moda ini harus dimudahkan dan dibuat nyaman. Jadi penataan trotoar, penyeberangan orang atau sepeda, dan penyediaan fasilitas integrasi antarmoda itu esensial.
Jaringan jalur pejalan kaki melayang itu menghubungkan stasiun dengan gedung-gedung perkantoran di sekitarnya, dengan rumah sakit, dengan pusat perbelanjaan dan ritel, dengan perhotelan, hingga ke permukiman di kawasan itu.
Pejalan kaki sengaja dibuat nyaman dan leluasa bergerak dari dan menuju stasiun ke lokasi kegiatan tanpa terhambat kepadatan lalu lintas, juga cuaca dengan keberadaan jalur layang itu.
Ketua Forum Transportasi Jalan dan Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana menjelaskan, keberadaan jembatan layang bagi pejalan kaki, juga peningkatan pedestrian di titik KBT di sepanjang trase MRT Jakarta, tidak lain memang untuk mendukung aktivitas masyarakat berjalan kaki dan berpindah moda atau transit. Jika masyarakat menggunakan angkutan umum massal, pasti akan ada aktivitas itu.
”Aktivitas jalan kaki dan berpindah moda ini harus dimudahkan dan dibuat nyaman. Jadi penataan trotoar, penyeberangan orang atau sepeda, dan penyediaan fasilitas integrasi antarmoda itu esensial,” kata Aditya.
Apabila di fasilitas transit itu juga dibuka area komersial secara terbatas dan tertib, itu juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi UMKM dan memenuhi kebutuhan pengguna transport. Bagi operator angkutan, ini bisa menjadi salah satu sumber pendapatan nontiket.
Baca juga: MRT Jakarta, Operator Utama TOD Fase 1
Namun, menurut Aditya, hal itu adalah tujuan pendamping saja. Tujuan utama dari pengembangan dan penyediaan fasilitas itu adalah mendorong orang untuk mau beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi publik.
Gunawan mengemukakan, untuk memaksimalkan pengembangan KBT, terutama di KBT Lebak Bulus, pihak MRT Jakarta bersama beberapa pengembang tengah menyiapkan rencana penambahan beberapa kantong parkir (park and ride) di area Lebak Bulus, selain juga beberapa rencana konektivitas lagi.
Stasiun MRT Lebak Bulus yang merupakan stasiun awal/akhir di ujung selatan Jakarta itu adalah stasiun tersibuk. Stasiun itu melayani warga selatan Jakarta dan sekitarnya yang hendak beraktivitas di Jakarta.
Rinciannya, penumpang dari kawasan Cinere, Ciputat, Pondok Labu sebanyak 48 persen; dari Bintaro, Tangerang Selatan 29 persen; dan dari Depok 23 persen. Selama ini, mereka menuju stasiun dengan kendaraan pribadi dan angkutan daring.
Dengan penyediaan kantong parkir, warga yang hendak masuk ke Jakarta akan bisa memarkir kendaraannya, lalu menggunakan MRT menuju lokasi kegiatannya. Ketika kembali, juga menggunakan MRT lagi.
Cara itu membuat kepadatan lalu lintas di Jakarta berkurang, kualitas udara bisa lebih baik, mobilitas lebih lancar, dan warga semakin terdorong untuk menggunakan angkutan umum.