Paman Bunuh Keponakan, Tutupi Jejak Kejahatan dengan Kebakaran
Seorang paman tega membunuh keponakannya sendiri karena sakit hati ditagih utang. Rumah korban dibakar demi hapus jejak.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebakaran di Sunter Agung, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (2/2/2024), menjadi kedok bagi DZ (53) untuk menutupi pembunuhan terhadap keponakannya, AZ (15). DZ tega membunuh keponakannya sendiri karena sakit hati ditagih utang oleh orangtua korban.
Kepala Unit Reserse dan Kriminal Polsek Tanjung Priok Inspektur Polisi Satu Muhammad Idris, Senin (26/2/2024), mengatakan, peristiwa pembunuhan berkedok kebakaran sengaja dilakukan DZ untuk menutupi pembunuhan yang dilakukannya. Setelah membunuh keponakannya, ia membakar tumpukan kain di atas kompor.
”Saat itu, pelaku melihat ada kompor, mengambil kain atau benda-benda lain yang mudah terbakar, ditumpuk di atas kompor, kemudian dinyalakan,” kata Idris.
Dengan tindakan itu, pelaku berharap orang-orang akan mengira kematian korban karena kebakaran, bukan pembunuhan.
Namun, siasatnya itu tercium setelah penyidik menemukan berbagai kejanggalan. Kejanggalan itu bermula dari informasi dari pihak RS Sulianti Saroso, Jakarta Utara, yang menyatakan kematian korban bukan karena kebakaran. Disebutkan, ada luka terbuka di bagian kepala akibat benturan benda tumpul.
”Selain itu, tidak ditemukan adanya luka bakar dan jarak kompor dengan korban cukup jauh, yakni sekitar 2 meter,” katanya.
Dari temuan itu, polisi mendalami kasus kematian korban dan menyimpulkan bahwa AZ tewas karena dibunuh. Terkait tersangka, polisi juga memeriksa rekaman kamera pemantau yang menunjukkan DZ menjadi orang terakhir yang bertemu dengan korban.
”Kami langsung menelusuri tersangka dan menangkapnya di Stasiun Sudimara, Tangerang, pada 18 Februari 2024,” ucap Idris.
Setelah diperiksa, DZ akhirnya mengakui perbuatannya membunuh keponakannya dengan cara memukul korban menggunakan bangku kayu sebanyak lima kali. Pembunuhan ini dilandasi rasa sakit hati DZ yang sering ditagih utang oleh kedua orangtua korban.
”Saat itu, korban sedang belajar. Setelah melihat kursi di dekat korban, DZ mengambilnya dan memukul kepala korban berkali-kali,” kata Idris.
DZ merasa sakit hati karena orangtua korban terus menagih utang sebesar Rp 300.000. Atas perbuatannya, DZ disangkakan melanggar Pasal 351 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang penganiayaan berat serta Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, hingga Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara.
Jumlah kasus kekerasan anak pada tahun 2023 mencapai 3.574 kasus. Dari jumlah itu, kekerasan seksual mencapai 1.915 kasus atau meningkat 54 persen dibandingkan dengan tahun lalu.
Saat itu, korban sedang belajar. Setelah melihat kursi di dekat korban, DZ mengambilnya dan memukul kepala korban berkali-kali.
Selanjutnya, kekerasan fisik mencapai 985 kasus atau naik 27 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Untuk kekerasan psikis mencapai 674 kasus atau naik 19 persen dari tahun sebelumnya.
Kasus kekerasan pada anak juga melibatkan orang paling dekat dengan korban. Melihat kondisi ini, kata Lia, peran masyarakat sangat diperlukan, setidaknya melaporkan kejadian yang dapat mengancam keselamatan anak.