Membolehkan ”Busway” untuk Umum Saat Macet Tidak Adil bagi Penumpang Transjakarta
Mengizinkan kendaraan pribadi masuk ”busway” untuk mengurai kemacetan justru menyebabkan perjalanan bus terhambat.
JAKARTA, KOMPAS — Aturan memperbolehkan pengguna kendaraan pribadi masuk di jalur khusus bus Transjakarta saat terjadi kemacetan menimbulkan pro dan kontra. Ada yang menganggap hal ini bisa mengganggu perjalanan Transjakarta dan membahayakan pengendara sepeda motor. Di sisi lain, ada yang menganggap kebijakan ini wajar dilakukan, terutama di situasi kemacetan parah.
Sebelumnya, Rabu (24/4/2024), akun X Transjakarta membalas keluhan warga yang merasa keberatan jika kendaraan pribadi turut menggunakan jalur khusus bus (busway) dan menyebabkan kemacetan. Alhasil, bus Transjakarta dan para penumpang di dalamnya turut terkena imbasnya.
Dalam balasannya, Transjakarta menyebut jika pihaknya selalu menjaga sterilisasi jalur. Akan tetapi, ada diskresi yang mengizinkan kendaraan pribadi untuk memasuki busway saat terjadi kemacetan. Hal ini sebagai salah satu cara untuk mengurai kemacetan.
”Hai kak. Transjakarta selalu menjaga sterilisasi jalur, namun menjadi diskresi dari Dinas terkait bila terjadi kemacetan di wilayah tersebut sehingga mengijinkan kendaraan pribadi masuk jalur busway sebagai salah satu cara untuk mengurai kemacetan. Terima kasih,”. Berikut keterangan yang diunggah oleh pihak Transjakarta di akun X miliknya, @PT_Transjakarta.
Unggahan ini pun mendapat reaksi beragam dari masyarakat. Tak sedikit yang mengecam dan mengaku akan beralih menggunakan kendaraan pribadi jika kebijakan ini terus dilakukan. Namun, hingga saat ini, pihak Transjakarta, Dinas Perhubungan DKI, ataupun Ditlantas Polda Metro Jaya belum memberikan keterangan apa pun saat dikonfirmasi.
Salah satu warga yang tidak setuju dengan kebijakan ini ialah Chyntia Shyane (25), warga Kayu Manis, Jakarta Timur. Ia menuturkan, kebijakan untuk membiarkan kendaraan pribadi melintas di jalur Transjakarta bisa membahayakan kendaraan roda dua.
”Bisa saja kendaraan bermotor terimpit karena pengemudi Transjakarta memiliki pandangan yang terbatas,” kata karyawan swasta di Jakarta ini, Kamis (25/4/2024).
Lihat juga: Rencana Kenaikan Tarif Bus Transjakarta
Di sisi lain, kondisi ini juga akan memperparah kemacetan. Pasalnya, tidak ada lagi ruang bagi bus Transjakarta untuk melaju. Padahal, dari awal, program ini dibuat untuk mengalihkan minat warga dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum.
”Aturan yang sudah dibuat ini seharusnya ditegakkan sejak awal, bukan malah dilanggar,” ucap lulusan Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini.
Hal serupa disampaikan oleh Edvin Damar (27). Izin untuk kendaraan pribadi bisa melintas di jalur bus Transjakarta, menurut dia, akan menambah parah kemacetan. Sebab, semua kendaraan akan berusaha masuk ke jalur Transjakarta. Apalagi, pada saat waktu padat (peak hour). Kondisi ini mungkin bisa saja dilakukan, tetapi harus tetap diawasi oleh polisi atau dinas terkait.
”Jika tidak diawasi tentu akan menambah kekacauan lalu lintas,” ujar pria yang kesehariannya bekerja sebagai pengacara ini.
Baca juga: Transjakarta, 20 Tahun Perjalanan Membangun Budaya Transportasi Publik
Adapun sterilisasi jalur busway dari kendaraan lain telah diatur dalam Peraturan daerah. Pada Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, Pasal 2 Ayat 7 disebutkan bahwa kendaraan bermotor roda dua atau lebih dilarang memasuki jalur khusus bus (busway).
Aturan yang sudah dibuat ini seharusnya ditegakkan sejak awal, bukan malah dilanggar.
Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 287 Ayat 1 disebutkan, setiap orang yang mengemudi kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan dalam rambu lalu lintas atau marka jalan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.
Meskipun busway tidak boleh dilalui kendaraan lain, ada pengecualian yang boleh menggunakan jalur khusus bus. Pengecualian khusus yang dapat menggunakan busway, yaitu presiden, wakil presiden, menteri, dan force majeure atau keadaan darurat telah mendapatkan diskresi.
