Perpanjangan Tarif Promo Bukan Satu-satunya Pendongkrak Okupansi LRT
Perpanjangan tarif promo bukanlah hal utama pendongkrak okupansi, melainkan perbaikan layanan dan penambahan frekuensi.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perpanjangan promo tarif kereta ringan (light rail transit/LRT) Jabodebek dinilai tidak akan serta-merta meningkatkan okupansi penumpang. Yang terpenting adalah memperbaiki kualitas pelayanan, terutama ketepatan waktu, dan menambah frekuensi perjalanan.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan memperpanjang pemberlakuan tarif promo LRT Jabodebek hingga 31 Maret 2024. Penerapan tarif ini bertujuan untuk menarik minat masyarakat menggunakan moda transportasi massal dan mengurangi kemacetan di Jakarta dan daerah sekitarnya.
Ketua Forum Warga Jakarta Ary Subagio Wibowo, Sabtu (2/3/2024), menuturkan, penerapan tarif promo ini tidak semata-mata membuat warga tertarik menggunakan LRT. ”Karena harga bukanlah yang utama. melainkan ketepatan waktu,” kata Ary.
Nyatanya, selama ini, warga masih diresahkan dengan banyaknya penundaan perjalanan. Padahal, bagi warga kota yang memiliki mobilitas tinggi, waktu sangat krusial.
Selain itu, dalam beberapa kasus, LRT juga pernah mogok dan menurunkan penumpang di tengah perjalanan. Kondisi ini tentu menimbulkan trauma dan tentu membuat warga berpikir ulang untuk menggunakan LRT.
”Karena itu, perbaikan pelayanan adalah yang paling utama dibandingkan memperpanjang tarif promo,” kata Ary.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api Arif Anwar menyebutkan, perpanjangan tarif promo ini sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 67 Tahun 2023 tentang Tarif Angkutan Orang dengan Kereta Api Ringan Terintegrasi di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi untuk Melaksanakan Kewajiban Pelayanan Publik.
”Promo ini dilakukan dengan pemberian subsidi public service obligation (PSO) sehingga tarif lebih terjangkau bagi masyarakat,” kata Arif.
Dengan adanya perpanjangan tarif promo ini, masyarakat dapat menggunakan LRT Jabodebek dengan dua skema tarif. Untuk di jam sibuk pada Senin-Jumat, tarif yang ditetapkan Rp 3.000 (1 km pertama) plus Rp 700 (setiap km selanjutnya) dengan tarif maksimal Rp 20.000. Sementara di luar jam sibuk, termasuk akhir pekan atau libur nasional, tarif maksimal yang ditetapkan sebesar Rp 10.000.
”Semoga perpanjangan tarif promo ini dapat semakin menarik minat masyarakat untuk beralih meninggalkan kendaraan pribadinya,” ujarnya.
Selain memperpanjang tarif promo, ia menyebutkan bahwa per 1 Maret 2024, LRT Jabodebek beroperasi dengan 308 perjalanan per hari yang melayani lintas Dukuh Atas-Jatimulya (PP) dan Dukuh Atas-Harjamukti (PP). Jumlah itu meningkat dari sebelumnya 264 perjalanan per hari.
Jika semua aspek ini bisa diterapkan dengan optimal. sudah sangat berpotensi meningkatkan volume pengguna.
Arif berharap masyarakat dapat memantau jadwal dan informasi lebih lanjut terkait operasionalisasi LRT Jabodebek melalui kanal resmi DJKA ataupun Divisi LRT Jabodebek.
Adapun jadwal keberangkatan paling awal dari Stasiun Jatimulya menuju Stasiun Dukuh Atas pukul 05.22, sedangkan keberangkatan paling awal dari Stasiun Harjamukti menuju Stasiun Dukuh Atas pukul 05.30. Keberangkatan paling akhir dari Stasiun Dukuh Atas menuju Stasiun Jatimulya pukul 22.08, sedangkan keberangkatan paling akhir dari Stasiun Dukuh Atas ke Stasiun Harjamukti pukul 22.13.
Waktu tunggu kereta untuk segmen Stasiun Dukuh Atas ke Stasiun Cawang adalah 6 menit, sedangkan untuk segmen Stasiun Cawang ke Stasiun Jatimulya atau Stasiun Harjamukti 12,5 menit.
Ketua Forum Transportasi Jalan dan Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia Aditya Dwi Laksana berpendapat, tarif promo diperlukan untuk meningkatkan okupansi pengguna, terutama di jam-jam yang bukan puncak kepadatan penumpang. Langkah ini juga untuk memeratakan persebaran pengguna agar tidak menumpuk pada jam-jam puncak kepadatan. Ini akan efektif karena secara bertahap jumlah pengguna LRT semakin bertambah.
Aditya berpendapat, okupansi tentu akan terus bertambah seiring dengan terpenuhinya kebutuhan masyarakat, misalnya penambahan frekuensi perjalanan, jeda antarperjalanan (headway) atau waktu tunggu yang semakin singkat, waktu tempuh yang semakin cepat, integrasi antarmoda yang makin bagus, serta tarif yang bisa terintegrasi dengan moda lanjutan agar makin terjangkau.
”Jika semua aspek ini bisa diterapkan dengan optimal, sudah sangat berpotensi meningkatkan volume pengguna,” ujarnya.