Polda Metro Jaya menangkap empat provokator yang antara lain memicu tawuran di jalan layang Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Metro Jaya menangkap empat orang yang diduga kerap memprovokasi warga yang berakhir pada tawuran-tawuran di wilayah Jakarta. Keempat provokator itu berinisial SA (21 tahun), YA (23 tahun), G (19 tahun) dan ADD (16 tahun). Keempatnya diduga melakukan provokasi melalui media sosial.
”Para tersangka mengunggah konten yang bermuatan kesusilaan dan ujaran kebencian kekerasan (tawuran) terhadap antargolongan masyarakat sehingga memicu terjadinya perkelahian antarkelompok masyarakat,” ujar Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Hendri Umar, Kamis (1/2/2024).
Menurut Hendri, keempatnya kini sudah ditetapkan sebagai tersangka. Penangkapan keempat tersangka ini berawal dari patroli siber di media sosial. Kemudian, pihaknya menemukan adanya provokasi yang dilakukan pelaku media sosial, seperti Instagram dan X.
Akun-akun yang ditemukan terdeteksi melakukan provokasi dengan mengucapkan kata-kata yang bersifat ajakan atau memancing kelompok-kelompok tertentu. ”Provokasi ini memicu terjadinya bentrokan maupun tawuran khususnya di wilayah Jakarta,” kata Hendri.
Walau melakukan provokasi dengan cara serupa, keempat tersangka tidak saling mengenal. Mereka ditangkap berdasarkan laporan polisi yang berbeda. Dari hasil penelusuran siber, aksi provokasi mereka lakukan mulai dari September 2023 sampai dengan Januari 2024.
Namun, tidak tertutup kemungkinan tawuran yang terjadi di jalan layang Pasar Rebo juga merupakan hasil provokasi dari salah satu tersangka. Diketahui, tawuran itu mengakibatkan pergelangan seorang pelajar putus terkena sabetan celurit.
”Namun, detailnya masih terus kami dalami, apakah ada kaitannya dengan tawuran di jalan layang Pasar Rebo, tetapi kemungkinan besar ada,” ucap Hendri.
Akibat perbuatannya, para tersangka dikenai Pasal 27 Ayat (1) juncto Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Selain itu, mereka dikenai juga Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45A Ayat (2) UU No 19/2016 tentang Perubahan atas UU No 11 /2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
”Keempat tersangka terancam hukuman enam tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp 1 miliar,” kata Hendri.
Hal ini diamini oleh YA (50), ayah dari salah satu pelaku tawuran di jalan layang Pasar Rebo, PA (15). Dia menuturkan, anaknya terpancing untuk ikut tawuran karena ajakan dari media sosial. ”Awalnya saling ejek dan akhirnya tawuran pun pecah. Anak saya pun terlibat,” kata YA.
Menurut dia, tawuran di jalan layang Pasar Rebo kerap terjadi terutama antara dua kelompok pemuda, Anak Empang, yang tinggal di kawasan Ciracas, Jakarta Timur, dan Anak Induk, yang tinggal di kawasan Pasar Induk, Jakarta Timur.
YA menuturkan, sulit untuk menghapus kebiasaan tawuran di wilayah itu. Seolah tawuran sudah menjadi hal biasa. ”Saya sudah berkali-kali mengingatkan, tetapi anak saya tetap saja ngeyel,” katanya.
Kini, PA sedang dalam pengawasan pihak kepolisian untuk menelusuri penyebab pasti dari tawuran yang menyebabkan korbannya, DS (18), mengalami luka parah.
Tawuran tetap pecah karena biasanya mereka kucing-kucingan dengan anggota polisi. Tawuran di jalan layang Pasar Rebo, misalnya, terjadi ketika petugas sedang melakukan shalat Subuh.
Sebelumnya, Kepala Polres Jakarta Timur Komisaris Besar Nicolas Ary Lilipaly mengatakan, tawuran yang terjadi di jalan layang Pasar Rebo disebabkan oleh saling ejek di media sosial. Tantangan itu seakan menjadi wadah bagi anak-anak untuk mengaktualisasikan diri.
Khusus untuk di wilayah Jakarta Timur, ada beberapa wilayah yang rawan tawuran, seperti Kramatjati, Ciracas, dan Jatinegara. Untuk mengantisipasi hal itu, ujar Nicolas, pihaknya terus melibatkan warga untuk menjaga wilayah masing-masing. ”Kami rutin melakukan patroli, terutama di akhir pekan. Karena memang tawuran kerap terjadi di waktu-waktu tersebut,” katanya.
Sayangnya, tawuran tetap pecah karena biasanya mereka kucing-kucingan dengan anggota polisi. Tawuran di jalan layang Pasar Rebo, misalnya, terjadi ketika petugas sedang menunaikan shalat Subuh.
Agar tawuran tidak lagi terjadi, Nicolas mengimbau orangtua untuk meningkatkan pengawasan terhadap anak-anaknya. ”Jangan dibiarkan ngumpul di tempat yang tidak jelas pada malam hari. Aktivitas itu bisa memicu terjadinya tawuran,” ujarnya
Kebiasaan ngumpul itu juga bisa memicu aksi kriminalitas yang lain, seperti mengonsumsi narkoba dan minuman keras. ”Pelaku tawuran di flyover Pasar Rebo tawuran di bawah pengaruh minuman keras. Itulah sebabnya, mereka berani melakukan aksi-aksi nekat, termasuk menggunakan celurit,” kata Nicolas.