Memiliki pendapat berbeda, Marina Chrismata (28) setuju dengan aturan penggunaan jalur bus Transjakarta, terutama di waktu-waktu padat. Hal ini karena panjang jalan Jakarta tidak sebanding dengan jumlah kendaraan yang melewatinya.
Ia merasakannya ketika berangkat dan pulang kerja, suasana lalu lintas sangat padat sehingga kemacetan tidak terhindarkan. Dalam kondisi itu, polisi memberikan izin untuk masuk ke busway. Langkah ini hanya bersifat kasuistis.
”Akhirnya kemacetan pun terurai,” kata Marina yang bekerja sebagai aparatur sipil negara di Kementerian Dalam Negeri.
Tidak adil
Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi Deddy Herlambang menyampaikan, tujuan utama sterilisasi busway ialah untuk mendorong masyarakat agar berpindah menggunakan transportasi umum dari kendaraan pribadi karena lebih cepat. Namun, dengan memperbolehkan kendaraan pribadi masuk jalur khusus bus untuk mengurai kemacetan, perjalanan menggunakan Transjakarta bagai tak ada bedanya dengan menggunakan kendaraan pribadi.
Menurut Deddy, jika busway steril akan menjadi daya tarik masyarakat untuk beralih ke transportasi publik. Sebab, waktu tempuh menggunakan bus Transjakarta akan lebih singkat.
”Memang pihak kepolisian memiliki kewenangan atau diskresi untuk membuka dan menutup busway. Namun, saya tidak setuju jika busway dibuka saat terjadi kemacetan parah. Pengguna angkutan umum harus didahulukan,” katanya.
Baca juga: Kenaikan Tarif Transjakarta Jangan Bebankan Masyarakat Lemah
Deddy mengatakan, penumpang Transjakarta berbeda dengan penumpang KRL, MRT, atau KRL. Mereka berdiri berjam-jam di perjalanan tanpa kepastian waktu. Selain itu, kondisi bus juga lebih sempit dan sesak jika penuh penumpang.
”Kalau KRL kan waktunya bisa diprediksi dan tidak jauh beda dengan perkiraannya. Sementara Transjakarta kadang bisa lebih lama hingga dua kali lipat. Buka tutup busway bagi kendaraan pribadi tidak adil untuk pengguna angkutan massal,” lanjut Deddy.
Deddy menilai, seharusnya para pemangku kepentingan, termasuk pihak kepolisian, mendukung masyarakat beralih menggunakan transportasi massal.
”Kalau tidak ingin terjebak macet, ya, naik angkutan umum. Jangan membuat angkutan umum menjadi seperti kendaraan pribadi dengan jalurnya dipakai bersama-sama,” kata Deddy.
Adapun bagi pelanggar yang kerap menggunakan jalur Transjakarta karena kepentingan pribadi, menurut Deddy, penegakan hukum harus dilakukan. Salah satunya melalui pemasangan CCTV di jalur Transjakarta dan rutin melakukan penilangan.
”Sudah tarif akan naik, masih terjebak macet, dan sepanjang perjalanan berdiri. Jadi, jangan salahkan masyarakat jika mereka beralih menggunakan kendaraan pribadi lagi,” ujar Deddy.
Pengamat transportasi sekaligus Ketua Forum Warga Jakarta (Fakta) Azas Tigor Nainggolan mengatakan, penambahan armada bus Transjakarta dalam mengurai kemacetan di Ibu Kota akan sia-sia jika pihak PT Transjakarta tak tegas dalam menindak kendaraan bermotor masuk ke dalam busway.
Armada yang cukup dan jalur Transjakarta yang steril dari kendaraan bermotor pribadi dinilai Tigor dapat meningkatkan layanan Transjakarta. Namun, selama ini, jalur Transjakarta dibiarkan dipadati kendaraan lain yang menghindari kemacetan di jalur reguler.
”Seluruh jalur Transjakarta perlu dipasang separator untuk menjaga agar kendaraan bermotor pribadi masuk ke jalur Transjakarta. Sebab, kendaraan bermotor yang masuk busway ini dapat membuat Transjakarta turut terkena macet dan perjalanan bus lambat sampai ke tujuan,” lanjutnya.
Tigor menambahkan, lambatnya perjalanan dan kepadatan di dalam bus juga di halte membuat pengguna Transjakarta menjadi tidak nyaman. Hal yang dikhawatirkan ialah ketidaknyamanan tersebut membuat mereka berpindah menggunakan transportasi pribadi.